Sebenarnya saya bukan penggemar ikan asin, karena rasanya yang asin hehehe. Tetapi begitu tahu ikan Balobo yang berasal dari perairan di Kepulauan Aru ini rasanya tidak begitu asin, saya jadi tertarik untuk mengenalinya lebih jauh alias ngobrol-ngobrol dengan penjaga stand yang saya temui di acara Forum Pengembangan Investasi Daerah Perbatasan yang diselenggarakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di Hotel Bidakara (3/11).
Forum yang menghadirkan representasi dari kementerian terkait dan stakeholder swasta ini kali pertama diinisiasi oleh Kementerian Desa. Tujuannya, supaya tercipta kolaborasi dan sinergisitas yang harmonis diantara sektor terkait.
Pasalnya, membangun desa apalagi di wilayah perbatasan, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Harus kompak dan punya visi sama yaitu menjadikan wilayah perbatasan sebagai beranda yang cantik, gerbang terdepan negeri ini. Mindset yang memandang wilayah perbatasan sebagai daerah pinggiran yang ter-belakang sehingga "dipinggir-pinggirkan", harus diubah menjadi beranda yang notabene terletak di depan, yang musti mendapatkan perhatian lebih dan dipulas maksimal agar menarik. Jangan kalau sudah dicaplok negara tetangga, baru kita kebakaran jengkot. Gimana nggak kebakaran jenggot coba, potensi dan kekayaannya beuhh..berlimpah. Aduuh jangan sampe ya kita gigit jari.
Makanya nih untuk menjaga wilayah perbatasan, di era Presiden Jokowi dibentuk Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Tujuan agar desa lebih diperhatikan. Pembangunan desa harus menjadi pondasi kekuatan ekonomi rakyat. Terutama wilayah pinggiran dan terpencil yang selama ini jauh dari jangkauan proyek-proyek pembangunan. Seperti Kepulauan Aru yang terletak di wilayah perbatasan provinsi Maluku. Tepatnya di bagian Tenggara Maluku. Ia merupakan salah satu kabupaten dari 3 kabupaten yang terletak di perbatasan Maluku. Berhadapan dengan Laut Arafuru di sebelah selatan dan Papua.
Banyak potensi terkandung di kepulauan seluas 6.426,77 Km2 ini, salah satunya mutiara yang memang sudah tenar. Tak heran kalau kepulauan Aru dijuluki sebagai Nusa Mutiara. Selain mutiara, lobsternya juga terkenal. Dan, yang tak kalah eksis tentu saja ikan asin yang mencuri perhatian saya ketika menyambangi standnya. Penjaga stand langsung mempromosikan. "Bu, ini ikannya enak loh. Nggak begitu asin. Andalan kami bu " Lelaki muda itu berpromosi.
Saya pegang bungkusan ikan yang bertuliskan :gurih, nikmat, tinggi protein, home industri. 'Sudah dipasarkan dimana saja Pak ? tanyaku. "Baru di daerah kami aja bu, kepulauan Aru. Karena masih terbatas produksinya. Pengolahannya juga masih secara perorangan dengan peralatan sederhana. Jadi, produksinya nggak bisa banyak," paparnya.
Ikan Balobo, atau yang populer dengan sebutan ikan julung-julung memang menjadi favorit penduduk Kepulauan Aru. Nilai ekonomisnya bertambah ketika banyak pengunjung dari luar daerah yang membelinya sebagai buah tangan. Ikan yang memiliki ciri khas mata cerah, pupil hitam menonjol, dan insang berwarna merah tanpa lendir ini banyak ditemui di kawasan Aru Tengah Timur dan Aru Tengah Selatan. Tepatnya di Desa Karei, Beltubur, Siya, Salarem, Gomar Meti, Longgar dan Apara.
Ikan Balobo mirip tuna atau peda. Tekstur dagingnya padat, lentur berwarna putih bersih. Tidak ada warna merah sepanjang tulang belakang. Panjangnya bisa mencapai 45 cm, namun umumnya 30 cm. Ia tergolong ikan pelagis (pelagic fish) yaitu ikan yang hidupnya bergerombol di permukaan laut sampai kolom perairan laut yang berkadar garam tinggi dengan kedalaman hingga 200 meter.
Umumnya nelayan menangkap ikan-ikan ini dengan menggunakan jaring, seperti jaring insang berukuran 1-2 inc, jaring lingkar, pukat cincin, payang atau bagan. Untuk jenisnya ikan pelagis, ada dua yaitu pelagis besar dan kecil. Ikan pelagis besar diantaranya ikan tuna dan ikan cakalang. Sedangkan pelagis kecil, yaitu ikan teri, ikan kembung.
Meski ikan Balobo bisa ditemui sepanjang tahun, tetapi khusus pada musim timur yang jatuh pada bulan Juni sampai November adalah masa spesial, berlimpahnya ikan Balobo. Jika per trip rata-rata setiap nelayan mengangkut 200-300 ekor. Pada musim timur bisa mencapai 2000 ekor. Untuk penghasilan nelayan memang masih relatif kecil, antara Rp 750 ribu sampai Rp 1 juta. Jika sudah diolah menjadi ikan asin, rata-rata dijual pedagang di pasaran seharga Rp 45 ribu per kilogramnya. Agak jauh sedikit, harga bisa berbeda.
Â
• Ikan dibersihkan (pengeluaran sisi dan isi perut)
• Penyiangan
• Pencucian 1 (pencuciannya dengan air laut sampai bersih)
• Penirisan
• Penggaraman dengan metode penggaraman basah
• Pengepresan selama satu malam
• Pencucian II (pencucian dengan air lalu dengan menggunakan sikat untuk membersihkannya)
• Pencucian III (pembilasan dengan air laut)
• Pengeringan
• Penyimpanan
Semoga dengan perhatian pemerintah untuk wilayah perbatasan, diharapkan potensi terpendam khususnya di Kepulauan Aru bisa terangkat maksimal. Ikan Balobo bisa diekspor ke manca negara. Dan, kehidupan nelayan pun bisa sejahtera. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H