Sejak akhir tahun 2022, masyarakat Indonesia ramai memperbincangkan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang menyerang anak-anak berusia 6 bulan hingga 18 tahun, dengan kasus paling banyak didominasi oleh anak berusia 1-5 tahun.Â
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kemudian melakukan pemeriksaan patologi untuk mencari penyebab dari gagal ginjal akut pada anak, dan ditemukan bahwa gagal ginjal akut bukan diakibatkan oleh virus, bakteri, atau parasit.Â
Namun, pada 5 Oktober 2022, Kemenkes melakukan analisis toksikologi setelah melakukan komunikasi dengan World Health Organization (WHO) dan Pemerintah Gambia, Afrika Barat setelah mengetahui bahwa terdapat kasus serupa di negara tersebut akibat zat kimia dalam pelarut obat-obatan sediaan cair atau sirup.Â
Senyawa yang dimaksud adalah Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). Analisa toksikologi pada 7 dari 10 pasien pasien gagal ginjal di Indonesia menunjukkan kandungan zat kimia berbahaya yang terkandung dalam obat sirup dalam darahnya.
Angka Kejadian
Kasus gagal ginjal akut (GGA) pada anak di Indonesia ditemukan sejak bulan Agustus 2022, kemudian lonjakan angka kasus baru dengan jumlah kematian terjadi pada pertengahan Oktober 2022. Setelah itu, kasus GGA mulai tidak terdengar lagi. Setidaknya sampai Desember 2022, tidak ada laporan baru terhadap kasus GGA.Â
Kemunculan Kasus Baru
Namun, pada tahun 2023, kasus GGA muncul kembali dengan memakan korban. Hingga 5 Februari 2023, telah tercatat 326 kasus GGAPA yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia, dengan satu suspek yang masih dalam pemeriksaan lebih lanjut.Â
Lebih jauh lagi, 116 kasus telah dinyatakan sembuh, 6 kasus sedang dalam perawatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dan 204 penderita telah dinyatakan meninggal.Â
Kasus pertama di tahun 2023 dilaporkan pada 25 Januari 2023 saat seorang anak ditemukan mengalami demam dan gejala-gejala lainnya. Pasien kemudian dinyatakan meninggal dunia pada 1 Februari 2023.Â