Adik sayang,
Kakak mau tanya, apa kalian bahagia dengan kehidupan di masa muda sekarang ini? Apa kalian sudah punya mimpi akan menjalani hidup seperti apa 20 tahun mendatang?
Kakak yang 20 tahun lalu hidup bahagia tapi, tidak punya mimpi akan menjalani hidup seperti apa. Padahal, saat itu banyak teman seumuran kakak bermimpi menikah, punya anak, dan pekerjaan bagus.
Mimpi masa depan tidak muncul di otak karena kakak menilai diri kakak biasa saja. Tidak ada yang menonjol dalam diri kakak. Kakak juga bukan tipe anak pandai bergaul. Hidup kakak berjalan sehari lewat sehari dengan sekolah, makan, minum, main dan bersih rumah. Maka dari itu, kakak tidak berani memiliki mimpi mau jadi ini itu.
Kakak yang seperti itu saat mau kuliah memiliki guru wanita yang tidak rela punya anak didik yang tidak punya mimpi sama sekali akan masa depan. Hingga kini kakak masih ingat nasehat guru itu. "Kamu yang sekarang boleh tidak punya mimpi, tapi tolong berjanji pada saya untuk berani mencoba tantangan baru dan kerjakan dengan sepenuh hati."
Guru itu aktif mendorong kakak ikut berbagai lomba hingga bersedia membuat surat rekomendasi kuliah ke dosen kenalan di universitas luar negeri. Kakak masih ingat jelas wajah bingung, Â kecewa dan kesal beliau saat menolak keras tawaran beasiswa keluar negeri. Kakak beralasan tidak percaya diri bisa menjalani hidup di luar negeri dan waktu kecil pernah berjanji tidak keluar Indonesia sebelum mengenal Indonesia.
Alasan terakhir kakak membuat bingung beliau.Â
Waktu kecil kakak tinggal di perkampungan padat penduduk di tengah pusat kota Jakarta. Kakak sering bermain dengan anak laki kampung belakang. Kulit kakak putih dan mereka hitam semua. Mama melarang keras kakak main dengan mereka karena hitam bukan laki. Suatu hari, kakak cerita ke mereka tentang masalah mama dan ternyata mereka juga dilarang ibu mereka main dengan kakak dengan alasan sama yaitu, warna kulit. Kami yang kecil bingung dengan kenyataan di rumah karena di sekolah dan tempat ibadah diajari bahwa semua sama bagi negara dan Tuhan, tidak boleh saling membedakan. Sejak itu kakak memiliki cita-cita ingin mengenal Indonesia dan tidak mau keluar sebelum memiliki cerita yang tepat tentang Indonesia.
Tawaran beasiswa guru itu tak sengaja menyadarkan kakak bahwa kakak ternyata punya mimpi!
Guru itu pindah kerja keluar negeri dan kakak melanjutkan hidup kuliah di universitas negeri dengan memegang teguh pesan beliau.Â
Kakak aktif ikut berbagai lomba yang ditawarkan kampus. Waktu itu ada lomba menulis yang disponsori perusahaan penerbangan terkenal bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Tinggi (Dikti).
Salah satu syarat untuk memenangkan lomba adalah tidak pernah tinggal di luar negeri. Kakak masuk jadi finalis. Saat wawancara tahap akhir sesama finalis saling kenalan dan tahu latar belakang masing-masing. Waktu pengumuman tiga pemenang utama, salah satu pemenang memiliki ayah diplomat dan pernah tinggal lama di luar negeri.Â
Tentu kenyataan yang bertolak belakang dengan syarat awal yang ditentukan Dikti membuat semua bertanya, "Kok, bisa!?" Tak lama kakak mendapat telefon dari finalis Jogjakarta. Finalis itu berkata bahwa temannya sesama finalis tidak sengaja mendengar pembicaraan orang Dikti saat datang ke kantor untuk ambil sertifikat kepesertaan.Â
"Seharusnya yang menang itu kamu. Tapi, karena kamu Tionghoa jadi digagalkan dan diganti anak diplomat itu," katanya. Kakak yang mendengar itu tidak kaget sama sekali karena menurut kakak ini memang sesuai yang kakak minta ke Tuhan untuk membimbing kakak mengenal Indonesia.Â
Keaktifan kakak ikut berbagai lomba menarik perhatian seorang dosen. Menurut beliau pekerjaan yang cocok untuk kakak adalah wartawan. Kakak menertawakan beliau karena menurut kakak tidak mungkin.
3 bulan setelah lulus kuliah, kakak bekerja jadi reporter media cetak ekonomi nomor satu terbesar milik asing. Pekerjaan memaksa kakak untuk belajar lebih dalam tentang ekonomi, politik, dan sosial budaya di Indonesia.Â
Perlahan kakak mulai mengenal Indonesia dari berbagai sisi dan kalangan sosial. Â Suatu hari, kakak mendapat tawaran bekerja untuk media televisi besar milik asing.Â
Hidup ini banyak pilihan. Kakak memilih menolak tawaran itu. Teman baik kakak marah besar karena dia dan jutaan orang di dunia berusaha keras bisa bekerja di sana, tapi kakak yang tanpa usaha bisa ditawarkan langsung masuk, malah kakak buang seenaknya ke tong sampah.Â
Kakak menolak karena alasan pribadi. Ada 1 senior media itu yang tidak bisa kakak hormati. Adik, untuk tahu sifat asli seseorang yang sudah bekerja senior itu memerlukan waktu tahunan.Â
10 tahun kemudian, kakak mendapat kabar bahwa senior itu tidak bekerja lagi karena sifat asli ketahuan dan tidak disukai banyak orang.Â
Setelah menolak tawaran bekerja itu, kakak memutuskan meninggalkan dunia media. 10 tahun itu, kakak lewati dengan bekerja di perusahaan asuransi dan makanan multinasional.
Kakak memiliki pengalaman unik saat bekerja dengan perusahaan asuransi. Gaji kakak saat lulus masa percobaan mau diangkat jadi pegawai tetap dipotong 30% oleh HRD. Alasannya karena kakak tidak punya pengalaman, masih muda tidak menikah dan memiliki anak jadi untuk apa bergaji besar. Padahal, angka gaji awal yang kakak minta telah mendapat persetujuan direktur dan GM HRD saat negosiasi gaji waktu wawancara.
GM HRD, seminggu setelah kakak kerja baru kakak tahu tinggal sekomplek dan orang tua kami berteman. Sejak itu, kakak tiap ke kantor selalu menumpang mobil beliau. Terkadang saat jam pulang bersamaan juga menumpang lagi.Â
Kakak mengeluh ke direktur tapi tidak ke GM HRD. Diam- diam kakak langsung cari lowongan pekerjaan lain. Timbul perasaan sangat menyesal telah menolak keras tawaran media televisi karena masalah sepele. Tapi, nasi telah jadi bubur dan kakak hanya bisa berserah pasrah mohon bimbingan Tuhan.
Sebulan kemudian, kakak berhasil menemukan pekerjaan baru di perusahaan makanan dengan gaji 20% lebih tinggi dari gaji yang tidak dipotong.Â
Direktur keuangan seorang pria tertantang mewariskan ilmu ke kakak setelah sebulan bekerja. Awalnya, kakak menolak dengan alasan bodoh matematika selalu dapat nilai pas. Direktur itu tidak menyerah dan berkata,"Tugas saya sebagai atasan adalah mendidik bawahan untuk jadi setidaknya seperti saya dan bahkan lebih!"Â
Meski beliau tahu kakak kelak saat menikah akan fokus urus keluarga, tetap beliau teguh pada pendirian harus mengajari kakak untuk jadi lebih darinya. 2 tahun kemudian, pekerjaan membuat kakak harus sering keluar negeri. Saat itu mimpi kakak mengenal Indonesia telah dikabulkan.Â
Adik, 20 tahun itu waktu yang singkat. Kakak yang hanya memiliki mimpi awal ingin mengenal Indonesia, dituntun Tuhan bertemu manusia yang memiliki jiwa pembangun hidup untuk maju dan perusak lewat diskriminasi SARA dan usia. Sekarang kakak tentu memilih jadi manusia berjiwa pembangun, tidak sekedar menikah, miliki anak dan pekerjaan bagus.
Saran kakak untuk kalian yang tidak punya mimpi dan hanya melewati hari dengan rutinitas, usahakan besok hari diisi dengan menantang diri mengikuti lomba yang mengasah diri untuk berpikir keras membuat suatu cerita atau benda sesuai tema. Bila tidak ada lomba yang bisa diikuti, jaman sekarang banyak pelatihan keterampilan bahasa asing, menulis, masak, dll yang diadakan gratis maupun bayar. Pilihan kegiatan mengisi hari kalian ada banyak.Â
Usahakan untuk mengerjakan semua dengan sepenuh hati. Jangan paksa diri harus jadi pemenang karena bagi kakak, tujuan utama hidup adalah mengasah diri supaya makin berpengalaman hingga jadi bijaksana dan memiliki kerendahan hati agar hingga akhir hayat dihormati semua orang.Â
20 tahun mendatang cerita pengalaman hidup seperti apa yang adik tulis?Â
Salam sayang,
Kakak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H