Mohon tunggu...
Ika Kartika Sari
Ika Kartika Sari Mohon Tunggu... Lainnya - A Mom

Business Antusiasm, A Mom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Berbagi Peran dalam Keluarga

2 November 2020   12:57 Diperbarui: 2 November 2020   13:11 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagi peran dalam rumah tangga adalah hal penting dalam menjamin kestabilan jiwa dan rasa dalam menjalani kehidupan. Tatkala ketika pulang kerja, sang ibu harus segera bertukar peran menjadi ibu, yang berperan penting dalam kehidupan anak dan keluarga. 

Menyiapkan makanan, memandikan anak, mengajari anak belajar serta harus melayani suami, juga tak pelak ibu lakukan walaupun begitu berat lelahnya. 

Ketika sang ayah pulang kerja, ayah melihat anak-anaknya yang lucu sudah bersih dan siap bermain, tapi terkadang ada juga yang merengek, meminta sang ayah menggendongnya. 

Tak pelak dikarenakan lelah, sang ayah hanya diam sembari mencium anaknya, kemudian ke kamar tidur untuk segera melepas lelah. Sang ibu merasa tentu merasa kesal karena ayah yang tidak mau berbagi peran dalam mengurus rumah tangga, percekcokan tak dapat terelakkan. 

Korban yang paling menyedihkan adalah anak, mereka tak terurus akibat percekcokan rumah tangga, padahal ayah dan ibu adalah sekolah pertama anak. Setiap kelakuan orang tua, tentu akan ditiru anak-anaknya dan kemudian akan dipraktekkan nantinya di luar rumah. 

Apa jadinya jika Ayah dan ibu tidak bekerja sama serta berbagi peran mengurus rumah tangga. Ibarat menanam padi di sawah, akan lebih ringan jika ketik membajak serta menabur benih bersama kemudian merawat bersama serta memanennya bersama. 

Anak-anak adalah amanah

Banyak film-film yang diangkat dari kisah nyata, yang menggambarkan kekerasan yang dilakukan anak dibawah umur kepada teman-teman sebayanya atau disekitarnya. 

Sadar atau tidak kekerasan yang digambarkan dalam film tersebut muncul dikarenakan sang ayah yang suka menyiksa anak tersebut. Sang ibu tak mampu membela anaknya karena lemah, begitu juga sang anak terlalu lemah membela diri, maka terjadilah kekerasan. Anak yang selalu disiksa oleh ayahnya mengakibatkan anak tersebut terganggu kejiwaannya, bisa menjadi psikopat atau sejenisnya. 

Menyiksa bagi mereka adalah kebahagiaan, akibat terlalu sering disiksa oleh ayahnya. Ini adalah kisah nyata yang diangkat dalam sebuah film, ini ada disekitar kita tanpa kita sadari. 

Bahaya memang sangat bahaya, terutama bagi generasi penerus bangsa, guru tak lagi dihargai, karena guru saja yang menegur dilawan bahkan tak jarang dipukul oleh siswa tersebut. Ini adalah potret salah asuhan. 

Anak adalah amanah dari tuhan untuk kita jaga, dididik serta dipertanggung jawabkan kelak di akhirat. Kesiapan keluarga, ayah dan ibu ketika mulai ingin mempunyai anak adalah, bersiap untuk bagaimana menjadi figur nyata, sekolah pertama anak, dalam menjalani hidupnya. 

Belajarlah sebaik-sebaiknya menjadi ayah dan ibu yang berperan aktif dalam membentuk karakter anak, karena anak adalah kertas putih yang kalau sedikit ternoda, akan rusak warnanya, sulit untuk dibersihkan seperti semula. Anak adalah permata kehidupan orang tuanya, permata yang harus dijaga sebagaimana menjaga hal yang sangat berharga dalam kehidupan kita.

Peran awal keluarga, masa depan dunia

Dewasa ini, tak heran kekerasan dalam keluarga, terutama terhadap ibu dan anak merupakan tamparan besar bagi bangsa ini. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan pada 2018 mencapai 406.178 kasus, meningkat 16,6% dibandingkan 2017 yang sebanyak 348.446 kasus. 

Data tersebut berasal dari  Catahu yang dikompilasi berdasarkan data perkara yang ditangani Pengadilan Agama sebanyak 96% (392.610 kasus) dan 209 lembaga mitra pengada layanan sebanyak 3% (13.568 kasus). 

Selama sepuluh tahun terakhir, jumlah pelaporan dari kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat. Hanya pada 2010 dan 2016 angka pelaporan menurun. 

Pada 2010, laporan menurun 26,8% dari 143.586 kasus menjadi 105.103 kasus. Sementara itu, pada 2016 jumlah laporan menurun 19,5% dari 321.752 menjadi 259.150 kasus.  Ini baru di Indonesia, bagaimana kdrt di negara lain?

Berdasarkan data dari organisasi perlindungan perempuan PBB yang rilis 6 April 2020, mengatakan bahwa terjadi peningkatan lebih dari 30 persen KDRT yang terjadi Prancis sejak pandemi. 

Data-data tersebut menggambarkan begitu kritisnya peran keluarga dalam mengurangi kekerasan. Keegoisan, kemarahan, keadaan ekonomi, merupakan salah satu pemicu terjadi kekerasan, anak dan perempuan selalu menjadi korban karena yang paling lemah. 

Dalam beberapa budaya tradisional, Suami harus dilayani oleh istri, seberat apapun pekerjaan istri, kodrat istri tetap harus melayani, mindset seperti ini harus segera dirubah, Berbagi peran dalam keluarga itu indah. 

Ketika istri kesulitan dan kelelahan dalam mengurus rumah tangga, suami dengan senyum dan cinta rela membantu istri, bahkan mengambil alih pekerjaan istri. 

Empati yang seperti ini membuat keluarga menjadi bahagia, kegiatan belajar mengajar dalam rumah tangga pun semakin nyaman dan indah. Anak-anak menemukan hal yang luar biasa, bisa menjadi percontohan bagi mereka ketika membuka jendela luar rumah. 

Mereka jadi tau bersikap, karena ayah dan ibunya mampu menyikapi kehidupan yang keras dengan kerjasama dan cinta. Anak-anak yang sudah mampu bersikap baik, adalah masa depan dunia, dunia terselamatkan dari kekerasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun