Apalagi dalam era digital saat ini, fecebook dan sosial media lainnya, menjadi media paleng efektif untuk promosi parawaisata. Olehnya itu, diperlukan kemudahan akses transportasi, telkomoniskasi dan jaringan internet. Namun, semua itu terjadi bila ada perhatian penuh dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan strategis di negari ini.
Kembali ke Pulau Hatta, mengunjungi pulau ini mengingatkan kita pada nama wakil Presiden Republik Indonesia pertama Mohammad Hatta. Ya Bung Hatta, saapaan akrab sang proklamator itu. Namanya telah diabadikan untuk menyebut gugusan pulau terluar dari Kepulauan Banda Naira, Maluku Tenggah.
Pengabadian nama pulau terdepan dari Kepulauan Maluku Tenggara itu, adalah wujud kecintaan orang Banda terhadap orang buangan Belanda tersebut.Â
Mereka yang punya hak ulayat atas tanah dan air relah membuang nama Rozengain, nama yang sebelumnya disandikan untuk menyebut pulau ini. Kemudian mempopulerkan dengan nama pahlawan kemerdekaan itu merupakan pembuktian nasionalisme mereka, maka dari itu jangan pernah meragukan nasionalisme orang Banda?
Karena tampa Banda tak ada penjajahan, tak ada kemerdekaan dan boleh jadi tak akan ada Indonesia. Pasalnya dari pulau kecil inilah, kaum penjajah Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda rela mengitari dunia, melakukan penjelajahan hanya untuk menguasai pala dan fuli.Â
Rempah yang turut memberikan sumbangsi terbesar untuk pembangunan kota para kaum penjajah di masa lalu. Pala dan Fuli adalah rempah, yang tak ada di belahan dunia lainnya waktu itu. Dari penjelajahan itulah, sehingga lahirlah penjajahan.
Beberapa abad kemudian Bung Hatta bersama tokoh nasionalis lainnya dari tanah Banda menemikirkan "penjajahan di atas dunia harus dihapuskan," gagasan besar itulah memicu semangat juang merebut kemerdekan Indonesia.
Bung Hatta, Bung Sjahril, Cipto Mangkusumo, Iwa Kusumantri adalah pejuang Kemerdekaan Indonesia yang pernah menjadi bagian dari orang Banda.Â
Pahit dan maisnya buah pala telah mereka rasakan saat diasingkan di pulau kecil terpencil, jauh dari cahaya indah kota Jakarta. Itulah cara Belanda membunuh gagasan sang pejuang itu, sehingga tidak bisa lagi berjuang untuk nasib kemerdekaan bangsanya.Â
Tetapi siapa sangka, dari tanah Banda semangat juang untuk Indonesia merdeka justru berkobar dalam jiwa dan raga kaum nasionalis itu. Pencerahan melalui pendidikan kepada anak-anak Banda ditularkan oleh para pejuang itu, untuk menyadarkan kepada mereka bahwa tanah, air dan pohon pala Banda sedang dijajah.Â
Menyadarkan kepada mereka bahwa penjajalah yang membunuh leluhur mereka saat mempertahankan tanah, air dan pohon pala, yang direbut Kompeni Belanda.