Mohon tunggu...
Rizki Subbeh
Rizki Subbeh Mohon Tunggu... Guru - SAYA ADALAH SEORANG GURU

Dekonstruksi Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi Bambu dalam Pandangan Politik

3 Januari 2018   17:15 Diperbarui: 3 Januari 2018   23:12 2636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Akun Fb L lang

Budaya

Bambu memegang peranan penting dalam mata rantai tumbuhan, tanaman yang memiliki nama latin bambusea ini merupakan jenis rumput dengan rongga dan ruas di batangnya. 

Bambu juga merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat di dunia. Di berbagai penjuru belahan dunia, bambu memiliki aspek filosofis dalam beberapa kebudayaan bangsa. Bangsa Tiongkok menjadikan bambu sebagai simbol keteguhan dan ketulusan. Sementara bangsa India menjadikan bambu sebagai tanda atau simbol persahabatan. 

Di Indonesia bambu dianggap sebagai senjata yang mematikan, terbukti bambu dapat mengusir para penjajah kala itu. Bukan hanya itu, di tanah Jawa terdapat mitos mengenai bambu. Banyak orang tua mengatakan "ojok gepuk gawe preng, iku mandi" dalam Bahasa Indonesia diartikan "jangan memukul dengan bambu, karena itu dapat melumpuhkan". 

Anggapan ini karena orang tua dahulu menganggap bambu sebagai tanaman sakral. Dari ke sakralannya juga, orang tua beranggapan bambu dapat menjadi "jimat" sebagai pelindung dari makhluk tak kasat mata.

Sisi Moral Bambu

Terdapat pelajaran moral pada bambu yang dapat kita contoh, diantaranya: rumpun yang tidak pernah menuntut, akar tidak lupa memeluk tanah, bambu mampu menjulang tinggi, dan daun yang menghadirkan orkestra alamiah.

Filososfi Bambu dalam Pandangan Politik

Belajarlah padanya, Kita tahu politik pada bangsa ini sangat tidak elok di mata. Mungkin, mereka tidak pernah belajar dari bambu. Sejatinya alam lebih memberikan wawasan yang tidak terhingga. 

Dari rumpun bambu dapat mengajarkan bagaimana keselarasan, kerukunan, dan saling berpegangan menjadi simbolisasi yang tidak dapat di lihat dalam politik Negeri. Banyak tragedi yang mencemari politik, bahkan setiap tahun politik memberikan suguhan teater yang melebihi seorang sastrawan handal. Pengalaman, pengetahuan, serta kekuasaan yang diraih tak mampu memberikan kesan terhadap kalangan bawah. Lantas jika ada pertanyaan apakah tujuan mereka?

Politik negeri ini hampir menyerupai teori deontologi. Kewajiban dan peraturan menjadi telaah dan tolak ukur namun mereka tidak benar-benar menerapkannya secara mutlak, melainkan hanya menerapkan secara gamblang apa kewajiban sebagai seorang pemimpin dan peraturan apa yang dapat mereka lakukan semenah-menah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun