Mohon tunggu...
Kartika Zuhrah
Kartika Zuhrah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pribadi yang tertarik untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis. Saya suka menonton series atau film dan mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Ketahanan Pangan: Tantangan dan Strategi di Era Normal Baru

4 Februari 2023   14:08 Diperbarui: 4 Februari 2023   14:13 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilmu yang dituliskan pada artikel ini merupakan bentuk pemaparan ulang dalam bentuk tulisan dari kursus dan pembelajaran mandiri yang dilakukan dengan menyaksikan video penyampaian materi oleh Dr. Eko Hari Purnomo, M.Sc., Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University, pada laman kognisi.

Ketahanan Pangan

Pandemi Covid-19 nyatanya tidak semata-mata berdampak pada kesehatan, bahkan perekonomian pun secara langsung terganggu stabilitas bahan pangannya yang bergantung pada sektor pertanian. Pada akhirnya, ketahanan pangan menjadi target besar akibat pandemi dengan jangka waktu yang cukup lama. 

World Food Summit pada tahun 1996 menyatakan bahwa ketahanan pangan hanya terjadi apabila semua orang pada waktu yang sama memiliki akses secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang memadai, aman, dan bergizi sehingga tercapainya kebutuhan pangan yang seimbang yang ditandai dengan kehidupan aktif dan sehat. 

Berdasarkan definisi tersebut, perlu ditekankan beberapa poin penting sebagai indikator tercapainya ketahanan pangan dengan baik. Disebutkan bahwa semua masyarakat harus memiliki akses yang sama dan merata untuk mencapai komoditas pangan tersebut. Akses yang dimaksud meliputi akses secara fisik, yaitu bagaimana seseorang yang berdomisili di luar wilayah penghasil makanan pokok utama dapat dengan mudah menjangkau komoditas tersebut. 

Tidak hanya akses secara fisik, secara ekonomi pun setiap warga negara memiliki hak mendapatkan komoditas pokok negara tanpa terkecuali. Hal ini tentunya menjadi benang merah atas permasalahan ketidaktahanan pangan pada suatu wilayah karena tidak adanya kemudahan dalam menjangkau bahan pangan secara fisik dan ekonomi.

Selain itu, kesediaan pangan juga perlu diperhatikan sehingga jumlah bahan pangan harus sangat cukup dalam rentang waktu satu tahun atau lebih untuk seluruh masyarakat. Jalur akses, baik secara fisik dan ekonomi, pendistribusian pangan pun harus selalu dalam pengawasan pemerintah sehingga kebutuhan makanan pokok bagi seluruh lapisan masyarakat dapat terpenuhi dengan baik.

Suatu wilayah dapat dikatakan dalam kondisi ketahanan pangan yang baik harus memenuhi empat dimensi, yaitu ketersediaan, kejangkauan, kebermanfaatan, dan kestabilan pangan.

Ketersediaan pangan yang dimaksud adalah secara kuantitas, pangan tersebut harus ada pada posisi yang aman. Sehingga tidak ada kecemasan akan kekurangan komoditas pokok yang pada dasarnya setiap hari akan dikonsumsi oleh semua orang di wilayah tersebut.

Kejangkauan pangan, seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa akses terhadap pangan sangatlah penting karena tidak semua tanah atau area di wilayah tersebut mampu menghasilkan kualitas bahan pangan yang sama. Jika melihat kasus di Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, maka keterjangkauan pangan untuk setiap wilayah di Indonesia harus disorot secara seksama karena ini menyangkut terpenuhinya kebutuhan nutrisi dari setiap warga negara Indonesia.

Kebermanfaatan suatu pangan sudah pasti sangat penting dan harus menjadi fokus suatu negara. Hal ini dikarenakan keamanan suatu pangan harus selalu terjamin sehingga nutrisi dari pangan tersebut akan sampai ke tubuh konsumen sehingga terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang akan meningkatkan status kesehatan penduduk suatu negara.

Kestabilan pangan menentukan akan seperti apa generasi penerus suatu bangsa. Jika produksi sampai distribusi dari suatu bahan pangan tidak stabil dan mengalami penurunan, maka akan berdampak pada kesehatan dan keproduktifan negara itu sendiri.

Lantas, Faktor-faktor Apa saja yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan?

Konflik

Sangat jelas bahwa konflik akan memengaruhi produksi bahan pangan, terlebih apabila konflik yang terjadi sampai pada puncak dengan menyerang wilayah tertentu. Konflik yang memanas akan mendorong suatu pihak untuk menyerang wilayah pihak lain, tentunya wilayah yang dimaksud adalah pusat produksi bahan pangan yang menjadi sumber kehidupan. Anggaran yang mulanya sekian persen ditujukan untuk proses produksi bahan pangan kemungkinan besar akan dipangkas untuk mempertahankan wilayah. Konflik tidak hanya akan berdampak pada produksi pangan pihak yang terlibat, bahkan pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung bisa mendapatkan pengaruh atas konflik tersebut. Misal pihak-pihak yang mengandalkan impor protein dari pihak yang sedang konflik tentunya akan tersendat dalam proses distribusi bahan protein tersebut.

Keadaan sosial-ekonomi

Pendapatan penduduk yang semakin menurun akan sangat mempengaruhi pengeluaran bagi tiap individu khususnya dalam konsumsi bahan pangan. Semakin rendah pendapatan tiap kepala keluarga, maka kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan dalam keluarga tersebut akan semakin sulit untuk dicapai karena keterbatasan anggaran. Ketahanan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi semua kalangan warga negara dapat mengakses bahan pangan tanpa kendala, di mana salah satu indikator akses tersebut adalah ekonomi. Dengan tidak meratanya strata sosial berdasarkan pendapatan, maka ketahanan pangan akan sulit untuk dicapai. Hal ini juga akan berkepanjangan terhadap kesenjangan sosial yang berujung pada permasalahan kekurangan gizi.

Bencana alam

Satu hal yang cenderung sulit untuk dihindari adalah bencana alam. Kondisi seperti banjir dan kekeringan akan langsung memberi dampak terhadap sistem produksi bahan pangan. Sistem yang langsung berkenaan adalah irigasi atau sistem pengairan yang memiliki pengaruh besar dalam pertumbuhan pangan. Apabila kondisi kelembaban dan kandungan air menjadi berlebihan atau bahkan sangat kurang, maka produksi pangan akan terganggu yang pastinya berdampak secara langsung terhadap proses distribusi bahan pangan tersebut.

Perubahan iklim

Perubahan iklim yang tiap tahunnya bahkan tiap bulannya semakin ekstrim pun menjadikan hasil panen bahan pangan ketergantungan. Tidak ada yang dapat menjamin seratus persen bahwa iklim tersebut akan menguntungkan. Hal ini mempengaruhi pihak produsen menjadi ragu dan tidak dapat mengeksekusi bahan pangan dengan baik.

Hama

Hama akan merusak bahan pangan secara kualitas dan akan berkelanjutan terhadap kuantitas bahan pangan yang layak didistribusikan kepada konsumen. Jika hal ini terus memburuk, maka persediaan bahan pangan yang mulanya sudah diperhitungkan dengan baik pun akan terganggu dan ketahanan bahan pangan juga tidak tercapai.

Pandemi

Dilansir dari World Bank Summit, pandemi Covid-19 memberikan dampak berupa indeks harga komoditas agrikultur yang semakin meningkat. Pada 2021, harga jagung, gandum, dan beras secara berurutan meningkat 43%, 12%, dan 10% dari bulan Januari 2020. Kenaikan harga yang tinggi ini apabila dikombinasikan dengan keadaan menurunnya pendapatan penduduk, akan berdampak langsung terhadap menurunnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan. Kondisi tersebut akan memburuk apabila keadaan ekonomi semakin anjlok. Hal ini akan lebih berpengaruh terhadap keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah karena pengeluaran yang dibutuhkan akan semakin banyak untuk tetap memenuhi kebutuhan pangan saat keadaan ekonomi menurun. 

Secara sederhana, pandemi berdampak terhadap dimensi kebermanfaatan pangan atau nutrisi yang dibutuhkan dari pangan tersebut. 

Namun, perlu diketahui bahwa Covid-19 bukan merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan (International Commision on Microbiological Safety of Food, 2020). Jika terdapat bahan pangan terkena droplet yang mengandung virus Covid-19, maka virus tersebut tidak akan mampu bertahan dengan kondisi lingkungan sistem pencernaan manusia yang memiliki tingkat keasaman (pH) sangat ekstrim. 

Pandemi pada mulanya sudah mengejutkan sistem pasokan dan permintaan bahan pangan di seluruh dunia karena pendapatan yang mulai menurun. Pada dasarnya, Covid-19 tidak mengurangi kekurangan pasokan pangan secara langsung melainkan mengganggu sistem distribusi bahan pangan, seperti limitasi mobilitas dan akses market yang prosedurnya dipersulit. 

Salah satu bentuk hambatan pendistribusian yang terjadi di Indonesia selama masa pandemi adalah semi-lockdown yang membatasi jam beroperasi tempat distribusi bahan pangan, seperti pasar induk. Hal ini mengganggu rantai pasokan bahan pangan. Seluruh penjuru dunia memiliki satu visi besar untuk tahun 2030 yaitu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) berupa musnahnya kelaparan (zero hunger). 

Penanganan masalah zero hunger ini sangat penting untuk visi kesejahteraan masyarakat dunia. Dilansir dari Funds From Operation (FFO) menyatakan bahwa 690 juta orang di seluruh dunia mengalami kelaparan dan 750 juta orang mengalami kerawanan pangan, serta 2 miliar orang tidak memiliki akses untuk mendapatkan pangan yang cukup dan bergizi. 

Terdapat sekitar 100 juta orang yang kekurangan gizi di seluruh dunia. 

Pada rentang tahun 2005 sampai 2011, terdapat penurunan jumlah orang yang kekurangan gizi. Namun, mulai tahun 2011 sampai 2019 sebelum pandemi mengalami peningkatan terhadap warga dunia yang kekurangan gizi. Selama pandemi Covid-19, jumlah tersebut terus mengalami peningkatan. Bahkan diprediksi bahwa hal buruk ini akan terus berlanjut hingga setelah pandemi. Berdasarkan prediksi kenaikan jumlah dan persentase kasus tersebut, maka 2030 akan menjadi masa yang sulit.

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas mengenai seberapa penting ketahanan pangan di masa sekarang dan masa yang akan datang, perlu diketahui juga apa yang akan terjadi apabila hal tersebut tidak tercapai. Jika berbagai upaya di atas tidak dapat dilakukan dengan baik, maka dunia secara global akan mengalami ketidaktahanan bahan pangan yang pernah terjadi beberapa tahun sebelum pandemi. 

Data menunjukkan bahwa persentase atas ketidaktahanan bahan pangan pada tahun 2014 sampai 2019 terjadi perbedaan kondisi untuk beberapa wilayah. Dalam lingkup global, jumlah ketidaktahanan pangan di dunia meningkat bahkan sebelum pandemi Covid-19. Kemudian di Afrika memiliki persamaan yang cukup dekat dengan kondisi global secara garis besar, khususnya Amerika Latin dan Carribean yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan di Asia cenderung datar sehingga lebih baik dibandingkan kondisi dunia secara umum. Perkembangan yang baik terjadi di Amerika bagian utara dan Eropa dengan sedikit penurunan jumlah ketidaktahanan pangan yang mana jauh lebih positif dibandingkan negara bagian lainnya. 

Situasi demikian menjadi cerminan atas kasus stunting, yaitu kondisi seseorang yang tidak dapat tumbuh sesuai dengan keadaan optimal yang seharusnya. Kasus stunting cukup banyak ditemukan di wilayah Afrika, Afrika bagian barat, Asia bagian selatan, India, Nepal, bahkan Asia Tenggara. Sedangkan Amerika bagian utara memiliki kasus stunting yang sangat kecil.

Strategi untuk Memperbaiki Kondisi Ketahanan Pangan

Diketahui bahwa ketahanan pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Semua faktor tersebut secara regional berada di bawah tanggung jawab pemerintah. Untuk memperbaiki kondisi ketahanan pangan kondisi ekonomi pun harus membaik, meminimalisasikan munculnya konflik, kemampuan dalam memprediksi perubahan iklim, mengatasi hama, dan mengurangi kemiskinan sehingga tidak ada kesenjangan sosial, serta seluruh pihak mampu mengedukasi satu sama lain terkait pengeluaran dalam konsumsi makanan yang tepat.

Konflik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun