Pendidikan merupakan aspek penting bagi seseorang dalam kehidupan bernegara. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Pendidikan juga merupakan merupakan suatu hak dan kewajiban dari setiap orang. Hak dan kewajiban dari seseorang untuk mendapatkan pendidikan terdapat di pasal Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
Pasal 31
Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Ini mengartikan bahwa sudah menjadi hak dan kewajiban bagi setiap orang tanpa pengecualian untuk mendapatkan dan menempuh  pendidikan. Serta pembiayaan pendidikan warga Indonesia wajib ditanggung oleh pemerintah.
Setelah mengetahui hak dan kewajiban mendapatkan pendidikan, kita perlu mengetahui keselarasan pendidikan dengan zaman yang sudah ada. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita akan dan sudah mulai memasuki zaman Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 merupakan zamandimana semua dilakukan secara digital termasuk dalam sektor industri.
Dalam sektor industri 4.0, akan banyak kegiatan industri yang mulanya dilakukan masih mengandalkan tenaga manusia akan beralih ke tenaga mesin digital dan berteknologi canggih, sehingga berpotensi menggeser peran tenaga manusia di sektor industri. Untuk menjawab tantangan itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim bersama dengan tim meluncurkan program pendidikan "Merdeka Belajar: Kampus Merdeka". Program Kampus Merdeka sendiri dibuat untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) sehingga mempunyai talenta yang adaptif di zaman Revolusi Industri 4.0.
Dalam hal ini, perguruan tinggi mempunyai kontribusi yang besar dikarenakan mahasiswa merupakan ujung tombak untuk kemajuan suatu negara. Perguruan Tinggi dituntut untuk merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang inovatif agar mahasiswa dapat meraih capaian pembelajaran secara optimal. Mahasiswa diberikan kebebasan mengambil sks pembelajaran di luar program studi selama tiga semester, yang dapat diambil dari luar program studi dalam satu Perguruan Tinggi (PT) dan/atau di luar PT (Kartodihirdjo, 2020).
Pembelajaran dalam program Kampus Merdeka di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel akan menciptakan kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa yang mana menerapkan sistem pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student centered learning).
Program pembelajaran Kampus Merdeka memberikan tantangan dan kesempatan untuk pengembangan kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan melalui kenyataan dan dinamika lapangan seperti persyaratan kemampuan, interaksi sosial, kolaborasi, manajemen diri, tuntutan kinerja, target dan pencapaiannya. Program kampus merdeka mempunyai empat poin besar kebijakan yang menjadi sorotan.
Poin-poin tersebut antara lain kemudahan pembukaan program studi baru, perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan perguruan tinggi menjadi badan hukum, dan hak belajar mahasiswa selama tiga semester di luar program studi (Huba, 2020).
A. Hak mahasiswa untuk mengambil paling banyak 3 semester di luar program studi
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi pasal 18 ayat 3 huruf b dan c yang menyebutkan bahwa :
Pasal 18
Fasilitasi oleh Perguruan Tinggi untuk pemenuhan masa dan beban belajar dalam proses Pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan cara sebagai berikut:
b. 1 (satu) semester atau setara dengan 20 (dua puluh) satuan kredit semester merupakan Pembelajaran di luar Program Studi pada Perguruan Tinggi yang sama; dan
c. paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester merupakan:
1. Pembelajaran pada Program Studi yang sama di Perguruan Tinggi yang berbeda; 2. Pembelajaran pada Program Studi yang berbeda di Perguruan Tinggi yang berbeda; dan/atau 3. Pembelajaran di luar Perguruan Tinggi.
Dalam pasal pasal tersebut mengartikan bahwa  mahasiswa berhak mengambil mata kuliah di luar program studi di luar PT sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS (Satuan Kredit Semester) ditambah dengan satu semester yang dapat diambil oleh mahasiswa di PT yang sama dengan program studi yang berbeda. Dengan kata lain, mahasiswa wajib mengambil 5 semester program studi asal dari total 8 semester.
Berdasarkan gambar di atas, mahasiswa memiliki hak memilih 8 kegiatan pembelajaran di luar kampus. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain magang/praktik kerja yang wajib dibimbing oleh dosen, proyek desa yang dilakukan bersama aparatur desa, mengajar di sekolah yang dibimbing oleh dosen dan difasilitasi oleh Kemendikbud, pertukaran pelajar yang dibimbing oleh dosen dan kampus asal, penelitian yang dapat dilakukan bersama lembaga riset, kegiatan wirausaha yang wajib dibimbing oleh dosen, proyek kemanusiaan yang wajib disetujui oleh pihak kampus, dan proyek independen yang wajib dibimbing oleh dosen.
Poin penting yang harus dicermati adalah bahwasanya mahasiswa dapat memilih antara ingin melanjutkan studi di program studi asal atau ingin melakukan 8 kegiatan di atas. Dalam kebijakan ini, tentunya terdapat masing-masing kelebihan dan kekurangan menurut penulis.
Kebijakan program Kampus Merdeka ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu mahasiswa akan lebih siap untuk menghadapi dunia pekerjaan.Â
Dalam program ini, tidak hanya  menekankan mahasiswa untuk menguasai teori saja, tetapi juga ada praktek untuk terjun ke lapangan secara langsung yang membuat mahasiswa atau pelajar itu bisa berkontribusi di bidangnya secara lebih efektif ketika sudah bekerja nantinya.
Pemikirannya pun pasti jadi lebih matang dan siap untuk mengaplikasikan ke dunia pekerjaan. Kebijakan ini juga merupakan suatu respon dalam bentuk adaptasi perubahan zaman Revolusi Industri 4.0 untuk menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan adaptif (Utama, 2020).
Namun, menurut pengamat pendidikan, Darmaningtyas, kebijakan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu  dengan adanya kebijakan tersebut, Perguruan Tinggi berpotensi hanya akan melahirkan manusia-manusia pekerja. Kebijakan ini dinilai hanya berorientasi seolah olah mahasiswa setelah lulus akan diarahkan langsung ke dunia pekerjaan (Heri, 2020).Â
Selain itu, kebijakan ini berpotensi bagi perusahaan yang ingin menyalahgunakan program tersebut dengan mengambil tenaga kerja yang murah dikarenakan banyaknya mahasiswa yang magang. Akan terjadi eksploitasi tenaga kerja terhadap mahasiswa sehingga mengancam masa depan mahasiswa itu sendiri.
Oleh karena itu, harus adanya pengaturan yang jelas bagi perusahaan yang membuka program magang. Kebijakan ini juga dinilai akan mengganggu lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja asli dikarenakan akan banyaknya mahasiswa yang magang. Masalah lainnya adalah terkait penyesuaian pada kurikulum masing-masing program studi. Perombakan yang besar akan terjadi mengingat bahwa kompetensi dalam pengetahuan juga wajib dipertimbangkan (Gerald, 2020).
B. Kemudahan Kampus Untuk Membuka Program Studi Baru
Dalam kampus merdeka juga terdapat poin kebijakan lain yang menjadi sorotan, yaitu adalah kemudahan kampus untuk membuka program studi baru bagi Perguruan Tinggi. Kebijakan ini dibuat karena Nadiem Makarim melihat masalah yang terjadi di perguruan tinggi adalah rumitnya sistem birokrasi dalam pembuatan prodi baru sedangkan dunia terus berkembang secara pesat, yang memunculkan berbagai bidang baru.
Indonesia akan kesulitan untuk mengikuti perkembangan tersebut karena untuk membuka jurusan di bidang yang baru saja membutuhkan waktu dan tahap yang amat rumit dan lama. Kebijakan ini sudah diatur dalam Permendikbud No. 7 Tahun 2020 pasal 36 Â ayat 1 Â Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta, yang menyebutkan bahwa "Perguruan tinggi yang telah memiliki akreditasi dengan peringkat Baik Sekali atau Unggul dapat membuka Program Studi baru melalui kerja sama".
Hal ini mengartikan bahwa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Negeri Swasta (PTS) yang berakreditasi A dan B dapat membuka program studi baru.
Pembukaan program studi dapat dilakukan oleh PTN dan atau PTS dengan syarat apabila telah melakukan kerjasama dengan mitra perusahaan, organisasi nirlaba (Non-profit), institusi multilateral, atau universitas Top 100 ranking QS.
Sebelumnya, yang bisa membuka program studi baru hanya kampus yang sudah berbadan hukum (PTN BH) yang jumlahnya 11, per April tahun 2019.
Program ini juga tidak diperuntukkan bagi prodi bidang kesehatan (kedokteran, farmasi, keperawatan, dll) dan pendidikan. Pembukaan prodi baru yang tengah diajukan oleh PT berakreditasi A dan B akan otomatis mendapatkan akreditasi C dari BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi) (Bernie, 2020).
Dalam hal ini kerja Kemendikbud dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Kemudian Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan (Huba, 2020).
Dalam kebijakan ini, akan munculnya kelebihan dan tantangan yang akan dihadapi pihak kampus. Kelebihan adanya kebijakan ini adalah kampus dapat menyesuaikan zaman Revolusi Industri 4.0 dengan cara membuka program studi yang berkaitan erat dengan zaman tersebut.
Dalam pembukaan prodi yang menyesuaikan dengan perubahan era, akan terciptanya sumber daya manusia yang adaptif dan handal di bidangnya sehingga Indonesia akan mampu mengikuti perkembangan zaman tersebut.
Namun, terdapat pula tantangan yang akan dihadapi, yaitu belum semua industri mau dan mampu menyerap tenaga kerja lulusan dari prodi baru. Â Jika pun bisa hanya sebagian kecil dari lulusan (Uit, 2020).
Tantangan lainnya adalah pihak kampus perlu  mencari mitra yang dapat berkolaborasi dalam pembuatan  kurikulum, menyediakan praktik kerja (magang) dan  penyerapan lapangan kerja dalam bentuk penempatan kerja  setelah lulus. Tentu saja itu bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan dengan mudah. Menjadi sebuah pertanyaan apakah kampus mampu melakukan persiapan penerapan Kampus Merdeka dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun?
C. Â Â Â Â Perubahan Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi
Dalam kebijakan Kampus Merdeka terdapat poin penting lain yang patut dicermati, yaitu adanya perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi. Kebijakan perubahan sistem akreditasi ini sudah tertuang di Permendikbud No. 5 Tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi.
Kebijakan ini dibuat karena Nadiem melihat bahwa Waktu yang dibutuhkan untuk menyetujui akreditasi memerlukan waktu yang lama, oleh karena itu, Nadiem memutuskan, bagi yang sudah mendapat akreditasi A secara nasional, tidak perlu lagi di akreditasi, sedangkan untuk kampus yang berakreditasi B dan C, dapat mengajukan peningkatan secara suka rela kalau mereka sudah siap untuk itu. Sehingga kampus yang sudah berakreditasi A, dapat fokus untuk mendapatkan akreditasi yang lebih tinggi, yaitu akreditasi Internasional (Gerald, 2020).
- Program Kampus Merdeka ini memiliki 8 poin penting terkait perubahan sistem akreditasi, 8 poin tersebut adalah (Adit, 2020).
- Semua perguruan tinggi dan prodi wajib melakukan proses akreditasi setiap 5 tahun,
- Akreditasi yang sudah ditetapkan oleh BAN-PT tetap berlaku selama 5 tahun dan akan diperbaharui secara otomatis.
- Perguruan Tinggi yang terakreditasi B atau C dapat mengajukan kenaikan akreditasi kapanpun secara sukarela,
- Untuk proses akreditasi dapat berjalan sampai dengan 170 hari (Perguruan Tinggi) dan 150 hari (prodi).
- Pada arahan kebijakan baru ini, untuk peninjauan kembali akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ada indikasi penurunan mutu, misalnya: Adanya pengaduan masyarakat (disertai dengan bukti yang konkret), Jumlah pendaftar dan lulusan dari PT/prodi tersebut menurun secara drastis lima tahun berturut-turut.
- Nantinya, akreditasi A akan diberikan bagi prodi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan melalui Keputusan Menteri.
- Sedangkan pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali.
- Tracer study (studi penelusuran alumni) wajib dilakukan setiap tahun untuk melihat sejauh mana terserapnya mahasiswa di dunia kerja.
Berdasarkan poin poin tersebut, kebijakan ini mempunyai kelebihan. Kelebihannya adalah adanya kesempatan bagi perguruan tinggi untuk memperbaiki nilai akreditasinya dengan mekanisme yang sudah dibuat. Dengan re-akreditasi menjadi sebuah hal yang tidak mengikat tentu ini tidak akan membuat perguruan tinggi untuk bersusah payah menyiapkan akreditasi dikarenakan re-akreditasi bersifat otomatis.
Semua elemen tenaga pendidikan yang berada di kampus dapat lebih fokus untuk memajukan sektor pendidikan tanpa perlu sibuk mengurusi akreditasi karena sistem penilaian akreditasi sudah otomatis diperpanjang tiap lima tahun selama tidak adapenurunan indikator mutu atau perubahan program secara signifikan  (Huba, 2020).
D. Kebebasan Menjadi PTN BH (Berbadan Hukum)
Poin besar lainnya yang terdapat di program Kampus Merdeka adalah kebebasan PTN, Â Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN BH. PTN BH adalah perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh pemerintah yang berstatus sebagai badan hukum publik yang otonom.
PTN BH mempunyai otonomi lebih untuk mengatur diri mereka sendiri dengan tujuan perguruan tinggi tersebut memiliki kebebasan dalam menyelenggarakan rumah tangganya sehingga bantuan dari pemerintah nantinya akan dikurangi, terutama misalnya dari suntikan dana yang diberikan pemerintah. Kebijakan PTN untuk menjadi PTN BH diatur dalam Permendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri.
Berdasarkan buku panduan program Kampus Merdeka, terdapat hal-hal penting terkait poin ini, yaitu pertama, Dipermudah jadi PTN BH. Jika dilihat situasi saat ini, untuk menjadi PTN BH, maka PTN status akreditasinya harus A. Namun pada arah kebijakan yang baru ini, persyaratan untuk menjadi PTN BH akan dipermudah. Ini berlaku bagi PTN BLU dan Satker.
Kedua, PTN BLU dan Satker dapat mengajukan perguruan tingginya untuk menjadi Badan Hukum tanpa ada akreditasi minimum. Sebelumnya, mayoritas prodi PTN harus terakreditasi A sebelum menjadi PTN BH. Ketiga, PTN bisa mengajukan permohonan menjadi Badan Hukum kapanpun, jika merasa sudah siap.
Sebelumnya, terdapat beberapa ketentuan persyaratan dan waktu untuk menjadi PTN BH. Kebijakan ini dibuat salah satunya adalah karena di PTN BLU dan Satker kurang memiliki fleksibilitas finansial dan kurikulum dibandingkan PTN BH.
Namun, poin ini juga menuai banyak kontroversi dari berbagai masyarakat. Salah satunya  ialah akan terjadinya Pembagian fokus dalam birokrasi yang awalnya mungkin hanya berfokus kepada pendidikan hingga menjadi dua cabang fokus yaitu pendidikan dan unit usaha yang menyokong keuangan kampus sehingga bagi PTN yang baru menjadi PTN BH membutuhkan adaptasi yang sangat besar untuk menyesuaikan kebijakan ini. Selain itu, akan terjadi juga komersialisasi pendidikan sehingga menimbulkan ketakutan dikalangan mahasiswa terutama mahasiswa yang memiliki kekurangan ekonomi, sebab ketika sebuah PTN BH gagal dalam keuangan mereka (defisit) otomatis jalan terdekat untuk kembali menstabilkan keuangan nya ialah melalui UKT mahasiswa. Kemerdekaan belajar yang dimaksud oleh menteri terhadap kampus pada akhirnya hanya akan menjadi bias. Kita perlu ingat bahwa unsur dari kampus itu juga terdapat mahasiswa. Oleh sebab itu ketika mengatakan kampus merdeka maka setiap unsur dari kampus itu sendiri harus merdeka pula, termasuk mahasiswa didalamnya.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa program Kampus Merdeka mempunyai 4 poin penting yang patut disorot. Empat poin itu pun memiliki kelebihan dan kelemahannya masing masing. Banyak pihak yang menilai Program Kampus Merdeka tidak dapat diterapkan ke seluruh kampus di Indonesia karena adanya ketimpangan antar kampus baik di bidang fasilitas, teknologi, ekonomi, maupun ilmu pengetahuan. Hal tersebut dinilai akan mempengaruhi program Kampus Merdeka menjadi tidak maksimal. Namun banyak pula pihak yang setuju akan program Kampus Merdeka ini dikarenakan sesuai dengan kebutuhan perubahan zaman Revolusi Industri 4.0 sehingga melalui program ini diharapkan terciptanya sumber daya manusia yang adaptif dan unggul (Gerald, 2020).
Program Kampus Merdeka harus ditinjau lebih lanjut dengan hati-hati dan cermat karena apa yang menjadi visi dan misi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim adalah hal yang baik dan dapat menjadi gerakan revolusioner bagi pendidikan Indonesia jika dijalankan dengan baik dan penuh perhatian.
Tetapi jika program tersebut dijalankan terburu-buru tanpa memperhitungkan aspek yang ada, maka program yang tadinya penuh dengan optimisme dan harapan akan menjadi mimpi buruk bagi negara Indonesia. Sudah seharusnya kita sebagai masyarakat yang beradab wajib untuk mengkritisi dan mengawal kebijakan kebijakan pemerintah agar tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Oleh: Bima Nugroho| Geologi 2019 | Staf Departemen Kajian Strategis BEM UI 2020
***
Referensi
Adit. 2020. 9 Rangkuman Seputar Re-akreditasi Bersifat Sukarela di Kampus Merdeka. Diakses pada 7 Mei 2020. edukasi.kompas.com
Bernie, Muhammad. 2020. Mahasiswa Tanggapi Kebijakan Kampus Merdeka Ala Nadiem Makarim. Diakses pada 7 Mei 2020. tirto.id
Gerald, Theo. 2020. Kampus Merdeka, Gerakan Revolusioner yang Penuh Pro dan Kontra. Diakses pada 7 Mei 2020. kompasiana.com
Heri. 2020. Mencermati Plus Minus Kebijakan Kampus Merdeka. Diakses pada 7 Mei 2020. radioidola.com
Huba, 2020. Kampus Merdeka : Diantara Pro Kontra dan Sebuah Jalan Perbaikan Menuju Mutu Perguruan Tinggi Indonesia. Diakses pada 7 Mei 2020. pasundanekspres.co
Kartodihirdjo, Hariadi. Kampus Merdeka Nadiem Makariem, Untuk Apa?. Diakses pada 7 Mei 2020. forestdigest.com
Uit. 2020. Kampus Merdeka ala Nadiem: Akan Menghancurkan atau Menguatkan Kampus?. Diakses pada 7 Mei 2020. uittoday.com
Utama, Verdika Rizky.. 2020. Siapkan Mahasiswa di Dunia Kerja, Tujuan Kampus Merdeka. Diakses pada 7 Mei 2020. matamatapolitik.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI