Menunda-nunda terus sebuah niat untuk menulis benar-benar membuat tangan resah dan hati gelisah. Topik yang sangat ingin diangkat tentu saja sebuah topik fenomenal, heboh menggelegar dan diprediksi menjadi titik pemicu gaya hidup baru di masa digital saat ini. Dialah sang game berbasis Augmented Reality (Teknologi yang menggabungkan dunia virtual 2D/3D dengan dunia/lingkungan Nyata), POKEMON GO sebuah game era 1990-an yang sukses di dunia game dan anime besutan produsen game legendaris Jepang, NINTENDO.
Ya, gema Pokemen GO mulai memantul ke seluruh penjuru smartphone dunia ketika pertama kali dirilis untuk tahap uji coba pada 6 Juli 2016 lalu, bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri 1437 H. Publik Tanah Air yang sebagian besar masih dilanda euforia mudik dan berlebaran baru mulai mengganas heboh menyambut Pokemon GO pada H+3. Saya sendiri pun sangat antusias menyambut Pokemon GO dan penasaran bagaimana rasanya bermain game legendaris Pokemon berbalut sesuatu yang masih baru, teknologi Augmented Reality.
Hasilnya sungguh bikin ketagihan. Pantas bila beberapa artikel di dunia maya menyebut Pokemon GO sama candunya dengan narkotika, bahkan mungkin lebih akut kadar candunya. Perlahan, saya menyadari ada sesuatu yang perlu dikritisi dalam Pokemon GO. Hanya bertahan 48 Jam saya menikmati Pokemon GO. Sesudahnya saya log out dan belum pernah log in kembali, Alasannya akan saya ulas di paragraf terakhir.
Bukan Virus Bukan Sihir, Badan di Luar Jiwa Kesasar
Saya akui, sungguh asyik dan salut bagi developer Pokemon GO. Tanpa sadar ataupun dengan sadar, pembuatnya berhasil menguasai pikiran penggunanya, Apa saja itu? Berikut beberapa petikannya:
- Bagi yang doyan nge-game di rumah, ngejomblo di kamar, anak rumahan, gak doyan kelayaban jadi dituntut dan dipancing untuk keluyuruan ke luar rumah, lintas RT/RW, lintas kecamatan, kabupaten dan bisa jadi ada yang lintas provinsi demi berburu Telur dan Pokemon favoritnya. Ya, Pokemen GO berhasil membuat orang ber-outdoor ria. Imbasnya banyak orang terlihat seperti zombie, badan bergerak di luar, tetapi jiwanya tersangkut di layar gadget-nya.
- Kantor polisi, masjid, toilet umum, halte angkot, mushola, poskamling mendadak ramai dikerubungi gamer Pokemen GO karena untuk sesaat tempat-tempat tadi berubah menjadi PokeStop, tempat nggeragas untuk mengumpulkan Egg danPokeBall agar dapat berbubur Pokemon lebih banyak. Ironisnya, sebagian gamer ketika hunting melewati tempat ibadah, malah lebih khusyuk bermain Pokemon Go, ketimbang melipir sejenak menyapa Tuhan penciptanya.
- Mewabahnya Pokemon GO mengingatkan saya dengan kehebohan mirip di awal millenium silam, seperti Counter Strike, Ragnarok Online, PointBlank, DoTa, dan game-game online lainnya yang sukses memenjarakan anak-anak muda generasi bangsa di depan layar atau game center terdekat. Walhasil, hadirnya Pokemon GO membuat game-game sebelumnya banyak yang terdepak dari daftar aplikasi, contohnya CoC yang tadinya heboh diperbincangkan kini entah ke mana bunyinya.
- Pokemon GO juga sukses mengontrol seseorang untuk rela mengganti gadget-nya dengan gadget baru yang pas dengan spesifikasi game Pokemon GO. Bahkan, ada yang baru beli, langsung dijual lagi demi ganti gadget yang lebih sesuai. Hebat, begitu hebat sebuah game berhasil memaksa atau menghipnotis masyarakat meng-upgrade hape-nya.
- Mengundang kejahatan berupa perampokan, ya... mungkin baru kali ini saya mendengar ada game yang menginspirasi masyarakat untuk melaksanakan tindakan kriminal. Di sebuah daearah di Amerika Serikat sana, telah marak terjadi tindakan kejahatan yang menyasar gamer Pokemon Go. Kepolisian pun segera mengimbau para gamer agar lebih berhati-hati di jalananan.
Daftar di atas hanya segelintir saja contoh gejolak yang terjadi di masyarakat pasca berkumandangnya game Pokemon GO. Kehebohan yang berdampak pada bangkitnya kembali nama besar NINTENDO, ditandai dengan kenaikan harga sahamnya dan dimulainya babak baru permainan berbasis virtual/augmented reality di masa mendatang. Semoga saja, virus Pokemon Go ini tidak mewabah di kalangan tentara, kepolisan, birokrasi atau mungkin paspampres, wah bisa berabe dan perlu segera diupayakan rencana preventifnya. Di Singapura saja diberitakan sesorang ekspatriat asal Australia dipecat karena emosi Pokemon GO tidak tersedia di Singapura.
Mengenal Pokemon GO
Game asyik ini dikembangkan oleh Niantic, Inc, sebuah perusahaan sempalan Google Inc, yang bersarang di San Fransisco. Pendirinya merupakan bekas pencipta Keyhole yang kelak berubah menjadi Google Map. Demi mewujudkan Pokemon GO, Niantic lantas bekerja sama dengan pemilik hak cipta Pokemon, The Pokemon Company, serta Nintendo sebagai publisher-nya. Pokemon GO (Google and NintendO) adalah versi penyempurnaan dari game berbasis VR/AR besutan Niantic juga bernama Ingress yang kurang laku di pasaran.
Belajar dari game Ingress inilah, Niantic lantas menggandeng nama besar Pokemon sebagai project selanjutnya. Niantic yang jebolan Google dan mantan pengembang Google Map sudah barang tentu tak kesulitan untuk mengembangkan Game AR/VR ini yang sudah dikuasainya. Saat ini, Pokemon GO tersedia di Google Play negera tertentu saja. Untuk Tanah Air, saya terpaksa mendownload-nya di luar Google Play.
Waspadai Sisi Negatif Pokemon GO
Yin dan Yang, sisi tajam dan di sisi negatif, tak ada sesuatu kreasi manusia di dunia ini yang sempurna, dan sesuatu yang heboh kadang tetap menyimpan sesuatu yang berbahaya di dalamnya. Kekhawatiran ini terjadi ketika saya wajib mengaktifkan GPS gadget saya untuk bermain Pokemon GO. Dan benar, di Amerika, sang penjahat dapat mudahnya melacak calon korbannya via Pokemon GO.