Penurunan pada konsumsi energi akibat kebijakan yang berdampak pada penurunan aktivitas industri yang menyebabkan rendahnya permintaan terhadap energi, Bloomberg (2/3) melansir bahwa terdapat adanya skeptisme terhadap informasi penggunaan energi setelah adanya informasi bahwa pemerintah provinsi Zhejiang memerintahkan penggunaan mesin meskipun tidak ada tenaga kerja pabrik yang beraktivitas.
Tekanan dari pusat yang menyebabkan ketidakwajaran pada informasi mengenai produktivitas dapat diartikan sebagai sinyal bahwa tingkat polusi yang rendah pada masa penyebaran COVID-19 hanyalah sementara.Â
Ketika penyebaran COVID-19 dapat dihentikan dan kawasan-kawasan industri mulai beroperasi dengan kapasitas semula, ditambah dengan tekanan dari rezim komunis untuk memulihkan perekonomian, tingkat polusi dapat mencapai level yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Bukan tidak mungkin kenaikan suhu Bumi akan lebih tinggi daripada yang hendak dijaga berdasarkan Paris Agreement, yaitu di antara 1.5-2o C di atas level pre-industri. Selain itu, dengan atau tanpa pandemi, RRC masih akan bertahan sebagai negara dengan tingkat polusi tertinggi di dunia mengingat tingginya aktivitas industri.
Bagaimana selanjutnya?
Setelah mengamati RRC, dunia perlu memahami bahwa meskipun COVID-19 telah menciptakan dampak positif berupa penurunan tingkat polusi akibat penurunan aktivitas industri, pelestarian lingkungan tidak dapat dilakukan dengan menunggu adanya pandemi baru yang menjangkiti dan memakan ribuan korban jiwa.
Ketika negara dan kawasan yang cukup terindustrialisasi seperti AS dan negara-negara Uni Eropa mulai berhadapan dengan COVID-19 dan mulai meletakkan kebijakan shelter-in-place, hal ini seharusnya menjadi kesempatan untuk mengamati dampak lingkungan yang terjadi akibat pandemi ini.
Ketika aktivitas produksi di pabrik-pabrik terhenti, para pelaku industri sudah selayaknya menjadikan hal tersebut sebagai patokan untuk meningkatkan investasi di proses dan perlengkapan produksi yang lebih efisien.
Ketika pegawai kantor harus bekerja dari rumah, perusahaan-perusahaan dapat berkontribusi dalam menurunkan emisi potensial akibat penerbangan jarak jauh untuk bertemu dengan klien maupun rekan bisnis dengan melakukan transformasi digital.Â
Sebagai contoh, McKinsey (2020) merilis bahwa sektor penerbangan mengalami persentase penurunan market capitalization terbesar hingga negatif 46% ditambah dengan penurunan pendapatan sebesar US$252 miliar.
Apabila jumlah yang setara diinvestasikan di teknologi penerbangan dan bahan bakar yang lebih efisien, tidak hanya lingkungan akan lebih terjaga, namun perekonomian tidak perlu dikorbankan untuk menghambat perubahan iklim. Selain itu, transformasi digital juga dapat mengurangi aktivitas commuting yang dapat digantikan dengan tatap muka secara virtual.