Mohon tunggu...
Nikki Khoirunnisa
Nikki Khoirunnisa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Jatuh...lalu bangkit lagi...terus mencoba, jangan biarkan sakit itu menghentikan langkah kecil kita...\r\nitulah yang dinamakan proses...\r\nsebelum berlari, pasti ada proses panjang yang menyertai... :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Untuk Seorang Hamba Rabb-ku

2 Juni 2016   06:42 Diperbarui: 2 Juni 2016   07:54 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekarang aku memahami, bagaimana aku harus mengartikan sesuatu yang datang dihidupku. Sekarang aku mengerti, jika apa pun yang datang padaku ada campur tangan Rabb-ku. Seperti jingga, embun, mentari pagi yang hangat, siang hari yang terik, mendung, badai, pelangi dan juga kamu.

Jika jingga pagi kemarin terasa begitu biasa, berbeda dengan hari ini. Aku sangat menunggu datangnya jingga pagi. Karena jingga pagi itulah yang mempertemukan aku dengan embun. Kau tahu, aku sangat menyukai jingga, terutama jingga pagi hari. Coretan samar diujung langit. Coretan yang Rabb-ku buat agar aku membuka mata dan menikmati keindahan yang diciptakanNya. Dan pagi ini aku tidak hanya menanti jingga itu tiba, tapi aku juga menanti embun. Lapisan bening penyejuk bumi, yang rela turun bertubi-tubi untuk membasuh permukaan bumi.

Aku mulai menyukai embun ketika kau bilang kau ingin menemuinya. Entah embun yang mana yang kau maksud. Tapi, dari kata yang kau ucap membuatku mengerti bagaimana kehadiran embun sangat berarti bagi mereka yang selalu menantinya.

Sama seperti embun itu, aku bisa memahami kehadiranmu. Jika saja kau mengerti. Tulisan ini tertuang karna bibir ku terlalu kaku untuk berucap bahwa kamu adalah sesuatu. Sesuatu seperti embun, tak terlihat, tak terjamah, tapi nafasku mengalun merdu meraihmu. Lalu dari tulisan ini Aku percaya, dia bisa mewakili hati yang tersimpan didalam sana. Perwakilan ketika kata tak bisa terucap. Apa kau berharap aku mengucapkannya untukmu? Tidak, aku tak semudah itu untuk mengucapkan apa yang aku rasakan. Bahkan dengan waktu yang lama sekalipun, sikapku bisa saja lebih memberi bukti dari pada kata yang diucapkan bibir dingin ini.

Bagaimana aku bisa menjelaskan, rangkaian kata ini pun masih terlalu sulit untuk menggambarkan perasaanku yang sesungguhnya. Tulisan ini masih terlalu sederhana untuk menggambarkan rasa yang ada didalam jiwaku. Dan disuasana sepi pagi ini aku berharap suara hati yang tertuang sederhana dalam tulisan ini bisa kau mengerti.

******

Aku tahu, Rabb-ku Maha segalanya dan segala yang direncanakanNya adalah yang terbaik sesuai dengan kesanggupan seorang hamba menjalaninya. Mulai jingga pagi mencoret ufuk timur sampai malam menelan terang dan membawa insan menyimpan asanya dalam semunya malam.

Aku tak tahu harus mulai dari sebelah mana, karna aku tak memahami sebelah mana ujungnya. Bahkan aku lupa sejak kapan perasaan ini Rabb-ku berikan dan muncul mengganti perasaan lama yang menghitam bersama kelamnya kenangan. Yang aku tahu detik ini aku mulai mengagumimu sebagai seorang hamba Tuhan yang indah.

Sudah terhitung tiga tahun dari pertama kita kenal. Semua tentang kita hanya berkesan teman bercanda. Tapi aku belum memahami mengapa Rabb-ku mengirimmu untuk hadir dihidupku. Kau bilang, jika saja pertemuan pertama kita bukan lewat dunia maya, kesan itu tidak akan ada. Karena bagimu hadirku sudah membawa cerita. Kau tahu, aku pun merasakan hal yang sama. Hanya saja, Rabb-ku dan hati kecilku ini tak mengizinkanku untuk berharap. Kau terlalu semu untuk diraih ketika itu, kau terlalu abstrak untuk dikatakan indah, dan kau terlalu buram untuk dikatakan cermin untuk berkaca.

Tapi hari ini, Rabb-ku menjelaskan lagi padaku betapa tak ada yang mustahil bagiNya. Kesemuanmu, keabstrakanmu, dan keburamanmu itu berbalik menjadi hal yang nyata. Tuhan mengizinkan kita bertemu dan lebih mengenalmu. Kali ini bukan hanya dunia maya tapi benar-benar nyata.

Ya Rabb, ketakutan yang luar biasa ini mencuat tiba-tiba dihatiku. Aku tak ingin merasakan sakit yang sama. Aku tak ingin merasakan beban berat menghimpit dadaku lagi. Aku tak ingin jauh dariMu, dan aku takut mencintai hambaMu berlebihan lalu mengabaikanMu sehingga Kau cemburu dan menegurku dengan luka yang sama. Apa yang aku bisa katakan padanya, agar ia memahami jiwaku yang aku sekalipun belum bisa memahami dengan baik.

Apa kamu membacanya? Sekalipun kau membacanya, aku tak pernah tahu bagaimana kau menanggapinya. Maafkan aku, kenangan masa lalu itu masih terlalu tebal untuk dikikis dan dilupakan. Sekalipun kau selalu meyakinkanku bahwa kau tak akan seprti itu, sekalipun kau terus bilang padaku bahwa aku tak akan menemukan hal baru jika terus berkutat dengan masa lalu.

Aku tersenyum mengenang perdebatan kita tempo hari. Entah dari mana mulainya, yang aku ingat untuk pertama kalinya malam itu kau membuatku menangis. Entah karena takut melukaimu, atau karna aku takut kesan buruk menghantuiku, bahkan rasa takut kehilanganmu berbaur menjadi satu. Yang membuatku sesak dan mengucurkan cairan bening dari mataku. Ya Allah... andai aku mengenalMu jauh lebih baik dan mencintaiMu lebih baik, mungkin aku tak akan mengalami sakit yang ini.

Aku menghilangkan egoku, dengan keraguan yang teramat kuat aku menuliskan pesan hatiku untukmu. Berkata bahwa aku tak ada niatan untuk melukai hati siapa pun, terutama kamu. Maafkan jika masa laluku harus aku kenalkan jua padamu. Karna sesungguhnya jika kau ingin mengenalku lebih baik, maka kau perlu waktu lama dan lebih bersabar.

Entah apa yang menggerakkan hatimu untuk membalas lagi pesanku. Aku benar-benar tak berpikir kau akan membalasnya. Aku pikir kau sudah menyerah untuk memahamiku. Karena aku bukanlah orang yang mudah untuk dipahami. Katamu aku plin-plan. Dari ujung manakah aku juga tak memahaminya. Biarlah, aku akan tetap tersenyum mendengar celotehanmu tentangku. Suatu saat nanti kau akan memahami diriku yang sebenarnya tapi entah kapan.

****

Ya Allah, aku hanya ingin mencintaiMu. Aku hanya ingin dekat denganMu. Mencintai dan dekat dengan hambaMu ku yakini adalah akibat dari sebab aku mencintai dan dekat denganMu. Benar begitu kan? Jangan ciptakan keraguan yang besar dalam diriku. Jangan ciptakan dinding pembatas sehingga aku mencintai hambaMu berlebihan.

Aku menata ini sudah sejak lama. Jauh sebelum aku mengenalmu. Jauh sebelum aku mengenal seperti apa sakit karena mencintai seorang hamba. Tapi Allah mengizinkan aku mengetahui sakit itu. Allah mengizinkan aku menikmati indahnya terluka dan menyadari bahwa hanya cintaNya lah yang tak akan membuat seorang hamba terluka. Iya, aku kembali menyadari, dulu aku terlalu mencintai hamba. Aku mengesampingkan dan melupakan bahwa hamba itu milik Rabb-ku.

Kau tau, kamu adalah laki-laki yang berhasil mengetuk pintu yang sudah ku kunci rapat dan saat ini aku sedang mengamatimu dari balik pintu itu sebelum aku membuka dan mempersilakan kamu memasuki ruang tamuku yang sederhana ini. Tunjukkan, jangan hanya berdiri saja dibalik pintu itu. Kau tak akan sulit memahamiku ketika kau sudah duduk diruang tamu sederhanaku. Mungkin aku hanya bisa menyuguhimu secangkir teh manis dan kue basah buatan rumahan yang tak kalah nikmat dari yang ditawarkan oleh penjual dirumah makan mewah didepan rumah.

Datanglah dengan anggun, meskipun aku tak seanggun yang kau lihat namun, hatiku lebih halus dibandingkan lapisan awan. Jika saja kau memahamiku lebih jauh, kau akan tau betapa sederhananya tulisan ini dibandingkan perasaanku sesungguhnya. Bukan aku tak percaya harapan dan tak mempercayaimu. Lukaku masih basah dan belum bisa kau sentuh dengan tangan lembutmu itu. Izinkan aku dan sang waktu menyembuhkannya dulu. Jika Rabb-ku sudah mengizinkan, kau bisa saja duduk disinggasana hati yang sederhana ini.

***

Rasanya hari berganti begitu cepat, lambat laun aku bisa sedikit memahami warnamu. Dan warna itu berbeda dengan yang aku miliki. Jika dibayangkan pada sebuah cat, dua warna disatukan akan menciptakan warna baru yang lain. Bisa jadi lebih indah atau sebaliknya. Tergantung pengaduk cat dan seberapa banyak cat yang ia tuang. Haruskah salah satu lebih dominan, atau dituang sama ratakah? Aku tidak tahu, aku belum bisa membayangkan hasil paduannya. Terkadang beberapa warna yang dipadukan harus ada yang lebih dominan untuk menemukan warna indah. Namun, ada juga warna yang dicampur sama rata untuk sebuah warna indah yang baru. Begitu pula kamu dan aku. Tapi, kita sama-sama belum memahami dengan jelas warna apa saja yang kita punya. Masih tertutup ego dan keraguan.

Meskipun begitu, hatiku telah meletakkan satu harap pada Rabb-ku atasmu. Semoga harap itu tak akan menyakitiku. Melihatmu yang kian lama semakin mendekat dan aku tak bisa selamanya menjaga jarak. Aku berharap rasa yang ku punya ini datang dari Rabb-ku. Bukan karna nafsu sekedar ingin memilikimu. Kau tetap seorang hamba, titipannya atau bahkan cobaan berikutnya untukku agar aku lebih memahami bagaimana cinta suci yang sesungguhnya.

Aku percaya, tulisan Tuhan untuk seorang hamba adalah hal yang lebih baik. Kita sama-sama tidak tahu kau dan aku menulis cerita ini untuk hari ini saja atau seterusnya sampai hari-hari merajut masa depan, atau sekedar tulisan yang mengisi halaman-halaman dalam buku yang sudah tercoret banyak cerita. Bagaimana denganmu? Apa yang kau yakini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun