Ditulis oleh
Fardan Kaftaro
Staf Kastrat BEM UI 2021
Dalam perkembangannya, digitalisasi tentu tidak selalu berjalan dengan mulus. Kenyataan pahit akan digitalisasi terlihat dari bagaimana kesenjangan terjadi di masyarakat. Â
Menurut Manuel Castells (2002), kesenjangan digital adalah ketidaksamaan akses terhadap internet karena akses terhadap internet merupakan syarat untuk menghilangkan ketidaksamaan di masyarakat atau inequality in society. Berangkat dari pernyataan Manuel Castells, alih-alih memberikan penyelesaian, digitalisasi justru menjadi masalah baru bagi segelintir orang yang menimbulkan kesenjangan.
Isu kesenjangan digital ini sudah menjadi perhatian para politisi maupun peneliti sejak tahun 1990-an tepatnya saat pemerintahan Clinton -- Al Gore di Amerika Serikat yang memperkenalkan istilah digital divide atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai  kesenjangan digital (Hadiyat, 2014).Â
Isu kesenjangan digital pada 1996 secara cepat menjadi isu yang mendunia, sebab isu ini nyatanya tidak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa (Hadiyat, 2014).
Menurut Van Dijk (2010) terdapat tiga level dalam kesenjangan digital, yaitu access physical and materials (access divide) atau kesenjangan digital yang terjadi pada tahap awal dan merujuk pada masyarakat yang memiliki akses dan yang tidak memiliki akses terhadap teknologi digital.Â
Use and Skills (usage divide) berupa kesenjangan digital primer yang merujuk pada perbedaan cara penggunaan antara masyarakat yang memiliki akses dengan masyarakat yang tidak memiliki akses pada teknologi digital.Â
Serta digital outcome of tangible results (quality of use divide) atau kesenjangan yang terlihat pada kualitas dari masyarakat yang menggunakan teknologi digital dalam keseharian.
Jika ditelisik lebih jauh pada realitas masyarakat Indonesia, tentunya ketiga level kesenjangan ini masih relevan terjadi hingga saat ini, terlebih cakupan negara yang luas serta kondisi geografis dan perbedaan budaya memiliki peranan dalam kesenjangan digital di Indonesia.Â
Selain itu, idealisme orang-orang yang sudah berumur tua juga akan berbeda dengan millenials yang terus mengembangkan pemahaman dan skill mereka terkait teknologi digital.
Jika di negara-negara maju fokus permasalahan akses kesenjangan digital sudah pada tahap kestabilan internet. Di Indonesia, seperti yang sudah disinggung sebelumnya, cakupan geografis yang luas dengan topografi pegunungan dan lembah yang menyebabkan banyak pedesaan tersebar di seluruh pelosok negara membuat interkonektivitas antarwilayah dalam aspek internet masih sangat minim.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Jamalul Izza, mengaminkan letak geografis menjadi tantangan bagi Kemenkominfo dalam mendorong percepatan penetrasi jaringan internet tetap (Jatmiko, 2021).
Berdasarkan data dari APJII per tanggal 9 November 2020, hasil menunjukan jumlah Pengguna Internet di Indonesia mencapai 196,7 Juta, dengan jumlah pengguna internet paling banyak berasal dari provinsi Jawa Barat, yakni 35,1 juta orang. Kemudian disusul Jawa Tengah dengan 26,5 juta orang.Â
Lalu Jawa Timur, dengan jumlah 23,4 juta orang dan Sumatera Utara mencapai 11,7 juta, sedangkan wilayah Timur, yakni Maluku dan Papua hanya menyumbang sekitar 3 juta (Bayu, 2020).Â
Data ini menunjukan bahwasanya perkembangan akses digital masih terkonsentrasi pada daratan Pulau Jawa dan wilayah barat Indonesia, serta mempertegas bagaimana ketimpangan akses digital masih terjadi di Indonesia dengan masih banyaknya wilayah Indonesia, khususnya bagian Timur, yang belum tersentuh oleh akses digital. Hasil dari kesenjangan digital dalam bentuk physical dan materials ini terlihat semakin jelas pada masa pandemi yang mengharuskan adanya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).Â
Tidak sedikit, masyarakat di Indonesia bagian Timur yang menentang kebijakan PPJJ sebab minimnya akses internet yang mereka miliki. Selain itu, timpangnya perekonomian juga menyebabkan tidak sedikit masyarakat yang kesulitan mengakses materi pendidikan karena tidak memiliki gadget.
Dewasa ini, pengguna internet aktif di Indonesia sudah mencapai diatas 45 juta pengguna. Sayangnya, menurut Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, selama ini, pengguna internet masih banyak yang nonproduktif dengan menggunakannya sebagai hiburan untuk bermain game online, chatting, atau sekadar menjadi konsumen dari para konten creator (Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, 2012).
Data dari riset aplikasi Sensor Tower menunjukan jumlah unduhan aplikasi tiktok mencapai angka 63,3 juta di mana Indonesia menyumbang sebesar 11 persen dari total pengguna, bahkan melebihi total unduhan aplikasi Zoom yang hanya sebesar 52,5 juta (Pertiwi, 2020).Â
Padahal aplikasi ini berbasis video call yang banyak digunakan untuk keperluan pendidikan maupun meeting. Fenomena ini menunjukan adanya kesenjangan digitan dalam tahap use and skill. Dapat dikatakan masih banyak masyarakat yang aktif menggunakan media digital dan internet tetapi tidak dapat mengoptimalkan penggunaannya untuk kegiatan yang produktif.Â
Gambaran lainnya terlihat pada seorang anak yang menghabiskan waktu 5-6 jam untuk menonton video di aplikasi Tiktok, padahal di luar, ayahnya sedang berusaha keras mengumpulkan uang dengan mengandalkan aplikasi Gojek Driver.
Selain itu, kesenjangan digital dalam aspek use and skill yang terkait dengan content-related dapat terlihat dengan rendahnya literasi digital di Indonesia. Hingga kini, masih banyak orang, khususnya orang tua, yang langsung menyebarkan informasi yang beredar di platform messenger seperti Whatsapp tanpa membaca hingga tuntas dan mencari tahu sumber berita yang akurat dan kredibel.
Kesenjangan digital terakhir terkait dengan outcome yang kita dapatkan dengan memiliki dan menggunakan teknologi digital. Misalnya lagi pada penggunaan Tiktok, saya atau mahasiswa seumuran saya lainnya yang menjadi penikmat video di Tiktok mungkin tidak mendapat keuntungan materiil dari menonton video-video Tiktok tersebut, tetapi beberapa video yang ditayangkan di FYP kami mungkin relevan dan dapat memberikan pengetahuan umum maupun pembelajaran hidup secara tidak langsung.Â
Namun, bagi anak-anak yang mengonsumsi Tiktok, mereka belum tentu dapat memfilter semua informasi yang mereka dapat, terlebih lagi apa yang dibagikan dan lewat di FYP mereka belum tentu sesuai dengan usianya sehingga seringkali video yang ada bukannya memberikan pelajaran baik, justru membawa pengaruh buruk untuk langsung di contoh bagi anak-anak kecil.
Sekiranya, begitulah sedikit gambaran ketimpangan digital yang terjadi di negara yang besar ini, yang katanya merupakan pengguna aktif terbanyak di dunia. Tetapi, ya, lagi-lagi tingkat kepemilikan dan kegunaan atas teknologi digital belum tentu memberikan outcome positive, malah bisa menjadi boomerang apabila kita tidak secara bijak menyikapinya.
Daftar Pustaka
Bayu, D. J (2020, November 11). Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Capai 196,7 Juta. databoks.katadata.co.id. Diakses pada 19 Mei 2021.
Castells, Manuel. (2002). The Internet Galaxy. Oxford: Oxford University Press
Hadiyat, Y. D. (2014). Kesenjangan Digital di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi). Jurnal Pekommas, 17(2), 81-90.
Jatmiko. (2021, Maret 24). Ini Tantangan Penyediaan Jaringan Internet Tetap di Kecamatan. teknologi.bisnis.com. Diakses pada 19 Mei 2021.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2012, Mei 18). Minim, Pengguna Internet untuk Kegiatan Produktif. www.kominfo.go.id. Diakses pada 19 Mei 2021.
Pertiwi, W. K. (2020, September 11). Indonesia Sumbang Angka Unduhan TikTok Terbanyak di Dunia. tekno.kompas.com. Diakses pada 19 Mei 2021.
Rizkinaswara, L. (2019, Agustus 14). Penggunaan Intrnet di Indonesia. aptika.kominfo.go.id. Diakses pada 19 Mei 2021.
Van Dijk, J. A. (2005). The deepening divide: Inequality in the information society. Sage Publications
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI