Seperti tahun-tahun sebelumnya, kontestasi politik yang bernama Pemilihan Presiden dan pemilihan Legislatif berlangsung seru. Jika dua pemilu sebelumnya, pertikaian terjadi karena Suku Agama Ras dan antar Golongan, kini cenderung terjadi pada antar golongan saja namun pertikaian membela kandidat masing-masing berlangsung a lot dan keras.
Perpecahan tak terelakkan. Baik di ranah kehidupan nyata dan kehidupan maya. Ini diperburuk oleh penggunaan media sosial dan mekanisme algoritma yang membuat para pemuja kandidat masing-masing merasa benar sendiri.Â
Pembenaran oleh masing-masing kelompok ini makin kuat karena sarana yang mengamplifikasikannya adalah kelompok sendiri, sehingga serupa dengan kebenaran dan kemudian dipercaya oleh mereka sendiri.
Begitu kelompok sebaliknya, mekanisme di atas berlaku. Sehingga tidak heran jika dua atau tiga kelompok ini bertikai dengan sangat seru dan seakan tidak habis habis. Inilah jejak keteganan politik di Indoensia, yang terus menerus terjadi selama hampir satu dekade ini.
Seharusnya ketegangan dan pertikaian ini berakhir pada saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan pemenang pemilu. Sudah seharusnya warga- siapapun kandidat yang didukungnya pada pemilu- melakukan rekonsiliasi nasional.Â
Apalagi pengumuman KPU itu masuk dalam bulan Ramadan dimana bulan ini memberi kesempatan bagi umat Islam untuk merefleksikan nilai-nilai kebersamaan, toleransi, dan perdamaian dalam masyarakat yang sebelumnya terpolarisasi secara politik politik.
Bulan Ramadan adalah bulan yang dihargai bukan saja oleh umat muslim, tetapi juga umat lainnya. Mereka menjadi hati-hati dalam bersikap dan bertingkah laku.Â
Saling menjaga sikap dan narasi dan yang paling menonjol adalah para umat non muslim menghargai keadaan umat muslim yang sedang berpuasa dengan tidak makan dan minum dengan sembarangan. Inilah yang disebut toleransi.
Alangkah baiknya toleransi ini diikuti oleh rekonsiliasi politik pasca kontestasi politik tadi. Rekonsiliasi sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh kaum elit saja, karena sebagian orang memaknai rekonsiliasi elit sebagai rekonsiliasi artifisial alias palsu.Â
Rekonsiliasi pasca pemilu harus mencakup semua warga negara sampai ke akar rumput, karena rekonsiliasi sebnarnya memberi manfaat yang besar untuk masa depan.