Bang Jack dan teman-teman pun "mengajak" monyet dan gajah berkomunikasi. Ngobrol lah sesama penghuni alam. "Gajah, monyet, tolong jangan rusak tanaman kami. Kami butuh makan. Kami juga tidak akan merusak tempat kalian mencari makan." Begitu kira-kira permintaan mereka. Hingga panen, tak ada tanaman yang rusak terinjak gajah atau atau dicuri monyet. Tak jauh dari ladang mereka tampak bekas injakan kaki-kaki gajah.
Manusia meminta bantuan satwa kesannya konyol. Tapi kalau kita tarik ke zaman nenek moyang, di masa manusia masih sebagai pengumpul dan pengembara, berkomunikasi dengan satwa dan makhluk lain penghuni alam adalah hal biasa. Manusia zaman dulu hidup berdampingan dengan makhluk lain. Mereka sudah terbiasa berbicara dengan satwa, flora, bahkan batu. Juga dengan makhluk-makhluk tak berwujud lain seperti peri, setan atau hantu.
Tangkahan dulu adalah kawasan ilegal logging alias pengambilan isi hutan secara liar. Bisa dibayangkan betapa terancam dan menderitanya satwa-satwa di masa itu. Gajah sering menjadi korban. Gajah adalah satwa yang hidup berkelompok. Jika gajah kesepian, atau jalan sendirian, ia berarti sangat menderita. Ia sangat berbahaya.
Manusia harus bersyukur. Di Tangkahan, gajah masih mendengar. Gajah mau memaafkan manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H