Mohon tunggu...
Siti Hajar
Siti Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Novelis

Write for education and self healing

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Smart Menghadapi Problematika Lungkungan Kerja yang Toksik

12 Januari 2025   19:18 Diperbarui: 12 Januari 2025   19:18 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Lingkungan Kerja yang Toksik. Ilustrasi dibuat Menggunakan AI Image Creator

Smart Menghadapi Problematika Lingkungan Kerja yang Toksik
Oleh: Siti Hajar

Lingkungan kerja adalah tempat di mana kita menghabiskan sebagian besar waktu setiap hari. Seharusnya, tempat ini menjadi ruang yang mendukung produktivitas, kreativitas, dan perkembangan untuk kepentingan lembaga/perusahaan serta peningkatan kapasitas diri pekerja.

Saya teringat teman kerja pernah mengatakan, "Tidak ada gunanya kita membuat masalah dengan teman kerja kita sendiri. Toh, setiap hari kita akan terus bertemu orang yang kita musuhi atau kita benci.

"Di sinoe adalah kanot bu tanyoe, keupeu tiep uroe ta meupake (Bahasa Aceh). "Di sini adalah periuk nasi kita, untuk apa bertengkar setiap hari."

Namun, kata-kata itu tidak semudah mewujudkan kenyataannya. Tidak jarang lingkungan kerja justru menjadi sumber tekanan emosional karena sifat toksik dari individu atau budaya kerja yang tidak sehat.

Baik, mari kita telaah satu per satu penyebab adanya lingkungan kerja yang toksik serta cara cerdas untuk menghadapinya.

Penyebab Lingkungan Kerja Toksik

Pertama: Komunikasi yang Buruk
Tidak adanya komunikasi yang jelas, seringnya gosip, atau manipulasi informasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang penuh ketegangan dan ketidakpercayaan. Satu membicarakan yang lain, dugaan-dugaan yang belum tentu benar diulas secara luas dalam kelompok-kelompok kecil. Membicarakan teman sendiri, apalagi seseorang yang memiliki dendam dan ketidaksenangan tanpa alasan, menjadi rutinitas yang asik. Dari kelompok kecil satu ke kelompok yang lain, hingga berita yang tidak benar ini semakin luas diketahui orang. Inilah yang disebut gossip, memakan daging saudaranya sendiri. Sangat banyak orang tega berlaku demikian kepada orang yang katanya "bestie." Tidak, yang seperti ini bukan 'bestie' namanya, melainkan rayap yang membuat furniture berbahan kayu keropos dan hancur tanpa kita sadari.

Kedua: Kepemimpinan yang Otoriter atau Tidak Adil
Pemimpin yang tidak mendukung, cenderung menyalahkan, atau tidak adil dalam mengambil keputusan dapat merusak moral tim. Ada beberapa langkah yang bisa diambil pimpinan untuk menghindari lingkungan kerja yang toksik, di antaranya adalah menjadi teladan yang positif. Pimpinan yang baik tidak akan menggosipi atasan atau orang-orang di bawahnya yang bekerja untuknya. Selain itu, penting bagi pimpinan untuk membangun budaya komunikasi yang terbuka dan jujur. Maksudnya, pimpinan harus bisa membuat karyawannya berbicara tanpa takut dihukum atau dicap sebagai pembangkang. Bangun komunikasi yang transparan. Bebas mengutarakan uneg-uneg, namun tetap mengedepankan etika.

Ketiga: Lingkungan Kerja yang Toksik Seringkali Memprioritaskan Kompetisi Ketimbang Kolaborasi
Perusahaan yang meminta karyawannya untuk menjual lebih banyak, capaian poin paling tinggi dianggap paling sukses, sering kali menumbuhkan rasa iri hati, persaingan tidak sehat, dan intrik di antara rekan kerja. Para karyawan akan bersifat manipulatif, sikut kiri dan sikut kanan, cari muka di depan pimpinan. Sungguh ini tidak sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun