Kehidupan manusia tidak akan terlepas dari kebutuhan primernya, yakni pangan, sandang, dan papan. Sayangnya, kebutuhan yang ke-3 jauh lebih sulit dipenuhi ketimbang dua lainnya dan akan semakin sulit kedepannya.Â
Persoalan inilah yang menjadi PR bagi generasi penerus bangsa, yang diestafet kepada generasi milenial. Beragam faktor melatarbelakangi semakin jauhnya harga hunian dengan kemampuan untuk membelinya.Â
Memang memiliki hunian merupakan hal yang opsional. Namun, sama seperti generasi pendahulunya, milenial butuh tempat tetap untuk disebut rumah, terutama bagi orang dewasa yang ingin merintis rumah tangga secara mandiri.Â
Dengan memiliki rumah pribadi yang tetap, maka biaya sewa tempat tinggal tidak perlu dipikirkan, serta rumah bisa ditinggali selama-lamanya, bahkan diwariskan atau diinvestasikan.
Generasi milenial merupakan market yang besar bagi sektor properti di tanah air dengan jumlah mencapai 81 juta jiwa atau 30 persen dari jumlah penduduk (Medcom, 2019).Â
Menurut para ahli, milenial adalah generasi yang lahir antara tahun 1980 hingga 2000. Dilihat dari rentang usia, berarti pada tahun 2020 generasi milenial berusia 20 hingga 40 tahun, yang merupakan usia produktif.Â
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2017, tercatat bahwa secara nasional, persentase keluarga milenial yang memiliki rumah sebesar 59,2% (Lokadata, 2018).Â
Namun angka tersebut mengecil bila dilihat hanya dalam lingkup kota besar, seperti Surabaya yang hanya sebesar 26%, bahkan 13% di Jakarta Pusat sebesar (Lokadata, 2018). Hal tersebut dapat mengindikasikan betapa sulitnya untuk menggapai rumah impian di kota metropolitan.Â
Menurut Country General Manager Rumah123.com, Ignatius Untung, penyebab sulitnya milenial metropolitan dalam mewujudkan rumah impian ditengarai oleh ketidaksenadaan kenaikan harga properti dengan kenaikan upah/gaji (Akurat, 2018).Â
Di belahan bumi manapun, harga properti meroket lebih cepat dibandingkan kenaikan gaji. Seringkali kita melihat iklan properti di TV, "Senin depan harga naik", padahal belum tentu tahun depan gaji naik.