Mohon tunggu...
Kasih Rianti
Kasih Rianti Mohon Tunggu... -

Seorang perempuan sekaligus pengusaha dan ibu rumah tangga yang lahir di Jakarta, 20 Januari 1980. Baru mengenal Kompasiana belum lama ini dan mencoba bergabung untuk menyalurkan hobi menulis, sharing informasi dan menambah teman-teman baru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bapak... Ibu... Makasih Banyak Semuanya...

2 April 2010   15:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:02 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bapak... Ibu...

Begitu saya mencintai dan menyayangi mereka dari kecil. Ibu yang ramah pada setiap orang dan sabar dalam menghadapi persoalan apapun.

Ibu saya tipikal wanita jawa yang benar-benar njawani, halus dan lembut dalam bertutur kata serta masih memegang teguh adat-adat kejawen.

Bapak yang tegas dan bijaksana dalam memperlakukan anaknya dan mengambil keputusan. Bapak benar-benar pria jawa tulen yang bersikap ksatrian dalam bertutur kata maupun bersikap.

Bapak dan ibu benar-benar pasangan suami istri yang langgeng. 45 tahun pernikahan mereka, jarang sekali bahkan hampir tidak pernah terdengar mereka bertengkar.

Setiap ada masalah pasti diselesaikan berdua baik-baik dengan kepala dingin. Perbedaan pendapat itu lumrah terjadi. Dan jika itu terjadi, pasti ada salah satu diantara bapak atau ibu yang mengalah. Prinsip hidup mereka, mengalah bukan berarti kalah dan mengalah demi kemenangan bersama. Itu benar-benar mereka buktikan.

Sikap mereka di depan anak-anaknya pun selalu sejalan, sehati, sepikiran. Mereka tidak pernah terlihat berselisih paham apalagi bertengkar di depan anak-anaknya. Inilah yang kemudian membentuk wibawa mereka di hadapan anak-anaknya.

Dari kecil saya dan kakak-kakak sudah ditanamkan nilai-nilai agama oleh bapak dan ibu. Cara mereka menanamkan nilai-nilai agama inipun terbilang unik. Mereka tidak pernah menggurui apalagi bersikap bak diktator pada anak-anaknya. Mereka sudah menanamkan nilai-nilai demokratis bertanggung jawab pada anak-anaknya sejak dini bahkan sebelum reformasi ramai digembar-gemborkan hehe.

Mereka tidak pernah menegur atau berteriak-teriak untuk mengingatkan kami sholat. Tapi, rasa kesadaran itu sudah terpatri di hati kami berempat. Perasaan sedih, menyesal, dan seperti ada 'yang hilang' jika ketinggalan sholat yang melekat di hati kami. Tidak hanya urusan agama, tapi untuk urusan lainnya pun termasuk belajar juga demikian.

Saat saya memutuskan untuk berumah tangga dengan pria berdarah batak, mereka ternyata open banget dan sama sekali tidak keberatan. Asalkan pria tersebut baik, tulus, bertanggung jawab, bijaksana, tolerir dan tidak egois, Insya Allah pernikahan pun lancar hehehe (wah, banyak juga ya syaratnya hihi).

Sikap mereka benar-benar bijaksana. Karena, seperti kita ketahui bersama, kebanyakan mereka para halak hita bersikap 'keras' , (maaf teman-teman halak hita, saya tidak bermaksud apa-apa.). Dan saya berasal dari daerah yang masih memegang dan menjalankan budaya jawa dengan toto kromo-nya yang halus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun