Mencari tahu apakah arti pendidikan itu sangat sulit. Sulit bukan karena tidak tersedianya arti dari pendidikan itu. Penyebab utamanya adanya kepentingan berbeda dalam memutuskan apa arti pendidikan itu.
Tarik menarik antara kepentingan membuat para penguasa negara yang merupakan politisi lebih sering berusaha populer daripada berusaha buat pendidikan berjalan dengan baik sehingga artinya sering menjadi terlalu sulit untuk dicerna.
Labaree (1997) dalam jurnalnya yang sangat berpengaruh menyatakan keruwetan dalam memutuskan dan ketiadaan keberanian membuat pilihan adalah penyebab makanya pendidikan lebih sering menjadi tidak memiliki arah.
Mari kita selami apa yang diinginkan dalam perencanaan pemerintah:
- Perluasan akses pendidikan bermutu bagi peserta didik yang berkeadilan dan inklusif.
- Penguatan mutu dan relevansi pendidikan yang berpusat pada perkembangan peserta didik.
- Pengembangan potensi peserta didik yang berkarakter.
- Pelestarian dan pemajuan budaya, bahasa dan sastra serta pengarus-utamaannya dalam pendidikan.
- Penguatan sistem tata kelola pendidikan dan kebudayaan yang partisipatif, transparan, dan akuntabel
Terlihat sangat megah dan indah semua tujuan itu. Hanya saja, apakah ada di antara kita yang yakin bahwa Kemendikbud mampu mencapai satu saja dari tujuan tersebut? Ada kegamangan di sana. Seakan ingin menggapai bulan dan bintang sekaligus.
Tanpa satu kejelasan atas apa yang ingin dicapai. Jika dilakukan survei kepada masyarakat Indonesia maka hipotesis saya akan menyatakan bahwa tidak akan ada di antara tujuan itu mampu tercapai adalah hasilnya.
Akan ada banyak alasan dari masyarakat untuk menyatakan apa penyebab mengapa itu terjadi. Salah satu yang utama adalah kekurangan pendanaan dan alokasi sumber daya.
Baca Juga: Asesmen Nasional Bukan Pengganti UN, Ini 7 Perbedaannya
Sumber daya pendanaan pendidikan Indonesia sendiri sangat terbatas. Bukan karena pemerintah tidak memberikan maksimal. Bujet untuk pendidikan telah dipuji oleh banyak negara sangat besar, bahkan salah satu yang terbesar di dunia berdasarkan persentase bagian pendidikan atas total dana bujet.
Hanya saja karena memang pendapatan pemerintah sendiri sangat rendah sehingga persentase pendanaan pendidikan atas GDP juga rendah. Nilai pendanaan pemerintah yang sangat rendah itu di tambah keinginan pendidikan gratis selama 9 tahun membuat bujet itu jadi sangat tidak mencukupi.
Berdasarkan survei PISA 2018, kepala sekolah di Indonesia banyak yang melaporkan adanya kekurangan sumber daya guru dan material pengajaran dengan nilai yang jauh lebih besar dibandingkan rata-rata. Ada 64% murid yang berpartisipasi di sekolah yang berkualitas rendah, sangat jauh dia atas rata-rata yang di 34%.