Mohon tunggu...
adi susilo
adi susilo Mohon Tunggu... Wiraswasta - pemerhati sosbud

Mendengar dan Berbagi Kabar

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Tradisi di Bulan Ramadhan yang Mulai Ditinggalkan

5 April 2022   14:04 Diperbarui: 5 April 2022   14:14 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Setiap bulan puasa ramadhan pada waktu kecil di kampung  ada tradisi dari kalangan anak anak dan remaja dari usia sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Berkumpul setiap paginya yang didahului saling membangunkan pada kisaran jam tiga pagi. 

Selanjutnya setelah berkumpul lalu berkeliling kampung dengan membawa peralatan tong tek atau kentongan  istilah dari potongan bambu yang biasanya dipakai ronda malam dan terpasang disetiap pos kampling. Untuk menambah kemeriahan dalam kegiatan membangunkan bagi warga yang akan melakukan makan sahur, dibawalah tambahan alat rebana agar irama ketukan menjadi lebih bervariasi.

Pada waktu itu dengan membunyinkan peralatan apadanya sambil berkeliling dengan mengucapkan " sahur, sahur " para warga tidak merasa berisik dan terganggu dari istirahat tidurnya. Suasana inilah yang kadang merasa melayang saat memasuki bulan ramadhan ketika masa kanak kanak dulu. 

Dari pengamatan hingga tahun sekarang, tradisi membangunkan makan sahur dengan alat kentongan sambil keliling kampung terakhir masih ada di era 2000 an. Karena anak anak kita sekarang sudah tidak ada yang melanjutkan tradisi ini dan telah digantikan dengan menggunakan  speaker toa masjid.

Tradisi lain yang cukup berkesan adalah membunyikan mercon bumbung di siang hari, seolah olah melakukan adegan perang perangan dengan menembakkan meriam yang dibuat dengan bambu yang di isi minyak tanah lalu dipanaskan untuk mendapatkan uap yang ketika disulut api keluar suara. 

Mercon bumbung umunya digunakan di awal awal hingga pertengahan puasa saja. Selanjutnya sudah beralih untuk persiapan malam lebaran yaitu dengan merakit mercon. Merakit mercon pada era itu masih mudah mendapatkan bahan baku obat mercon dan belum ada larangan. Walaupun tempat mendapatkan obat mercon pernah mengalami kebakaran tapi penujualan masih bisa dan mudah didapatkan. 

Disamping berbahaya dari ledakan jika terkena api atau kejatuhan benda keras, banyak anak anak yang membuat mercon dari bahan memotong kertas Koran atau kalender bekas. 

Penggunaan kertas bekas kalender lebih keras dan ledakan suara yang dihasilkan lebih keras bila dibandingkan dengan kertas biasa atau Koran bekas. Dalam membuat mercon ini bagi yang tidak didukung oleh para orang tua, membuatnya di komplek pemakaman yang jauh dari warga. Kuburan menjadi pilihan karena terdapat bangunan nisan yang bisa digunakan merakit melinting mercon. 

Waktu yang tepat membunyikan mercon adalah malam takbiran dan waktu subuh jelang sholat Ied. Ada rasa kebanggaan bilamana halaman rumah banyak dikotori oleh cuilan kertas dari hasil ledakan mercon.

Suara Dar der dor sudah tidak ditemukan lagi dalam situasi sekarang, mengingat bahaya yang diakibatkan maka sudah menjadi larangan dan sekarang banyak digantikan dengan kembang api yang menyala di udara yang masih diberikan kesempatan beredar di pasaran. 

Kalau dahulu dengan modal obat 1 ons bisa menjadi ratusan mercon ukuran kecil. Mercon jadi pun dijual bebas dan yang cukup melegenda adalah mercon cap singa. Tentu masa masa ini sangat berkesan walaupun sekarang termasuk kategori benda berbahaya karena ledakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun