JANGAN
Jangan nangis, jangan marah, jangan berantem, jangan berisik, jangaaaaaaan! Seruan itu adalah seruan dari mama yang jadi makanan sehari-hari saya sewaktu belum masuk sekolah sebagai si bungsu di keluarga.
Mama memilki tiga putri yang cantik dan sehat dengan rentang usia antar anak 6 dan 4 tahun. Saya lahir dan besar di tengah kota Jakarta. Tetapi orang tua saya adalah perantau dari Sumatera dan Bali.Â
Memiliki orang tua yang perantauan berarti tidak memiliki kerabat di Jakarta. Hanya ada kami berlima serta tetangga di hidup kami selama di Jakarta.Â
Saya ingat sekali waktu kecil saya dihabiskan di rumah kontrakan kecil yang ada di pusat kota Jakarta.
Mama murni seorang ibu rumah tangga yang harus berjuang keras seorang diri  merawat, mendidik, dan membesarkan kami bertiga dengan mengandalkan uang dari gaji papa yang sangat minim.Â
Papa saat saya lahir sedang meneruskan kuliah. Rutinitas papa tiap Senin - Jumat kerja hingga malam lalu Sabtu & Minggu kuliah seharian.Â
SEJAK BAYI SEKOLAH
Mama setiap antar dan jemput kakak sekolah terpaksa harus membawa saya yang masih bayi ikut pergi sekolah. Kelak saya pun sekolah di sana juga.
Sekolah itu berjarak 3 kilo dari rumah dan kami berempat pulang pergi naik bajaj. Tak jauh dari sekolah dengan jalan kaki 5 menit ada pasar yang besar dan ramai. Mama setelah antar anak sekolah pasti pergi belanja ke pasar lalu pulang untuk masak dan beberes rumah sampai setengah jam sebelum jam pulang sekolah tiba siap-siap berangkat pergi jemput kakak. Setelah jemput dan pulang lagi, mama makan bersama kami lalu kembali kerja cuci gosok pakaian kami dan sore hari, mama membuat kue untuk cemilan kami dan menyiapkan bekal untuk papa serta anak-anak bawa besok hari.