Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FEB UNAIR
KASTRAT BEM FEB UNAIR Mohon Tunggu... Administrasi - departemen kastrat

Kajian dan opini suatu isu oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEB UNAIR

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

730 Tahun Surabaya: Catatan Kritis Eksploitasi Anak Jalanan di Surabaya

30 Mei 2023   18:41 Diperbarui: 30 Mei 2023   18:49 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki kondisi perekonomian yang kurang stabil, ditambah dengan permasalahan urbanisasi yang menimbulkan berbagai permasalahan sosial di kota-kota besar seperti Surabaya. Permasalahan sosial yang muncul sebagai akibat kondisi perekonomian salah satunya perkembangan jumlah anak jalanan. Kehadiran anak jalanan yang jumlahnya meningkat, semakin mencemaskan, karena menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap penertiban, kebersihan, keamanan, serta keindahan kota. Anak jalanan merupakan anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat tempat umum lainnya. 

Permasalahan anak jalanan merupakan permasalahan sosial yang cukup sulit untuk terpecahkan, khususnya di kota-kota besar, karena biasanya menyangkut permasalahan struktural. Umumnya permasalahan anak jalanan dikaitkan terhadap kondisi kemiskinan yang ada di keluarganya. Di sisi lain apabila jumlah anak jalanan semakin besar maka semakin besar pula jumlah masyarakat yang menjadi tanggungan masyarakat dan pemerintah. Anak jalanan juga merupakan generasi muda yang seharusnya dipersiapkan untuk mengisi pembangunan dan berperan sebagai tulang punggung keberlangsungan bangsa. Bila generasi muda tidak bisa diandalkan dikarenakan mereka hidup sebagai anak jalanan, maka keberlangsungan kehidupan bangsa juga akan terganggu. 

Permasalahan anak jalanan dapat menyebabkan permasalahan di berbagai sektor. Tak jarang, menjadi anak jalanan juga menimbulkan permasalahan pada anak jalanan itu sendiri, seperti mendapatkan kekerasan, eksploitasi, dan kurangnya kasih sayang orang tua. Anak jalanan juga sering terpaksa untuk putus sekolah dan tidak dapat melakukan aktivitas sebagaimana yang dilakukan oleh teman seumuran dia, sehingga mempengaruhi perkembangan psikis. Anak jalanan rentan untuk mengalami eksploitasi, baik dari orang tua ataupun dari pihak lain, seperti mandor dan pemilik usaha tempat anak jalanan bekerja, dikarenakan dengan usia yang masih di bawah umur, mereka belum memiliki pemikiran yang matang mengenai upah dan tidak memiliki nilai tawar yang tinggi seperti orang dewasa pada umumnya. Situasi krisis ekonomi dan urbanisasi yang dialami Indonesia, menimbulkan begitu banyak masalah sosial yang membutuhkan penanganan secepatnya. Salah satu permasalahan sosial yang dihadapi, yaitu jumlah anak jalanan yang meningkat setiap tahun, sehingga membutuhkan penanganan yang lebih komprehensif.

Masalah Sosial Yang Terabaikan

Anak merupakan salah satu aset bangsa yang akan mewarisi negara di masa depan. Anak merupakan "bibit" yang harus dilindungi dan diberdayakan agar dapat memberikan mensejahterakan dirinya dan bangsa di masa depan. Sudah sepantasnya bagi negara untuk melindungi hak-hak anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, termasuk hak anak jalanan. Hal tersebut dipertegas pada Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin maupun anak yang ditelantarkan dipelihara oleh negara. 

Kesejahteraan anak merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya menciptakan sumber manusia yang berkualitas dan menciptakan harapan bagi masa depan bangsa Indonesia. Upaya tersebut dapat terwujud apabila semua pihak dapat menghormati dan memperlakukan anak sesuai dengan hak nya yaitu untuk dapat berpartisipasi dalam hal pendidikan dan bimbingan anak-anak keluarga, sekolah, administrasi dan masyarakat. Alasan atau penyebab munculnya anak jalanan beragam, dan dapat dikelompokkan dengan pola-pola tertentu. Menurut studi yang dilakukan oleh Mugianti, dkk (2018), faktor yang menyebabkan munculnya anak jalanan adalah faktor kemiskinan, keluarga, dan masyarakat. Faktor kemiskinan menyangkut upaya mereka untuk mendapatkan penghasilan agar bisa membantu mengangkat perekonomian keluarga; faktor keluarga, menyangkut keharmonisan keluarga; dan faktor masyarakat yang menyangkut keadaan lingkungan sosial sekitar tempat anak jalanan tersebut.

Faktor paling dominan yang menyebabkan munculnya anak jalanan adalah faktor ekonomi atau faktor kemiskinan, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Septianingrum dan Jatiningsing (2015). Anak-anak yang memiliki kesulitan dalam kondisi perekonomian mereka, baik secara individu ataupun keluarga, akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki kehidupan mereka dengan mencari nafkah di jalanan. Hal tersebut dilakukan karena keadaan struktural yaitu kesempatan memperoleh pekerjaan bagi mereka yang sangat terbatas.

Kondisi tersebut juga sering diperparah oleh tindakan orang tua atau keluarga yang memaksa anak untuk mencari pekerjaan di jalanan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Tak jarang mereka juga menggunakan cara kekerasan untuk memaksa mereka bekerja. Apabila dikaji menggunakan teori household survival strategy, tindakan pemaksaan terhadap anak untuk bekerja mencari nafkah di jalanan merupakan bentuk adaptasi atau pemanfaatan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk menghadapi krisis ekonomi pada keluarga mereka. Terlebih, anak jalanan biasanya berasal dari keluarga yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap.

Angka penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Indonesia setiap tahunnya, jumlahnya terus bertambah. Berdasarkan data yang yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Jawa Timur, Jumlah PMKS di Jawa Timur mencapai 600 ribu jiwa, yang terdiri dari jumlah anak terlantar sebesar 118 ribu. Permasalahan peningkatan jumlah anak jalanan nyaris dialami oleh seluruh daerah di Indonesia. Terlebih, ketika Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997 yang mengakibatkan lonjakan tajam jumlah anak jalanan. Di Surabaya sendiri selaku salah satu pusat ekonomi di Indonesia bagian timur, jumlah anak jalanan bertambah sebesar 30% setahun setelah adanya krisis pada tahun 1997.

Surabaya yang merupakan ibu kota Jawa Timur dan memiliki prestasi dalam pembangunan serta mendapatkan penghargaan, permasalahan terkait anak jalanan belum sepenuhnya terselesaikan di kota tersebut. Meskipun telah dilakukan upaya pembangunan dan perbaikan, tantangan yang dihadapi dalam mengatasi permasalahan anak jalanan sangat kompleks dan membutuhkan pendekatan yang holistik. Fenomena anak jalanan di Surabaya seringkali ditemui di banyak lokasi seperti perempatan jalan raya, terminal bus, jalan-jalan protokoler, bahkan mereka seringkali berlalu lalang di pusat Kota Surabaya. Kondisi umum yang seringkali kita temui di berbagai wilayah Surabaya, tampaknya belum sepenuhnya mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Surabaya, hal ini terbukti dari Surabaya yang belum memiliki data yang mencatat seluruh anak jalanan yang terdapat di kota tersebut.

Eksploitasi Terhadap Anak Jalanan 

Anak jalanan merupakan kelompok rentan yang sering menghadapi berbagai tantangan sosial dan ekonomi. Mereka terpapar resiko eksploitasi yang serius, termasuk eksploitasi seksual, pekerjaan paksa, kerja anak, dan perdagangan manusia. Eksploitasi anak jalanan merujuk pada penyalahgunaan dan pemanfaatan anak untuk keuntungan pribadi atau kepentingan kelompok tertentu. Anak jalanan beresiko tinggi menjadi korban eksploitasi karena mereka sering kali hidup dalam kondisi yang tidak stabil, rentan penindasan, dan memiliki keterbatasan akses terhadap sumber daya dan layanan yang diperlukan. 

Selain itu, anak jalanan juga rentan menjadi korban perdagangan manusia, dimana mereka dipaksa untuk diperdagangkan, baik sebagai pekerja paksa, pemuas kebutuhan seksual atau bahkan diadopsi secara ilegal. Mereka seringkali menjadi sasaran bagi jaringan perdagangan manusia yang tidak bermoral. Penting bagi pemerintah, lembaga perlindungan anak, dan masyarakat untuk melakukan upaya yang konkret dalam melindungi anak jalanan dari eksploitasi. Ini meliputi penyediaan tempat perlindungan, akses ke pendidikan yang layak, pemenuhan hak-hak anak, pemberdayaan sosial dan ekonomi, serta penegakan hukum terhadap pelaku eksploitasi.

Eksploitasi anak jalanan seringkali merupakan akibat dari faktor-faktor yang kompleks, seperti kemiskinan, ketidakstabilan keluarga, kurangnya pendidikan, dan kekerasan. Orang tua yang sengaja membiarkan atau menyuruh anaknya untuk turun ke jalan hidup dalam kondisi kemiskinan yang ekstrim merasa terdesak untuk melibatkan anak dalam kegiatan ekonomi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga, mereka mungkin berpikir bahwa anak jalanan memiliki peluang lebih baik untuk mencari nafkah daripada berada dirumah. 

Orang tua yang memiliki keterbatasan pendidikan atau kesadaran tentang pentingnya pendidikan dan perlindungan anak mungkin tidak menyadari konsekuensi negatif dari membiarkan anak mereka hidup di jalanan. Mereka tidak memahami pentingnya pendidikan atau tidak mampu menyediakan akses yang memadai ke pendidikan bagi anak. Dalam beberapa kasus orang tua dapat terlibat dalam kegiatan negatif, seperti penyalahgunaan narkoba, pengabaian terhadap anak. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi kehidupan anak dan mendorong mereka untuk meninggalkan rumah dan bergantung pada jalanan. 

Penting untuk diingat bahwa tidak semua anak jalanan berasal dari latar belakang yang sama, dan setiap situasi memiliki konteks yang unik. Upaya pencegahan dan penanggulangan masalah anak jalanan harus melibatkan pendekatan holistik yang mencakup dukungan keluarga, pendidikan, pemenuhan hak anak, dan pemberdayaan sosial ekonomi bagi anak. 

Penegakan hukum terhadap pelaku eksploitasi anak seringkali sulit dilakukan karena kurangnya bukti yang cukup, ketidakpercayaan dalam sistem hukum, dan kesulitan untuk mendapatkan kesaksian anak jalanan yang seringkali takut untuk melaporkan eksploitasi yang mereka alami. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, merupakan peraturan yang mengatur dan menjamin hak-hak anak serta memberikan perlindungan hukum terhadap mereka yang mengalami perlakuan yang bertentangan dengan UU tersebut. 

Dalam konteks tindak eksploitasi anak secara ekonomi yang seringkali dilakukan oleh orang tua atau pihak lain, terkadang pelaku berhasil menghindari hukuman. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan, seperti pembenaran berdasarkan kondisi ekonomi yang sulit, meskipun sebenarnya ada kemungkinan orang tua masih bisa mencari pekerjaan tanpa harus mengorbankan anak-anak mereka. Oleh karena itu, aparat penegak hukum perlu memberikan hukuman yang dapat menciptakan efek jera bagi pelaku eksploitasi anak. 

Sanksi pelaku eksploitasi sendiri tersebut nampaknya belum dimuat pada KUHP sehingga orang tua yang mempekerjakan anaknya sebagai pedagang asongan masih bebas dari  jerat hukum dan seenaknya melakukan pembenaran secara ekonomi. Penelantaran ini akan menimbulkan konflik bagi anak, dan juga bagi negara ketika tidak mampu menggantikan peran sebagai orang tua untuk merawat serta memelihara anaknya. Seorang anak menjadi harapan dalam meneruskan bangsa, diperlukan memperoleh sebuah perhatian yang secara maksimum baik dari pemerintahan ataupun melalui masyarakat. 

Upaya Penanganan Pemerintah Kota Surabaya

Pemerintah Kota Surabaya telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam penanganan dan pemberdayaan anak jalanan. Pemberdayaan anak jalanan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan anak jalanan dalam masyarakat dengan tujuan membantu anak jalanan mencapai tahapan perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud yakni meningkatkan keberdayaan kelompok anak jalanan, membantu anak jalanan memperoleh kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberikan perlindungan, pendidikan, dan peluang yang lebih baik bagi anak jalanan.  Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah melalui kerja sama antara Dinas Kota Sosial Kota Surabaya dengan pihak rumah singgah. Pemerintah juga melakukan pembentukan 5 UPTD dimana 2 UPTD diantaranya menangani permasalahan anak jalanan di Kota Surabaya, yakni UPTD Liponsos Keputih untuk penampungan sementara hasil operasi simpatik anak jalanan dan UPTD Kampung Anak Negeri Wonorejo untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak-anak bermasalah sosial, salah satunya yakni anak jalanan. 

Sayangnya, upaya pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya belum memberikan dampak perubahan yang begitu signifikan. Terdapat beberapa faktor yang melatar belakangi kegagalan pemberdayaan tersebut. Mulai dari banyaknya anak jalanan yang menolak atau memberontak terhadap program pembinaan yang ditawarkan, kurangnya kerjasama dengan perusahaan-perusahaan untuk memberikan lapangan kerja kepada anak-anak jalanan yang telah diberdayakan, realisasi program yang tidak tepat sasaran, kurangnya kejelasan dan akurasi dalam mengidentifikasi dan menangani masalah sosial yang terkait, ketidakberlanjutan program dan kurangnya koordinasi yang baik, serta faktor-faktor lainnya. Dengan belum efektifnya kebijakan penanganan anak jalanan oleh Pemkot Surabaya tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut terhadap kebijakan dan strategi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam penanganan anak jalanan. 

Rekomendasi Kebijakan 

  • Evaluasi kebijakan terkait penanganan anak jalanan karena terdapat kekhawatiran bahwa kebijakan yang ada lebih berorientasi pada kepentingan sepihak dan belum mempertimbangkan solusi terbaik bagi anak jalanan. Sebagai contoh, kebijakan razia terhadap anak jalanan yang kemudian dimasukkan ke panti-panti sering kali tidak diikuti dengan tindak lanjut yang memadai setelah anak-anak tersebut menyelesaikan program di panti. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memprioritaskan tindak lanjut setelah seorang anak jalanan keluar dari panti, agar mereka tidak kembali hidup dan bekerja di jalanan.

  • Kerjasama dan Koordinasi antar Instansi, perlu adanya kerjasama yang erat antara lembaga pemerintah, lembaga sosial, dan organisasi non-pemerintah dalam upaya penanggulangan eksploitasi anak jalanan. Koordinasi yang baik akan memastikan adanya pendekatan yang terintegrasi dalam memberikan perlindungan dan rehabilitasi bagi anak-anak yang terkena dampak eksploitasi

  • Pemberdayaan Ekonomi dan Peningkatan Kesadaran Pendidikan, Program pemberdayaan ekonomi dapat membantu mengurangi tekanan ekonomi yang mendorong orang tua untuk mengeksploitasi anak-anak mereka, ini meliputi pelatihan keterampilan, pengembangan usaha mikro. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak-hak dan konsekuensi negatif dari eksploitasi anak, program pendidikan yang melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat. 

Implementasi kebijakan ini harus didukung oleh komitmen yang kuat dari pemerintah, sumber daya yang memadai, serta partisipasi aktif dari semua pihak terkait, termasuk keluarga, masyarakat, dan lembaga terkait.

Penulis: Salsa Sabrina M. F. | Muhammad Ghufron Ariawan | Aura Salma Rahmani | Lailatul Qomariyah 

References

Rahmaveda, A. (2017). Pemberdayaan Anak Jalanan Di Kota Surabaya (Sinergitas Antar Stakeholders dalam Peningkatan Kemandirian Anak Jalanan). Kebijakan Dan Manajemen Publik, 5(3), 1--8.

Setijaningrum, E. (2008). Analisis Kebijakan Pemkot Surabaya dalam Menangani Anak Jalanan. Jurnal Penelitian Dinas Sosial, 7(1), 3--7. https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-02.pdf

Setijaningrum, E. (2008). Analisis Kebijakan Pemkot Surabaya dalam Menangani Anak Jalanan (Erna Setijaningrum) ANALISIS KEBIJAKAN PEMKOT SURABAYA DALAM MENANGANI ANAK JALANAN ANALYSIS POLICY OF PEMKOT SURABAYA FOR OVERCOMING CHILD ROAD. Jurnal Penelitian Dinas Sosial, 7(1), 3--7. https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-02.pdf

Nihayah, E. S. (2016). Eksploitasi Anak Jalanan (Studi kasus pada anak jalanan di Surabaya). Paradigma, 4(1). https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/paradigma/article/download/14094/12839 

Neva, Mazda dan Renita. (2023). PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN AKSES PENDIDIKAN. UM-Surabaya, 3-8. https://apps.um-surabaya.ac.id/pkm2023/upload/surat_keluar/2736-PKM%20anak%20jalanan%20jadi.pdf  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun