Mohon tunggu...
saka karunya
saka karunya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Semester 4 Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kedaulatan Media Indonesia dalam Pemberitaan tentang Sengketa Laut China Selatan

20 Mei 2024   20:46 Diperbarui: 20 Mei 2024   21:00 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sengketa Laut China Selatan dapat menjadi tantangan bagi upaya Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan di berbagai sektor. Sebagai negara kepulauan yang terletak di kawasan strategis tersebut, Indonesia memiliki kepentingan untuk dapat dengan bebas menjalankan hak-hak berdaulatnya atas wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas landas kontinennya. Namun, klaim sepihak beberapa negara terhadap wilayah perairan yang sama, termasuk klaim sembilan garis putus-putus oleh China, berpotensi menimbulkan konflik dan membatasi akses Indonesia untuk mengakses sumber daya alam laut, melakukan penelitian ilmiah, serta menjalankan patroli keamanan di kawasan yang diakui sebagai bagian dari wilayah hukum nasionalnya sesuai dengan hukum internasional.

Tantangan kedaulatan pada isu Sengketa Laut China Selatan bagi Indonesia tidak hanya terletak pada sektor-sektor tradisional seperti perbatasan negara dan kedaulatan ruang laut, tetapi juga pada penguasaan dan kedaulatan ruang informasi di dunia media siber atau digital. Dalam perkembangan teknologi komunikasi yang cepat pada saat ini, kedaulatan suatu negara semakin luas ke ranah virtual. Penguasaan terhadap narasi, konten, dan infrastruktur media digital menjadi faktor penting dalam menjaga kedaulatan negara di era disrupsi informasi ini. Upaya mengelola pemberitaan serta mencegah dominasi media asing menjadi kunci dalam mempertahankan kedaulatan informasi nasional.

Kedaulatan media merujuk pada usaha negara dalam menjaga kontrol terhadap aliran informasi dan citra yang masuk dan keluar dari wilayahnya. Hal ini memiliki signifikansi penting bagi negara karena media memiliki peran dalam mempertahankan kekuasaan dan kedaulatannya. Price (2002), dalam bukunya Media and Sovereignty The Global Information Revolution and Its Challenge to State Power, menyebutkan bahwa kedaulatan media telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Sebelum abad ke-20, beberapa negara memiliki kendali yang kuat terhadap budaya media, distribusi, dan konten. Namun, pada saat ini, globalisasi telah menyebabkan penurunan kedaulatan negara dalam hal komunikasi dan penyebaran konten media di seluruh dunia. Dengan demikian, media memiliki kemampuan untuk menjangkau audiens secara global tanpa terkendala oleh batasan fisik dan geografis yang ada sebelumnya. Hal ini memungkinkan media untuk mempengaruhi pandangan dan memori kolektif masyarakat secara lebih luas daripada sebelumnya.
Pemanfaatan media dalam sengketa wilayah Laut China Selatan merupakan contoh nyata bagaimana media, terutama media digital, dapat digunakan oleh negara-negara untuk mempertahankan klaim kedaulatannya. Dalam hal ini, berita-berita yang melaporkan sengketa Laut China Selatan yang berasal dari media digital yang dikeluarkan oleh negara-negara yang terlibat dalam sengketa tersebut akan sangat dipengaruhi oleh sudut pandang pemerintah masing-masing negara. Hal ini terlihat dalam kasus ketika pemerintah Cina mengeluarkan peta baru yang menampilkan 9 garis putus-putus (Nine-Dash Line) yang meliputi wilayah Laut Natuna Indonesia. Pengumuman mengenai peluncuran peta terbaru ini juga telah dilaporkan oleh berbagai media di China dan Indonesia.

Berdasarkan Panduan Media China (China Media Guide) yang diterbitkan oleh BBC pada tahun 2023, terdapat beberapa platform media daring asal China yang dapat digunakan sebagai referensi untuk melihat bagaimana media China melaporkan tentang peluncuran peta standar baru China pada tahun 2023 yang lalu. China Daily (chinadaily.com.cn) misalnya menulis tentang peluncuran peta standar baru China oleh Kementerian Sumber Daya Alam (SDA) pada Agustus 2023. China Daily mengutip pernyataan Kepala Perencanaan Kementerian SDA terkait peluncuran peta yaitu survei, pemetaan, dan informasi geografis berperan penting dalam mendorong pembangunan bangsa, memenuhi kebutuhan masyarakat, mendukung pengelolaan SDA, serta membantu pembangunan ekologi dan peradaban.
Salah satu media lain yang membahas peluncuran peta baru China adalah Global Times (Huangqiu Shibao), sebuah media yang sebagian besar artikelnya fokus pada berita internasional. Artikel mengenai peta baru muncul saat India menyuarakan keberatannya atas peta tersebut. Dalam keterangannya, Kementerian Luar Negeri China meminta berbagai pihak untuk tetap objektif dan menahan diri dari menafsirkan secara berlebihan peta nasional China tahun 2023 setelah India memberikan protes keras terkait demarkasi perbatasan yang diatur di peta tersebut. Global Times hadir memberikan keterangan resmi pemerintah China mengenai permasalahan tersebut sebagai upaya meredam ketegangan dengan India. Namun, ketika merujuk pada platform media China lainnya, terdapat banyak media yang tidak melaporkan tentang peluncuran peta baru tersebut. Hal ini memberikan kesempatan bagi media dari negara lain untuk menghentikan atau bahkan memberitakan tentang intervensi dan ancaman terhadap kedaulatan yang dilakukan oleh China melalui peluncuran peta baru.

Fenomena ini menunjukkan bahwa kendali media tidak sepenuhnya terpusat pada satu negara atau pemerintah, dan kekuatan media dalam membentuk narasi dan opini publik semakin terfragmentasi. Dalam era globalisasi ini, transfer informasi yang cepat melintasi batas-batas negara memungkinkan media dari berbagai belahan dunia untuk berperan dalam membentuk persepsi internasional terhadap tindakan seperti peluncuran peta baru tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan media tidak lagi sepenuhnya terkait dengan kedaulatan negara secara tradisional, dan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap dinamika global dalam pengaruh media. Dalam konteks ini, Indonesia memiliki kebutuhan untuk meningkatkan kedaulatannya tidak hanya dalam hal wilayah, tetapi juga dalam hal media. Pemerintah Indonesia perlu menguatkan kembali melalui media bahwa sembilan garis putus-putus pada peta baru China merupakan ancaman dan intervensi terhadap kedaulatan negara. Dengan menggunakan langkah-langkah komunikasi yang efektif, pemerintah dapat membangun kesadaran dan pemahaman di kalangan publik mengenai implikasi dari tindakan tersebut. Selain itu, kerjasama dengan negara-negara lain juga penting bagi Indonesia dalam upaya mempertahankan kedaulatan media. Dengan memperkuat posisinya dalam dunia media internasional, Indonesia dapat menghadapi tantangan yang muncul dari transfer konten media secara global dan memastikan bahwa narasi yang disampaikan mencerminkan kepentingan nasional dan kedaulatan negara.

Selain memperhatikan kedaulatan media di tingkat internasional, penting juga bagi Indonesia untuk meningkatkan kedaulatan media di dalam negeri. Di dalam negeri, media harus melaporkan tentang ancaman yang terjadi terhadap kedaulatan Indonesia di wilayah Laut China Selatan. Media juga harus berperan dalam memberikan pemahaman kepada warga negara Indonesia mengenai pentingnya menjaga dan mempertahankan kedaulatan Indonesia. Dalam konteks ini, media memiliki tanggung jawab untuk menyajikan informasi yang obyektif, mendidik masyarakat tentang isu-isu terkait kedaulatan, serta membangkitkan kesadaran publik akan pentingnya menjaga integritas wilayah Indonesia. Dengan demikian, media domestik dapat menjadi alat yang kuat dalam membangun kesadaran nasional dan memperkuat kedaulatan di dalam negeri.

Daftar Pustaka

BBC. (2023, August 22). China media guide. BBC News. https://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-13017881#:~:text=State%2Drun%20Chinese%20Central%20TV

China Daily. (2023, August 28). 2023 edition of national map released. Www.chinadaily.com.cn. https://www.chinadaily.com.cn/a/202308/28/WS64ec91c2a31035260b81ea5b.html

Price, M. E. (2002). Media and Sovereignty. The MIT Press.

Times, G. (2023, August 30). India called to stay objective, refrain from over-interpreting China's new national map - Global Times. Www.globaltimes.cn. https://www.globaltimes.cn/page/202308/1297264.shtml

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun