Pemerintah Sekarang Anti Kritik?
Untuk memperbaiki dan meningkatkan pembangunan suatu daerah, pemerintah membutuhkan dukungan masyarakat.Â
Dukungan itu bukan hanya dalam bentuk sikap sejalan, tetapi juga dalam bentuk kritik yang membangun. Akibatnya, pemerintah harus terbuka untuk menerima kritik konstruktif dari publik. Jika masyarakat tidak mendukung, pembangunan tidak akan dilakukan dengan baik.
Akan tetapi, baru-baru ini publik digemparkan atas sikap arogansi yang dipertontonkan Pemprov dan Gubernur Lampung hanya memperlihatkan sikap anti kritik dan anti demokrasi.Â
Pendapat Tokoh Terkait Sikap Pemerintah Lampung
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai tindakan arogansi terhadap para pengkritik akan membunuh iklim komunikasi publik.
"Pemerintah jangan anti kritik. Justru seharusnya kritik yang disampaikan menjadi perhatian sebab hal tersebut bagian dari keluhan masyarakat dan juga kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan," kata LaNyalla pada Selasa (18/4/2023).
"Jika setiap kritik dianggap sebagai berita hoax dan anti pemerintah, akan melahirkan sikap apatis yang berdampak pada kemunduran dan maraknya kebobrokan serta semakin tingginya dugaan korupsi," paparnya.
Tiktok : "Alasan Kenapa Lampung Gak Maju-Maju"
Kasus ini bermula saat Bima mengunggah video "Alasan Kenapa Lampung Gak Maju-maju" pada 7 April 2023 di TikTok. Ada empat hal yang Bima sorot dalam video berdurasi 3 menit 28 detik itu.Â
Bima Yudho Saputro, pemilik akun Tiktok @awbimaxreborn, melontarkan sejumlah kritik kepada Pemerintah Lampung bahwa ada beberapa faktor yang membuat Lampung tidak maju-maju. Ia mengatakan soal infrastruktur yang terbatas, tata kelola yang lemah, masalah  pendidikan serta daerah lampung yang terlalu bergantung pada sektor pertanian.
Pemuda di Era Demokrasi Digital
Menurut pengamat media sosial Institute for Digital Democracy (IDD), Bambang Arianto, menilai kritikan yang dilakukan Bima merupakan hal yang wajar di era demokrasi digital.Â
Aksi protes di era demokrasi digital melalui media sosial itu perlu untuk dikampanyekan agar terjadi pengawasan secara aktif terhadap jalannya pemerintah daerah. Pengawasan ini nantinya akan berguna sebagai saran atau kritik terhadap jalannya pemerintahan.
Kritik Tidak Ditindaklanjuti, Justru Diksi "Dajjal" Disoroti
Video tersebut menimbulkan pro dan kontra terdapat beberapa pihak yang pro dengan pendapat bima dan sebagian lagi keberatan atas tindakan Bima tersebut, seperti salah satu pengacara yaitu Gindha Ansori Wayka yang melaporkan Bima ke Polda Lampung terkait dugaan pelanggaran UU ITE.Â
Alih-alih menindaklanjuti kritik yang diutarakan Bima, Pengacara tersebut justru melaporkannya karena kalimat "Gue berasal dari provinsi yang satu ini Dajjal".Â
Kata "Dajjal" yang dimaksud Gindha diucapkan Bima sewaktu memperkenalkan diri di awal video. Gindha mengaku keberatan dengan penggunaan kata tersebut, Hal itulah yang mendasari pengacara tersebut melaporkan Bima ke Polda Lampung.Â
Pelanggaran UU ITE Tidak Terbukti, Polda Menyatakan Pengusutan Dihentikan
Saat ini polisi telah menghentikan kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang menyeret Bima Yudho Saputro.Â
Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Kepolisian Daerah (Polda) Lampung, Komisaris Besar (Kombes) Zahwani Pandra Arsyad, polisi tidak menemukan unsur pidana dalam laporan tersebut. Ia juga membenarkan pengusutan kasus itu telah dihentikan oleh penyidik Cybercrime.
Bagaimana Seharusnya Pemerintah dalam Menyikapi Kritik?
Pada era demokrasi digital, setiap orang memiliki hak yang sama untuk bisa melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan yang timpang, asalkan itu bukan ujaran kebencian.
Artinya, para pejabat publik di daerah sejatinya harus berani legowo untuk bisa menerima berbagai kritikan dan bukan justru anti kritik.
Pengamat media sosial Institute for Digital Democracy (IDD), Bambang Arianto menyebut bahwa bagi para pejabat daerah hendaknya tidak terlalu alergi dengan kritikan publik terutama para warganet. Asalkan kritikan tersebut memiliki bukti yang jelas sebaiknya ditampung dan didengarkan. Sebab, bila pejabat daerah masih mengedepankan sikap anti kritik di era media sosial, tentu akan bisa menjadi bumerang bagi mereka.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H