"September hitam" adalah istilah yang digunakan oleh berbagai lembaga, pengamat, dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) untuk menggambarkan beberapa peristiwa tragis yang terjadi pada bulan September. Hingga saat ini, negara belum berhasil menyelesaikan masalah ini secara adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip HAM. Meskipun beberapa kasus telah menjalani proses peradilan, namun kebenaran dan bantuan pemulihan untuk korban masih terbengkalai.
Bulan September telah menjadi saksi bagi serangkaian peristiwa tragis yang mengguncang tanah air, meninggalkan luka yang mendalam bagi sejarah Indonesia. Berikut rentetan peristiwa kelam yang terjadi pada bulan September :
1. Peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI) pada tahun 1965
Tragedi '65 di Indonesia adalah momen kelam dalam sejarah yang dimulai pada 30 September 1965, ketika Gerakan 30 September (G30S) menculik dan membunuh enam jenderal TNI dalam upaya untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno. Hal ini mengakibatkan kekacauan dalam struktur kekuasaan militer dan politik. Setelah kudeta gagal ini, terjadi pembantaian massal terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan simpatisannya di berbagai wilayah, dengan ribuan hingga jutaan kematian, terutama di Pulau Jawa dan Bali.
Kasus ini masih kontroversial, dengan banyak pertanyaan tentang identitas dan motif di balik G30S, serta kemungkinan keterlibatan aktor luar. Dampak politik dan sosial dari peristiwa ini masih terasa hingga saat ini, mengingatkan tentang perpecahan dan kekerasan yang pernah melanda Indonesia. Tragedi '65 tetap menjadi salah satu momen tersulit dalam sejarah bangsa ini meskipun telah berlalu lebih dari setengah abad.
2. Peristiwa Tanjung Priok
Kerusuhan tersebut bermula dari penerapan kebijakan asas tunggal Pancasila yang bertujuan untuk menjaga stabilitas pemerintahan Orde Baru. Pada akhir tahun 1960-an hingga awal tahun 1970-an, rezim ini mulai menindas komunitas Islam guna memenangkan pemilu. Dalam insiden tersebut, dilaporkan terdapat 24 korban tewas dan 54 orang lainnya mengalami luka-luka, termasuk anggota militer. Sementara itu, warga Tanjung Priok memperkirakan bahwa sekitar 400 orang tewas atau hilang dalam peristiwa tersebut.
3. Tragedi Semanggi II
Tragedi Semanggi II terjadi pada tanggal 24 hingga 28 September 1999 di Jakarta, ketika demonstrasi damai oleh mahasiswa dan aktivis yang menuntut perubahan politik dan perbaikan pemerintahan berubah menjadi pertempuran sengit dengan aparat keamanan di sekitar Jembatan Semanggi. Demonstran mengecam korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan tindakan sewenang-wenang aparat keamanan. Tragedi ini mengakibatkan kematian dan cedera serius di antara peserta demonstrasi.
Tragedi Semanggi II menjadi titik penting dalam perjalanan Indonesia menuju reformasi politik dan sosial. Hari ini, Tragedi Semanggi II dianggap sebagai bagian dari sejarah Indonesia yang memupuk semangat untuk mencapai perubahan yang lebih baik dan mendorong pemerintahan yang transparan, adil, dan berkeadilan. Peristiwa ini menekankan pentingnya perubahan yang damai, mendorong kita untuk mencapai masa depan yang lebih cerah untuk Indonesia.
4. Pembunuhan Munir
Pada tanggal 7 September 2004, Indonesia kehilangan aktivis hak asasi manusia terkemuka, Munir Said Thalib, dalam perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam. Munir, pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dikenal karena perjuangannya melawan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.
Munir meninggal akibat keracunan arsenik yang disuntikkan ke minumannya dalam pesawat Garuda Indonesia. Meskipun pelaku pembunuhan dihukum, banyak yang meyakini ada aktor-aktor di balik layar yang terlibat. Peristiwa ini menyoroti pentingnya melindungi aktivis hak asasi manusia yang berbicara demi keadilan.Kehilangan Munir mengingatkan kita akan komitmen untuk terus memperjuangkan hak asasi manusia di Indonesia. Pembunuhan Munir adalah pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan dan kemanusiaan harus berlanjut, dan kebenaran harus selalu diungkapkan, terlepas dari rintangan apa pun.
5. Aksi Demonstrasi Reformasi Dikorupsi
Ratusan mahasiswa berkumpul di depan Gedung DPR RI untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka terhadap persetujuan revisi Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Demonstrasi ini melibatkan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan awalnya hanya berlangsung di Jakarta. Namun, kemudian protes ini menyebar ke berbagai wilayah lain di Indonesia, menjadi aksi protes yang bersifat nasional. Selama rangkaian aksi ini, terjadi insiden kerusuhan antara aparat kepolisian dan peserta demonstrasi yang terekam dan tersebar melalui berbagai platform media sosial. Dalam beberapa video yang beredar, jelas terlihat polisi melakukan tindakan kekerasan, seperti pukulan, tendangan, dan melemparkan objek tumpul ke arah para demonstran.
Aspek Yuridis : UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Penghormatan HAM
Jika dilihat pada aspek yuridis, hukum di Indonesia telah menjamin dan mengakui penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. disebutkan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Selain itu, HAM juga dengan jelas dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), yaitu dalam Pasal 27 hingga Pasal 34.
Fakta di Lapangan Mengenai Penegakkan dan Penghormatan HAM
Namun, kenyataannya penegakan HAM di Indonesia belum mencapai tingkat optimal. Banyak kasus pelanggaran HAM yang penyelidikannya masih tertunda hingga saat ini, termasuk dalam daftar kasus-kasus September Hitam. Bahkan ada kasus yang mendekati atau bahkan telah melewati batas waktu penuntutannya. Hal ini menimbulkan rasa kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum di Indonesia, dan juga menimbulkan persepsi bahwa pemerintah kurang cepat dan serius dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM.
Peristiwa "September Hitam" ini mencerminkan tantangan dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia dan telah menimbulkan kekecewaan serta kritik terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum karena dinilai lamban dalam menangani pelanggaran HAM. Dalam sejarah Indonesia, peristiwa "September Hitam" menjadi pengingat akan perlunya reformasi dan peningkatan dalam penegakan HAM untuk mencapai keadilan yang lebih baik di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H