Anak merupakan sebuah anugerah tuhan, sebagai penerus cita-cita dan garis keturunan. Anak juga merupakan amanah, titipan harta yang paling berharga yang harus dijaga, dirawat dan dididik. Menurut UU no 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 ayat 1 anak adalah seseorang yang belum berusia 18 ( delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan yang dimana setiap anak memiliki hak dan termasuk dalam bagian Hak Asasi Manusia (HAM) yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara.
Namun saat ini nyatanya di Indonesia masih marak kasus mengenai kekerasan hingga eksploitasi anak. Kasus ini pun sebernarnya berada di sekitar kita seperti maraknya pengemis jalanan, pengamen, dan pedagang asongan yang dilakukan oleh anak-anak. Kasus ini marak terjadi di berbagai kota- kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Pemerintah yang bekerjasama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan berbagai pelah telah melakukan segala upaya demi penurunan kasus mengenai anak.
Salah satu kasus yang saat ini sedang muncul dipermukaan masyarakat mengenai kasus eksploitasi anak, eksploitasi yang berarti politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang atau berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi (anak) hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan, serta kompensasi kesejahteraan, berdasarkan hal tersebut dalam hal ini eksploitasi anak yaitu anak- anak tersebut dipekerjakan untuk membantin tulang di jalanan mereka dipaksa menjadi pengemis, pengamen, hingga joki 3 in 1. Dan kasus ini mengungkapkan bahwa pelaku tega memberikan obat penenang dosis tinggi kepada anak usia bayi dan balita agar tidak rewel saat diajak mengemis, bahkan sering kali anak- anak tersebut mendapatkan perilaku kekerasan.
Berdasarkan pasal 68 dan pasal 69 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), pada prinsipnya pengusaha (pemberi kerja) dilarang mempekerjakan anak tidak boleh dieksploitasi untuk bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan (the worst forms) baik ancaman/bahaya bagi kesehatan maupun keselamatan atau moral si anak. Eksploitasi anak merupakan masalah-masalah baru yang di timbulkan oleh garis kemiskinan, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk termiskin sekitar 28,07 juta orang. Mereka hidup pada garis kemiskinan berkelanjutan. Sehingga tidak heran kasus eksploitasi anak di Indonesia ini semakin meningkat karena melihat dari status ekonomi masyarakat Indonesia yang masih belum stabil.
Masalah anak jalanan dan eksploitasi anak merupakan masalah yang serius yang harus diselesaikan, untuk mencegah praktik eksploitasi terhadap anak pemerintah dengan masyarakat perlu bekerjasama memberikan pemahaman tentang Hak Asasi Manusia (HAM) kepada masyarakat dengan harapan agar ikut melakukan pencegahan dan memiliki persepsi yang sama sehingga dapat ditindaklanjuti dalam kehidupan sehari-hari,
mengembangkan mekanisme dan sistem perlindungan anak yang terpadu sehingga alur perlindungan anak menjadi lebih teratur sehingga tidak terjadi lagi tumpang tindih perlindungan anak, mengupayakan agar anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dan suku minoritas mendapatkan perhatian yang lebih tinggi untuk mensejahterakan mereka seperti dengan memberikan pendidikan gratis dan layak bagi masyarakat yang kurang mampu, menangani akan penyebab eksploitasi anak lewat penghapusan kemiskinan dan akses pendidikan serta mengembangkan sistem monitoring pekerja anak yang komprehensif bekerjasama dengan berbagai pihak seperti LSM, penegak hukum, pengawas buruh dan lembaga lembaga internasional.
Tentunya pada intinya kita sebagai warga Negara Indonesia harus saling bekerjasama memberantas eksploitasi anak bersama-sama demi anak- anak sebagai penerus bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H