Mohon tunggu...
Wartakastrat
Wartakastrat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kastrat

Dalam upaya publikasi atau ekspansi informasi guna meningkatkan pengetahuan masyarakat, Departemen Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) membentuk suatu fungsi yang bernama Wartakastrat. Fungsi ini bergerak dalam bidang penulisan artikel atau kajian populer yang dipublikasikan melalui media berita online.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Terapi Sel Punca (Stem Cells) sebagai Pengobatan Masa Depan

22 November 2023   16:44 Diperbarui: 22 November 2023   16:53 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Penelitian mengenai terapi sel punca telah berkembang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Terapi ini, dianggap sebagai batas akhir (final frontier) pengobatan berbagai penyakit yang ada di dunia kini. Namun, pemanfaatan sel punya sebagai terapi kedokteran menimbulkan beberapa pro kontra. Terapi sel punca dianggap melanggar status moral dari embrio. Namun, di lain sisi dapat menjadi harapan yang baik bagi pengobatan berbagai penyakit di masa depan (Alwi, 2013).

Sel punca merupakan sel yang mampu memperbaharui diri (self--renewal) atau mampu berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel dalam tubuh makhluk hidup. Sel punca bersifat belum terspesialisasi (unspecialized), memiliki plastisitas, dan dapat diisolasi untuk kepentingan terapi dengan metode transplantasi atau implantasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sel punca berpotensi besar mengobati berbagai penyakit seperti penyakit degeneratif, autoimun, dan onkologi. Sel punca dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis; sel punca totipotent, pluripotent, multipotent, olugopoten, dan unipotent. 

Sel punca totipoten mampu berdiferensiasi menjadi sel apapun dalam suatu makhluk hidup, hal ini berbeda dari sel punca pluripoten yaitu sel punca yang memiliki kemampuan dalam membentuk jaringan ekstraembrional, seperti plasenta. Sel punca unipoten memiliki karakteristik yaitu hanya mampu berdiferensiasi menjadi satu jenis sel. 

Sel punca berasal dari sumsum tulang (bone marrow) dan merupakan sel punca hematopoietic (hematopoietic stem cells/ HSC). Pada sel sumsum tulang belakang dewasa mengandung sel punca mesenkimal (mesenchymal stemm cells/ MSC). HSC akan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah, sedangkan MSC berdiferensiasi menjadi lemak, tulang, kartilago (Mianehsaz et al., 2019).

Kemampuan sel punca dalam berdiferensiasi dan memperbaharui diri merupakan dasar mekanisme kerja terapi sel punca dalam mengobati berbagai penyakit. Mekanisme kerja terapi sel punca bergantung pada jenis penyakit, pada penyakit neurodegenerative termasuk cedera medulaspinalis, terapi sel punca bertujuan untuk menggantikan sel-sel saraf yang mengalami gangguan fungsional dengan sel-sel saraf baru yang memiliki fungsi yang baik. 

Pada penyakit diabetes melitus dimana terdapat gangguan pada sel beta pankreas yang gagal memproduksi hormon insulin, sel punca jenis pluripoten bertujuan untuk menggantikan sel beta di pankreas sehingga dapat memperbaiki fungsi sel beta untuk memproduksi insulin sehingga kadar gula darah tubuh dapat diatur. 

Dalam bidang hematologi dan onkologi, sel punca jenis multipoten digunakan untuk mengobati keganasan darah seperti leukimia, limfoma, multiple myeloma. Mekanisme kerja yang dimanfaatkan adalah sistem hematopoietik yaitu sel punca yang berdiferensiasi secara bertahap. 

Pada keganasan sel darah, sel punca yang diberikan ini mampu berdiferensiasi menjadi eritrosit, megakariosit, limfosit, dan sel darah lainnya. Pada penyakit parkinson yang ditandai dengan penurunan neuron dopamine secara cepat, sel punca diberikan untuk menggantikan kehilangan neuron dopaminergik tersebut (Aly, 2020).

Terlepas dari begitu banyak manfaat sel punca dalam pengobatan berbagai penyakit, terdapat kontroversi mengenai pemanfaatan sel punca ini. Kontroversi ini pertama kali muncul sejak pertama kali human embryonic cells (hESC) diisolasi dengan metode kultur dari embrio yang merupakan sisa embrio yang disumbangkan oleh pasangan pasien infertilitas pada tahun 1998. Kontroversi ini timbul karena kekhawatiran publik akan dampak negatif sains yang mungkin timbul akibat perkembangan ini. 

Terdapat dua pandangan akan kontroversi ini yaitu utopia dan dystopia. Kubu utopia memiliki pandangan positif tentang perkembangan ini, sedangkan kubu dystopia memiliki pandangan negatif. Kubu dystopia memiliki ideologi pro kehidupan sehingga perkembangan ini tidak sesuai dengan ideologi mereka, hal ini akibat proses panen sel punca berasal dari embrio manusia yang dihancurkan lima hari setelah fase blastosit. Mereka memegang teguh bahwa semua embrio berhak memiliki kedudukan moral yang sama dengan embrio yang telah berkembang dalam ovarium (Sagita, 2020).

Berbagai masalah bioetika mengiringi pengembangan terapi sel punca ini. Sampai saat ini, belum ada pedoman aplikasi klinis yang disetujui secara umum untuk pasien. Terdapat beberapa pedoman yang dibuat oleh International Society for Stem Cells Research (ISSCR) mengenai penggunaan klinis sel punca; (1) Standar rasio resiko atau manfaat yang akan mempengaruhi pasien harus dipertimbangkan secara seksama, untuk pembuatan dan pemrosesan sel harus melalui kesepakatan komunitas peneliti internasional, bank sel punca, dan regulator. (2) Manusia sebagai subjek klinis harus mendapatkan prosedur perlakuan yang adil, dimulai dari mendapatkan peneliti yang ahli baik secara teknis juga etis, juga pasien harus mendapatkan informasi yang lengkap mulai dari resiko yang mungkin terjadi seperti fungsi sel abnormal, tumor, hingga kanker, bahkan efek terhadap kesehatan kedepannya dalam jangka panjang (Ludwig et al., 2023). Namun, pada prakteknya, pasien sering tidak menerima informasi panduan klinis terapi sel punca secara lengkap. Keterbatasan informasi yang dimiliki pasien serta tingginya harapan pasien akan keberhasilan terapi ini, dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya menggunakan terapi ini (Ludwig et al., 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun