Bagi pemain Teh, untuk mengenali jenis tanaman ini ada tiga hal mendasar yang perlu diketahui. Tiga hal tersebut adalah mengenali letak geografis tanaman ini tumbuh di dataran atau ketinggian kebun. Karena dari ketinggian ini dapat dikenali melalui cita rasa teh berasal.
Pertama, tanaman teh berasal dari Low Land Tea ( LLT ) yaitu tanaman teh yang tumbuh pada ketinggian 800 dpl. Perkebunan teh di ketinggian ini contohnya dapat ditemukan di Pagilaran Jateng dan Majalengka Jawa Barat.
Kedua, tanaman teh yang berasal dari High Land Tea ( HLT ) yaitu tanaman teh yang hidup pada ketinggian 800 sampai dengan 1.200 dpl, contoh perkebunan ini adalah kebun Tambi, Kemuning, Medini di Jateng dan  kebun Cianten, Malabar, Kecapi, Gunung Ciliwung, Cibeber di Jawa Barat.
Ketiga, tanaman teh yang berasal dari High Mount Tea ( HMT ) yaitu tanaman teh yang tumbuh diketinggian 1.200 -- 1.700 dpl seperti kebun teh lereng Arjuna dan Gunung Kelud Blitar.
Dari sisi industri hulu, pengolahan teh hanya sampai pada hasil curah. Karena pemilik atau petani teh sudah kewalahan dalam memproses daun teh, mulai dari proses pemanenan hingga pengolahan sudah cukup menelan biaya yang cukup tinggi. Belum pemanfaatan energi bahan bakarnya. Bahan bakar dalam menggerakkan mesin mesinnya menggunakan tiga bahan bakar yaitu kayu, gas dan listrik. Sebagian besar mesinnya peninggalan Belanda. Namun para pelaku teh dari Jawa Barat cukup piawai dengan memodifikasi dan membuat peralatan pengolahan teh sendiri.
Mengolah Teh
Proses pengolahan hasil panen pucuk teh terlebih dahulu masuk proses pelayuan dengan menggunakan  mesin rotary panner yang digerakkan menggunakan bahan bakar kayu tujuannya mengurangi kadar air, sesudah melalui proses pelayuan masuk mesin Jackson roller yaitu menggulung pucuk agar daun teh membentuk gulungan gulungan kecil. Setelah terbentuk gulungan gulungan kecil lalu dimasukkan kedalam mesin Eddless Chain Presure Drier biasa dikenal dengan ECP belong. Pucuk yang sudah menggulung tadi dihembuskan uap panas agar pucuk tidak terjadi proses fermentasi.
ECP Belong ini juga digerakkan menggunakan bahan bakar kayu. Menurut pelaku usaha Teh mesin ini merupakan awal dari proses pengeringan yang selanjutnya akan dimasukkan ke mesin boltea untuk mendapatkan pengeringan tahap kedua dan selanjutnya masuk pengeringan ketiga dengan mesin rotary dryer yang digerakkan menggunakan bahan bakar gas elpiji.
Setelah pucuk kering sempurna lalu masuk mesin sortasi dan pucuk yang kering tadi akan keluar menjadi sebelas varian teh kering yaitu Keringan2, Lokal1, Lokal2, Keringan Murni, Fanning, Kempring, Dust, Tulang, Chun Me, Peco Super Kecil, Peco Super Besar. Dari berbagai macam varian inilah merupakan hasil teh hijau yang merupakan bahan dasar oleh industri hilir atau pabrikan untuk diolah kembali menjadi teh yang siap diseduh. Mulai dari sini penjualan dari hasil olahan ini sudah dikenai pajak pertambahan nilai, sehingga harga bila dihadapkan dengan teh curah impor menjadikan teh dalam negeri kurang kompetitif.
Selanjutnya pengolahan teh oleh pelaku usaha di hilir dilakukan dengan dua metode yaitu fermentasi dan oksidasi. Fermentasi adalah pengolahan dengan cara di tape dan ditambah susu, ini di ambil istilah dari para peracik. Kalau oksidasi dikenal dengan istilah disangrai atau digosongkan, dari sinilah muncul yang dikenal dengan istilah teh hitam.
Teh hitam inilah yang dilanjutkan proses nya menjadi teh tarik, Thai Tea dan sebagai bahan dasar pelangsing tubuh. Dari bahan dasar teh inilah melalui sentuhan inovasi dan pemanfaatan teknologi menjadi berbagai macam produk teh kemasan yang siap dipasarkan kepada konsumen. Pelaku industry hilir lah yang dapat memanfaatkan dan memetik keuntungan bila dibandingkan dengan pelaku di hulu nya karena ilmu peracikannya. Dari sisi konsumsi para penggemar teh mengenal  teh oolong dan teh wangi.