Untuk menggambarkan hubungan antara kepentingan ekonomi dan uji klinis ingin saya gambarkan dalam bentuk ilustrasi atau model cerita.
"Kita bisa umpamakan bahwa ada ribuan orang yang tidak minum selama lebih dari 2 hari setelah menyeberangi gurun dan mereka harus segera minum karena manusia akan meninggal jika tidak minum melebihi 3 hari. Ketika mereka sampai di oasis ada air berwarna hijau. Orang-orang yang sampai awal lalu minum air itu dan tidak terjadi apa-apa pada mereka.Â
Tapi orang selanjutnya dilarang untuk meminum air itu oleh pihak asosiasi penyedia air gurun. Alasan yang disampaikan oleh pihak berwenang adalah air itu belum diuji. Mereka harus minum dari air  berwarna biru yang telah diuji (tempat yang dimana para pihak berwenang juga bekerja, berinvestasi dan mencari uang). Dan ketika ada yang bertanya apakah air itu aman? Maka pihak berwenang menyatakan bahwa dari hasil uji coba bahwa minum air biru akan membuat sepertiga yang minum meninggal, sepertiga lagi cacat dan sisanya bisa hidup walau dengan tetap ada efek samping yang mengganggu seumur hidup.Â
Dan ketika ada yang menyatakan bahwa toh ada yang behasil minum dan tidak apa-apa. Maka pihak berwenang menyatakan bahwa itu hanya testimony yang tidak bisa dijadikan kesimpulan. Mereka harus tetap minum air biru dengan konsekuensi meninggal, cacat atau menderita seumur hidup karena itu lebih baik sebab air biru telah melalui uji puluhan tahun dan air hijau juga bisa diminum setelah melalui uji puluhan tahun juga".
Ketika ada kejadian seperti pada ilustrasi diatas apakah kita bisa percaya bahwa para pihak industri air itu menerapkan uji untuk kepentingan para orang kehausan tadi atau karena takut kehilangan sumber pendapatan yang besar? Dan apalagi jika data menunjukkan bahwa investasi mereka pada air biru yang sangat besar dan terancam hilang jika ada saingan yang memberikan hasil lebih baik dengan biaya lebih murah.Â
Waktu puluhan tahun untuk uji klinis akan memberikan mereka kesempatan untuk mengembalikan modal serta mengambil alih sumber air hijau yang mampu mempertahankan pendapatan mereka. Hal yang berbeda halnya ketika industri "air biru" mempersyaratkan uji jika air mereka terbukti bisa menyembuhkan kehausan dan melindungi peminum dari kematian atau cacat, maka syarat uji menjadi masuk akal karena para orang kehausan itu terlindungi secara pasti kesejahteraan dan nyawanya.
Hal yang tidak masuk akal mewajibkan orang minum "air biru" yang bisa membunuh, membuat cacat atau memberikan penderitaan tetapi melarang meminum air hijau yang secara testimoni berfungsi baik dengan alasan perlindungan. Jika tertarik menyelamatkan nyawa bukankah lebih baik secara terbuka memberikan peringatan tentang air tersebut dan dalam saat bersamaan mencatat statistik untuk diperbandingkan serta menyerahkan pada individu bersangkutan untuk pilihannya dari data dan peringatan yang ada.Â
Jika langsung menghalangi maka para pihak industri "air biru" Â seperti berkata gombal bahwa para orang yang kehausan tidak perlu melakukan pilihan. Biar mereka saja yang tentukan pilihannya karena itu berat. Tanpa perlu peduli bahwa para orang kehausan itu yang merasakan akibat dari pilihan yang ditetapkan industri "air biru".
 Salam  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H