Inti reaktor nuklir GA Siwabessy
Menjadi jurnalis membuka kesempatan pada saya untuk belajar banyak hal. Mulai dari pembangkit listrik tenaga angin, mikro hidro, hingga nuklir. Saya pun mendapat amanah untuk meliput ke tempat-tempat luar biasa. Salah satunya adalah liputan ke reaktor nuklir milik Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Di tengah krisis kelistrikan yang kian parah, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) menjadi alternatif sumber energi yang aman, bersih, dan efisien. Namun, PLTN masih menjadi polemik di masyarakat sehingga saya harus menemui para ahli nuklir untuk meminta penjelasan mengenai keuntungan dan bahaya nuklir.
Reaktor nuklir BATAN berada di kawasan Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong (Puspitek Serpong), Banten. Sesampainya di BATAN, saya disambut Kepala Humas yakni Pak Eko. Kami pun melakukan briefing singkat sebelum saya mewawancara Prof. Djarot Sulistio Wisnubroto, kepala BATAN. Tepat jam 10 pagi, kami pun masuk ke ruangan Pak Djarot. Awalnya saya gugup mewawancarai Beliau, tetapi sikap hangat Pak Djarot mampu mencairkan suasana.
Berbincang dengan Pak Djarot membuat saya mengerti bahwa PLTN itu aman dan tidak semenyeramkan yang saya bayangkan. “Dari 150 negara-negara di dunia, 33 di antaranya memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir. Negara-negara maju seperti Amerika, Rusia, Jerman, dan Jepang, atau negara-negara dengan penduduk padat seperti Tiongkok, India, bahkan Pakistan pun memiliki instalasi PLTN. Sedangkan di kawasan Asia Tenggara, Vietnam menjadi negara ASEAN pertama yang akan mengoperasikan PLTN. Indonesia merupakan satu-satunya negara dari 10 negara besar dan padat penduduk yang tidak memiliki PLTN. Kita tertinggal jauh, bahkan dibanding negara-negara tetangga,” ujar Prof. Djarot.
Menurut Prof Djarot, satu unit PLTN mampu membangkitkan hingga 1.000 MW. Andaikan di Indonesia memiliki 10 unit PLTN saja, maka ketersediaan listrik di negara kita akan lebih terjamin. Soal isu keamanan, PLTN sangat aman. Buktinya, sejak tahun 1968 Indonesia sebenarnya telah memiliki dan mengoperasikan 3 reaktor nuklir yang berlokasi di Kawasan Nuklir Bandung, Jogjakarta, dan Serpong. “Belum pernah dengar isu kebocoran nuklir di Indonesia kan?” tanya Pak Djarot.
Reaktor serba guna
Setelah berbincang selama 2 jam dengan Prof. Djarot, saya pun diperbolehkan meliput reaktor nuklir serbaguna G.A. Siwabessy. Di dinding luar gedung berwarna abu-abu dengan ornamen batu bata merah itu terpampang nama pendiri penelitian ini, Prof Dr Gerrit Agustinus Siwabessy, ahli atom sekaligus Menteri Kesehatan pertama di Indonesia. “Awas kena radiasi!” peringatan dari Ibu Cantik masih bergaung di telinga saat saya melangkahkan kaki menuju ke sana.
Tidak mudah memasuki kawasan reaktor nukilr. Saya harus melalui pemeriksaan petugas pengamanan yang ketat di pintu gerbang. Sebelum memasuki gedung utama reaktor nuklir, Yusi Eko Yulianto, Kepala Operasional RSG-GAS, memberi pengarahan dan pengenalan secara umum tentang kawasan reaktor nuklir terbesar di Indonesia itu. Saya pun harus menggunakan pakaian khusus dan pelapis sepatu agar tidak terkena radiasi nuklir. “Reaktor ini aman. Jadi tidak usah khawatir soal radiasi. Kami menerapkan prosedur pengamanan dan pengoperasian yang ketat,” kata Yusi.
Kami pun menaiki lift untuk menuju tempat reaktor itu berada. Ada dua lapis pintu baja tebal sebelum masuk ke ruangan reaktor nuklir. Di ruang seluas sekitar 50 meter persegi itu terdapat beberapa bagian mesin pengendali. Di bagian tengah ruang, terdapat lubang menyerupai sumur berdiameter sekitar 6 meter. Sumur itulah tempat reaktor nuklir bekerja. Di tengah-tengah lubang itu terdapat batang aluminium pengendali reaktor nuklir yang terhubung ke dasar sumur sedalam 13 meter. “Sumur reaktor ini mengambang alias tidak menempel dengan permukaan tanah. Di dalam sumur ada uranium 10 kg,” kata Yusi.
Di dasar sumur itulah neutron ditembakkan ke uranium untuk menghasilkan neutron-neutron baru. Pembelahan atom itu menghasilkan energi panas yang luar biasa. Energi panas itulah yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Unsur air murni (H2O) dipilih sebagai media untuk menghantarkan panas. “Itu lihat airnya berwarna biru, itu pancaran proses dari uranium,” kata Yusi.