Sabtu kemarin saya mendapat tugas mengambil rapor anak keponakan saya yang bersekolah di sebuah SMK di kota Banda Aceh.Karena ini pembagian rapor kenaikan kelas pihak sekolah mengharuskan rapor diambil oleh orang tua atau wali.
Berstatus sebagai wali dari pagi saya sudah bersiap-siap menuju sekolah. Undangan dari wali kelas Zaky (nama ponakan saya) diteruskan ibunya, yang mengharuskan  semua membawa materai 10.000 karena ada siswa yang naik kelas bersyarat. Bersyarat yang dimkasudkan adalah saat di kelas 2 nantinya akan ada masa uji coba selama dua bulan, jika tidak ada perubahan terkait dengan kedisiplinan dan semangat mengerjakan tugas, maka akan kembali duduk di kelas satu.
Kata bersyarat membuat membuat hati dag dig dug. Kami sadar Zaky bukanlah anak yang pinter-pinter amat. Dia adalah seorang anak kampung yang bermimpi sekolah di kota. Namun, dia lumayan rajin ke sekolah setahu kami. Walau pernah dihukum karena telat dan juga pernah rambutnya dibabat habis guru di sekolah, tetapi setidaknya yang kami tahu dia rajin ke bengkel (anak otomotif) yang atas inisiatif sendiri mulai magang sebagai mekanik sepeda motor.
Saat pembagian rapor tiba setelah delay 1,5 jam. Sebelum mulai ibu wali kelas kembali menanyakan apakah semua membawa materai.Â
 Bisik - bisik barisan orang tua terdengar ada yang membawa ada pula yang tidak karena yakin anaknya tidak termasuk dalam kelompok yang naik kelas bersyarat. Alhamdulillah saya membawa materai dan siap menghadapi apapun yang terjadi.Â
Dengan tetap semangat Bu wali kelas mengumumkan bahwa yang duluan rapornya dibagi adalah siswa yang tidak bermasalah artinya naik kelas tanpa syarat.
Waktu berjalan, tumpukan rapor yang tidak bermasalah semakin menipis, saya menukar pandangan dengan seorang ibu di samping saya. "Sepertinya anak kita masuk dalam golongan bersyarat, karena sampai tumpukan rapor yang tidak bermasalah tinggal sedikit."Â
Sambil tersenyum dan berbisik saya menjawab, "Iya, enggak ada harapan lagi ini, jelas materai yang kita bawa akan terpasang di surat perjanjian."
Namun, tiba-tiba nama Zaky dipanggil, Alhamdulillah dan itu adalah rapor terakhir di sana (tumpukan aman). Saya maju ke depan, gurunya bertanya saya siapa. Kemudian saya memperkenalkan diri saya wali Zaky dan menggantikan orangtuanya yang akan mengambil rapor. Ternyata kakak saya lumayan dekat wali kelas anaknya.Â
Saya gembira ponakan saya walau tidak termasuk juara kelas, Â Alhamdulillah materai yang saya bawa tidak perlu digunakan artinya Zaky naik kelas tanpa syarat.
Kegembiraan saya lenyap saat saya keluar dari kelas dan berjumpa dengan seorang ibu yang sedang berjalan menuju parkiran, sebelumnya saya sudah berkenalan dengan ibu muda tersebut. Tadi beliau sempat bercerita tentang  kekhawatirannya dengan anaknya kemungkinan termasuk dalam kelompok yang bersyarat.
Saya menanyakan apakah ada masalah, dengan sedih dan mata berkaca-kaca beliau menceritakan bahwa anaknya termasuk dalam daftar yang bersyarat dan sekarang mau mencari materai. Ada nilai anaknya yang sangat kurang dan ada tugas bengkel yang belum selesai.Â
Air matanya nyaris keluar dan dengan suara terbata-bata beliau mengaku sangat kecewa dengan anaknya yang malas ke sekolah, bangun  pagi terlambat dan seringkali tidak masuk sekolah. Padahal sekolahnya sekarang adalah sekolah yang dipilihnya sendiri. Betapa anaknya telah membuatnya kecewa. Setiap hari ia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi dia berlaku seperti kehendaknya sendiri.Â
Saya memilih mendengarkan saja, mengangguk dan mengiyakan apa diceritakanya.
Kemudian saya menyerahkan materai yang saya miliki kepada ibu itu, berulang kali beliau menyampaikan terima kasihnya.
Apa yang kita belajar dari sini adalah kepada anak-anak kami mohon bertanggung jawablah atas apa yang kalian jalani hari ini semua untuk masa depan kalian. Hargai pengorbanan orang tua yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dan memastikan pendidikan kalian anak-anaknya. Jangan sekalipun membuat mereka kecewa. Jika sadar telah melakukan kesalahan segeralah minta maaf. Perbaik kesalahanmu di masa lalu
Kepada para orang tua tetaplah bersemangat mengawasi dan membimbing mereka, bagaimanapun mereka adalah tanggung jawab kita, orang tua mereka. Anak adalah amanah. Kalian adalah orang tua hebat,semoga anak-anak kita menjadi anak yang berguna yang akan memudahkan kita ke surga kelak. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H