Berdasarkan penelitian ini, HSU menyimpulkan bahwa sedotan bambu merupakan sedotan paling ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan kadar pembuangan karbondioksida pada sedotan bambu merupakan yang terendah daripada jenis sedotan lainnya. Namun, hal ini tidak didukung dengan tingkat harga yang rendah.
Harga yang ditunjukkan dalam penelitiannya untuk setiap satu sedotannya ternyata sedotan bambu lebih mahal dibandingkan sedotan berbahan plastik, kertas, dan besi. Sedotan plastik berharga US$0,003, sedotan kertas berharga US$0,004, sedotan kaca berharga US$7,99 sedotan besi berharga US$0,32, dan sedotan bambu berharga US$1,29. Namun, harga-harga tersebut akan mengalami perubahan apabila ada program-program tertentu dari pemerintah. Tertutup pada hal-hal di atas, kampanye penggunaan sedotan besi agaknya keliru untuk melestarikan lingkungan. Padahal, sedotan bambu merupakan alternatif teraman.
Status Quo Nasib Sedotan Plastik
National Geographic pernah menyebutkan bahwa terdapat lima ratus juta sedotan plastik dibuang setiap harinya di Amerika Serikat. Dengan mengeluarkan isu lingkungan dan isu kesehatan pada kasus ini, sedotan besi dapat mengurangi sampah plastik yang dibuang. Akan tetapi, sedotan besi perlu dicuci kembali agar dapat digunakan lagi. Pencucian ini menimbulkan limbah sabun yang berpotensi menimbulkan masalah pada air bersih. Artinya, secara tidak langsung, teknologi baru memang dapat menghilangkan masalah dari barang substitusinya. Namun, masalah baru akan muncul apabila produk baru yang dihasilkan tidak dilandasi oleh analisis dan uji yang lebih mendalam.
Dalam teori ekonomi mikro, segala hal yang disebut input adalah segala sumber daya yang dapat digunakan, baik Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), dan modal yang kuantitasnya terbatas. Hal ini berimplikasi pada penggunaan faktor produksi haruslah digunakan seefisien dan seefektif mungkin agar mampu memenuhi kebutuhan dan memuaskan manusia. Teknologi yang berdampak buruk pada lingkungan seharusnya dapat diminimalisir produksinya. Sejarah tidak pernah menyebut dampak buruk terhadap lingkungan dari perkembangan teknologi sebagai acuan utama. Fokus utama selalu mengenai kepentingan manusia yang berujung terhadap kapitalisasi.
Â
Munculnya stainless steel straw dan berbagai jenis reusable straw merupakan upaya untuk mengatasi masalah dari sedotan plastik, dengan mengasumsikan sedotan besi sebagai pengganti yang lebih baik untuk kebaikan lingkungan. Berinovasi tanpa menyiksa lingkungan sehingga berdampak baik bagi bumi merupakan hal yang sulit. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah meminimalisir dampak yang akan terjadi untuk lingkungan.
Seandainya suatu populasi sudah mempunyai sedotan besi dan pada kondisi tertentu, individu A membeli es teh di warung. Apakah ada jaminan bahwa individu A selalu ingat membawa stainless steel straw? Di sisi lain, mayoritas penjual akan langsung menyertai pesanan es teh dengan sedotan plastik. Jika kita membawa stainless steel straw dan lupa mengingatkan penjual untuk tidak menyertai sedotan plastik, apakah kita tetap menggunakan sedotan besi yang kita bawa?Â
Hal ini perlu dorongan yang sangat besar bagi masyarakat luas untuk membantu mengurangi konsumsi sedotan dari segala jenisnya, baik dari diri kita sendiri maupun berbagai kalangan pengguna atau penyedia aktif sedotan plastik. Sedotan berbahan besi, plastik, kertas, Â dan bambu, semuanya memiliki lebih dan kurangnya masing-masing. Salah satu alternatif lainnya adalah meminum tanpa menggunakan sedotan. Namun, kapitalis selalu memiliki ide bisnis yang mampu mendorong masyarakat untuk memahami pola bisnisnya. Oleh karena itu, sesungguhnya satu-satunya cara untuk mengurangi dampak sampah, pemanasan global, masalah lingkungan adalah dengan mengurangi sikap konsumtif.
Referensi:Â
Aini, N. (2018) 'Gerakan Anti-Sedotan Plastik Mulai Gencar di Tanah Air', Republika, 19 September. Available at: https://internasional.republika.co.id/berita/internasional/abc-australia-network/pfao4k382/gerakan-antisedotan-plastik-mulai-gencar-di-tanah-air (Accessed: 5 March 2019)
Gibbens, S. (2018) 'A Brief History of How Plastic Straws Took Over The World', National Geographic, 9 July. Available at:
https://www.nationalgeographic.com.au/nature/a-brief-history-of-how-plastic-straws-took-over-the-world.aspx (Accessed: 6 March 2019).
Humboldt State University and Engr308 Technology and Environment. (2018) 'HSU Staw Analysis', Appropedia, 8 December. Available at:
http://www.appropedia.org/HSU_straw_analysis (Accessed: 6 March 2019).
Thornton, T. (2018) 'Here's how many times you actually need to reuse your shopping bags', Phys, 6 August Available at:
https://phys.org/news/2018-08-reuse-bags.html (Accessed: 6 March 2019).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H