Mohon tunggu...
Kartika Rahmi
Kartika Rahmi Mohon Tunggu... Tutor - Educational Content Developer

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (Q.S Al Isra: 07)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seni Teater: Relevansi Antara Budaya dan Edukasi

24 Juni 2024   15:13 Diperbarui: 24 Juni 2024   15:26 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Olah tubuh, bahasa, dan jiwa yang diiringi musik dan jalan cerita termasuk ke dalam komposisi seni teater yang kemudian dievaluasi oleh para penonton.  Dalam hal ini, penonton berperan sebagai sutradara terbaik dalam mencerna alur cerita dari teater. Jika dilihat dari perkembangannya di Indonesia, teater memiliki tiga jenis, yaitu teater tradisional, teater modern, dan teater kontemporer. Pertama, teater tradisional adalah teater  yang tumbuh dan berkembang di masyarakat tertentu yang diselenggarakan di pentas terbuka tanpa panggung, serta dialognya lebih didominasi oleh improvisasi, contohnya wayang orang, lenong, dan ketoprak. Kedua, teater modern adalah teater yang sudah tidak memiliki aturan dalam pementasan. Jenis teater ini sudah mendapatkan pengaruh dari seni teater barat (dramaturgi). Ciri khas yang membedakan teater ini dengan teater modern adalah dialog dan jalan cerita yang sudah terstruktur dan ditentukan langsung oleh sutradara. Ketiga, teater kontemporer yang tumbuh berdasarkan unsur kekinian. Teater ini tumbuh dan berkembang di antara tokoh pegiat teater dan komunitas teater. Seni teater ini ditujukan kepada penikmat teater aktif yang pada umumnya sudah mengetahui konsep pertunjukkan teater. Jenis teater ini bertujuan menampilkan konsep cerita dari gagasan para sutradara untuk mencapai tujuan yang telah direncakan, baik sebagai hiburan maupun sebagai kritik sosial.

Dalam menghadapi proses akulturasi budaya yang masuk ke Indonesia, seni teater mampu menunjukkan konsistensinya sebagai salah satu bentuk pertunjukkan yang mengesankan, meskipun faktanya seni teater ini kurang diminati masyarakat karena mereka cenderung lebih memilih menonton adegan sinetron atau drama yang ditayangkan di media elektronik daripada berkunjung ke gedung-gedung pertunjukkan dengan membayar karcis masuk yang cukup mahal. Berkaitan dengan fenomena tersebut, Crown (2015) menyimpulkan sebagai berikut.

Di Indonesia, pertunjukkan teater bukanlah suatu hal yang baru. Teater sebenarnya merupakan salah satu budaya Indonesia. Namun dengan adanya perubahan zaman, masyarakat cenderung melupakan yang namanya pertunjukkan teater seperti lenong, ketoprak, dll. Bila kita cari, sebenarnya masih ada orang-orang yang peduli dan ingin membangun kembali budaya teater di Indonesia, khususnya di Jakarta. Akan tetapi, penciptaan kembali untuk trend bukanlah hal yang mudah.

Problematika kedua ialah jarang ditemui stasiun-stasiun televisi yang menayangkan jenis teater modern dan jenis teater kontemporer, mereka justru lebih memilih menayangkan seni teater tradisional, seperti wayang orang dan ketoprak yang jalan ceritanya diimprovisasi dengan unsur lawakan dari para aktornya. Hal ini yang membuat konsep cerita kurang menyampaikan kebermaknaan pengalaman hidup. Stasiun-stasiun televisi lebih mengutamakan popularitas dengan tujuan menghibur masyarakat daripada menanamkan nilai-nilai moral yang diharapkan mampu menjadi teladan bagi segala pihak mengingat teater bisa disaksikan oleh siapa saja termasuk anak-anak, orang tua, remaja, dan dewasa tergantung target penikmatnya yang disesuaikan dengan konsep cerita. Bila ditinjau dari kelebihannya, teater tidak dapat dimainkan secara berulang layaknya adegan film. Para tokoh harus benar-benar matang mendalami sebuah peran dengan persiapan yang totalitas dan memahami konsep cerita secara utuh. Seluruh gerak tubuh dan ekspresi ikut dinikmati oleh para penonton teater, tidak seperti film yang hanya menampakkan beberapa sudut pandang saja pada tokoh. Selain itu, bila ditinjau dari kemegahan gedung, kostum, setting panggung yang mengesankan serta permainan para tokoh yang lihai dan menjiwai tentu teater bukanlah sesuatu yang mahal karena para penikmat teater akan diberikan pertunjukkan yang luar biasa karena persiapan matang telah disusun beberapa bulan sebelumnya.

Para kreator saat ini bukan hanya tumbuh dari kalangan pegiat teater saja, namun semakin berkembang hingga ke sekumpulan aktivis mahasiswa maupun buruh yang berusaha mengungkapkan problematika sosial dan ketidakadilan negara. Mereka berondong-bondong berdemonstrasi dengan diiringi pementasan secara kondisional yang terkadang pula tanpa persiapan apapun. Sajak-sajak pun ikut bergema bersama dengan nuansa dramatis yang dihadirkan. Tanpa panggung terbuka, mereka menyajikan pertunjukkan di depan gedung-gedung pemerintahan, berorasi, dan mempraktikkan adegan miris tentang kehidupan rakyat terpinggirkan. Hal ini mereka lakukan agar penyampaian protes secara satir maupun ironi mampu sedikit demi sedikit menyindir para pelaku yang kurang bertanggung jawab dalam kesenjangan sosial. Kemunculan teater dengan kategori seperti ini merupakan hasil dari perkembangan budaya yang diambil dari gejala-gejala sosial yang kemudian merangsang daya psikis para masyarakat untuk menciptakan sesuatu yang dapat dipandang sebagai kenikmatan publik. Dengan sikap yang kurang sewajarnya, mereka secara tidak langsung menarik masyarakat lain untuk ikut andil dalam menumpas gejala sosial yang dirasa memang kurang relevan dengan hati masyarakat dan dapat menimbulkan dampak negatif jika ketidakadilan tersebut dilanjutkan.

Bila dilihat dari segi pendidikan, teater juga bisa dikategorikan sebagai pembelajaran penanaman karakter sekaligus pembelajaran bahasa yang menarik. Jika ditinjau dari kurikulum 2013 yang menggunakan 5M yang terdiri dari: mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan, pembelajaran bahasa saat ini lebih cenderung ke pembelajaran berbasis teks, meskipun pembelajaran dipusatkan terhadap siswa. Selain itu, pendidikan yang mengutamakan literasi juga sedang gencar-gencarnya dikampanyekan oleh pemerintah agar siswa mampu membaca dan menulis dengan memanfaatkan media teknologi dan media cetak dengan kritis dan bertanggung jawab. Pada umumnya, kondisi di lapangan siswa-siswi justru lebih diarahkan dalam mencari pengalaman dalam kehidupan sehari-harinya dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Tak jarang banyak siswa-siswi baik yang berusia anak-anak maupun remaja kurang bisa mengaspirasikan pendapatnya terhadap ketimpangan yang terjadi pada dirinya sendiri atau merasa ketakutan jika ingin mengeluarkan pendapat. Melalui teater, para siswa sudah sewajarnya mampu diarahkan menjadi tokoh utama yang mampu memahami berbagai karakter dengan sistem praktik yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Mereka bisa membedakan peristiwa buruk maupun peristiwa baik yang terjadi dengan mengambil nilai-nilai moral yang hadir dalam jalan cerita. Gerak tubuh dan ekspresi mampu meningkatkan kesehatan jasmani, serta pelatihan kemampuan vokal yang baik. Selanjutnya, kompetensi pengetahuan dan kompetensi produktif juga akan semakin berkembang sebagai kemampuan yang dimiliki siswa karena dengan teater mereka bisa diarahkan untuk membaca kisah-kisah mengenai pengalaman hidup dan menuliskannya dalam sebuah naskah jika mereka ditugaskan untuk menampilkan sebuah pementasan teater. Mereka juga bisa menyimak dan berbicara langsung mengenai kritik-kritik yang selama ini tak pernah tersampaikan. Kreativitas akan terasah dan mereka mampu meningkatkan daya cipta dengan sikap kerja sama antaranggota baik dari tim produksi maupun tim pelaku. Teater berusaha mengedepankan kecerdasan sosial yang mengupayakan siapa saja mau dipimpin dan siapa saja harus berinisiatif untuk dipimpin. Kerja sama mampu mengurangi sikap egoisme sekaligus melatih sikap kedewasaan terhadap tanggung jawab sebuah tim. Sebagai sarana hiburan, teater juga menjembatani beberapa cabang seni menjadi satu, yaitu seni tari, seni musik, seni rupa, bahkan seni bisnis untuk memasarkan dan paling utamanya seni menjalankan hidup sehingga seseorang yang sudah berkecimpung dalam dunia teater harus bisa mendalami cabang-cabang seni yang turut ikut serta tersebut. Karena keunggulannya yang signifikan, teater layak ditetapkan sebagai sarana hiburan yang berkualitas. Agar tetap lestari, teater juga harus dikembangkan secara konsisten sebagai budaya yang mampu mengikuti arus globalisasi yang tujuannya mampu menargetkan penikmat teater dari berbagai kalangan dan juga menggerakkan para  generasi muda untuk aktif dalam pelaku-pelaku seni teater tersebut karena teater sangat bermanfaat untuk melatih kreativitas diri sebagai dasar pembentuk pribadi yang produktif dan mampu bersaing.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun