Mohon tunggu...
Kastrat BEMFIKES
Kastrat BEMFIKES Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kementrian Kajian dan Aksi Strategis BEM FIKES UB

Kementrian Kajian dan Aksi Strategis BEM FIKES UB memiliki salah satu program kerja Warta Kastrat yang bertujuan untuk memberikan informasi terkait isu-isu dan kajian terbaru yang berkembang di tengah lingkungan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penuh Syarat, Regulasi Aborsi akan Berakhir Manis atau Miris?

13 Agustus 2024   08:23 Diperbarui: 13 Agustus 2024   13:24 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Viral di media sosial, dunia kesehatan sedang ramai diperbincangkan dengan poin yang paling disorot adalah pemerintah yang secara resmi melegalkan praktik aborsi bersyarat atau menggugurkan kandungan bagi wanita hamil korban kekerasan seksual karena dianggap sebagai kehamilan yang tidak dikehendaki.

Mungkinkah ini sebagai kabar yang ditunggu kedatangannya? Dan bagaimana upaya agar tidak hanya tertera di atas kertas saja dan berjalan penerapannya? 

Pemerintah memperbolehkan aborsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Terdapat dua kondisi yang membolehkan praktik aborsi dalam pasal itu, yaitu:

(1) harus ada bukti surat keterangan dokter atas usia kehamilan yang sesuai dengan tindak pidana perkosaan, 

(2) harus ada keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan. 

Dari sudut pandang dunia kesehatan, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengatakan, aborsi merupakan tindakan berisiko meskipun aborsi bersyarat sudah dilegalkan oleh pemerintah. 

Tenaga medis berkompetensi harus dilibatkan dalam proses aborsi karena bila dilakukan bukan oleh tenaga medis profesional, menggunakan metode yang tidak aman, di tempat dengan fasilitas terbatas, tindakan menggugurkan kandungan bisa menyebabkan bahaya bagi tubuh wanita.

Bahaya Aborsi Bisa Berakibat di Luar Kendali seperti:

Menggugurkan kandungan bisa membuat wanita berisiko mengembangkan infeksi rahim. Bila tidak segera ditangani, infeksi tersebut bisa meningkatkan risiko kemandulan. 

Dua penelitian yang baru-baru ini diterbitkan menunjukkan bahwa aborsi yang diinduksi meningkatkan risiko kelahiran prematur pada kehamilan berikutnya, sekitar 25-27 persen.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyambut baik ketentuan aborsi bagi korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan. Mereka berharap aturan ini mempercepat pengadaan dan menguatkan akses layanan dalam rangka memastikan pemenuhan hak atas pemulihan bagi korban.

Pakar Perempuan dan Anak UM Surabaya Sri Lestari menilai pengesahan undang-undang tersebut memang selayaknya diapresiasi baik. Namun, ada beberapa hal yang penting untuk dipertimbangkan terutama untuk syarat mendapatkan keterangan penyidik yang seringkali membutuhkan waktu yang lama.

Pengamat Kesehatan, Hasbullah Thabrany menjelaskan tindakan aborsi sejak dahulu dilarang karena dianggap sebagai tindak pembunuhan. Pada prinsipnya, tindakan aborsi melanggar sumpah kedokteran di mana menghargai kehidupan sejak pembuahan.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyebut bahwa legalisasi aborsi berpotensi disalahgunakan karena banyak celah. Salah satunya melalui suap. Seringkali juga dewan pertimbangan justru menjadi kendala yang dapat menyebabkan korban takut untuk memutuskan aborsi.

PR utama pemerintah adalah melakukan perbaikan di lini fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan aborsi yang aman. Selain itu juga perlu melakukan sosialisasi serta koordinasi di semua lini termasuk kepolisian, kementerian, dan lembaga lainnya agar kebijakan ini kelak tidak sekadar menjadi pepesan kosong belaka dan berdampak nyata adanya.

Namun, di tengah merebaknya kasus-kasus kepolisian yang tak kunjung padam akankah undang-undang ini berjalan sesuai aturan?

Apalagi dengan rumitnya persyaratan, bukankah undang-undang yang dikeluarkan masih menjebak korban dalam kebijakan yang terlalu penuh syarat dan batasan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun