Mohon tunggu...
Kartika Dini
Kartika Dini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang menempuh kuliah dijurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pengendalian Hama Tikus Secara Buatan dan Biologis pada Lahan Sawit

20 Desember 2023   08:24 Diperbarui: 20 Desember 2023   08:35 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kartika Dini Primata Putri Adisty dan Sundahri

Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember

Korespondensi: Sundahri.faperta@unej.ac.id 

Usaha tani kelapa sawit banyak dilakukan di Indonesia. Usaha tani kelapa sawit banyak dilakukan melalui perkebunan dengan skala petani dan swasta. Usaha tani ini menjadi penghasilan pokok bagi masyarakat yang bertempat dibeberapa wilayah yang cocok untuk tempat budidaya sawit. Masyarakat bekerja sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan. 

Luas lahan sawit di Indonesia pada tahun 2014-2020 selalu mengalami peningkatan dan berbanding lurus dengan jumlah produksi minyak sawit. Luas lahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan 271.590 ha pada tahun 2019 ke 2020 (Rafidah dkk., 2022). Produksi minyak sawit di Indonesia mengalami peningkatan 3.256.139 ton pada tahun 2019 ke tahun 2020.

Semua kegiatan budidaya kelapa sawit mengalami kerusakan akibat hama berupa tikus. Kerugian dari adanya kerusakan tanaman disebabkan hama tikus yang diperoleh para petani sawit tidak sedikit. Menurut Hayata dkk. (2021), jenis tikus yang dapat dijumpai pada lahan sawit yaitu tikus belukar (Rattus sp.), tikus sawah (Rattus rattus argentiventer), tikus rumah (Rattus rattus diardii). Hama tikus ini menyerang pada semua fase tanaman sawit, mulai dari pembibitan hingga tanaman sawit menghasilkan dengan memakan daging buah yang mentah maupun masak. 

Menurut Saipullah dan Iskarlia, (2018) kerusakan buah akibat tikus memiliki ciri-ciri terdapat bekas keratin (gigitan) yang terlihat seperti bopeng pada buah sawit. Buah sawit dengan berat 6-14 gram/hari dapat dengan mudah dihabiskan oleh tikus. Brondolan sawit (buah lepas matang) dengan jumlah  30-40 kali lipat dari jumlah buah yang dikonsumsi tikus mampu dibawa dalam tumpukan pelepah. 

Luas dan produksi kelapa sawit di Indonesia dipengaruhi oleh serangan hama berupa tikus. Tandan buah dan bunga jantan post anthesis menjadi sasaran bagian tanaman kelapa sawit yang diserang oleh tikus. Bunga jantan post anthesis ini menjadi tempat berkembangbiaknya kumbang penyerbuk Elaeidobius kamerunicus. Secara tidak langsung, apabila jumlah kumbang penyerbuk ini berkurang maka penyerbukan dan produksi buah kelapa sawit juga menurun (Budihardjo dkk., 2019). Kerugian yang diakibatkan serangan tikus pada tanaman kelapa sawit dapat mencapai 20%, kualitas buah mengalami penurunan, dan jumlah kumbang penyerbuk Elaeidobius kamerunicus juga berkurang (Suryani dkk., 2019).

Penggunaan gelombang ultrasonik dapat dilakukan untuk mengusir hama tikus pada lahan sawit. Alat pengusir ini menggunakan energi listrik. Energi listrik yang digunakan dapat berupa panel surya maupun sumber listrik. Sistem yang digunakan dalam alat ini berupa mikrokontroler atmega tipe 328 dengan jenis board arduino uno yang terpasang. Aktuator yang digunakan berupa tweeter ultrasonik sebanyak 4 unit sedangkan sensor yang digunakan yaitu passive infrared resistor (PIR) dengan jumlah 4 unit sensor. 

Alat ini dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan gelombang suara dari 20 Khz hingga 50 Khz sedangkan pendengaran tikus berada pada rentang 5 Khz-90 Khz sehingga tikus akan merasa terganggu dengan gelombang suara lebih dari 20 Khz-60 Khz. Jangkauan alat pengusir tikus ini mampu menjangkau 1200 m2 sedangkan sensor mampu mendeteksi keberadaan gangguan pada kisaran 78,53 m2. Jarak maksimal sensor dengan sumber gangguan adalah 5 meter sehingga ketika ada gerakan maka speaker ultrasonik akan menyala. Respon sistem kendali untuk mengaktifkan aktuator ketika ada tikus yang mendekati area PIR adalah 0,12 detik dan waktu yang dibutuhkan tikus untuk menghindar dari gelombang ini hanya 4 detik.

Sumber: berita.99.co
Sumber: berita.99.co

     Cara pengendalian hama tikus dapat dilakukan secara biologis menggunakan predator alami berupa burung hantu jenis Tyto alba. Burung hantu jenis ini merupakan burung pemangsa yang menduduki posisi sebagai pemangsa puncak dalam rantai makanan (Fadila dkk., 2022). Jumlah tikus yang dapat diterkam dalam sehari sebanyak 2-5 ekor. Penggunaan predator alami ini mampu mengurangi penggunaan bahan kimia berupa rodentisida dalam pengendalian hama tikus. Penggunaan rodentisida di Bumitama Agri Ltd pada tahun 2020 mampu menurunkan jumlah tikus hingga 45% dibandingkan pada tahun 2019 (Murgianto dkk., 2022).

Sumber: pertanian.kulonprogokab.go.id
Sumber: pertanian.kulonprogokab.go.id

     Keberadaan Tyto alba sangat penting dalam suatu lahan sawit. Predator alami ini akan meningkat populasinya apabila gangguan di sekitar sarang burung hantu sedikit. Faktor yang mempengaruhi keberadaan Tyto alba yaitu adanya pemukiman warga yang ada di sekitaran lahan sawit. Pemukiman warga mampu menyediakan makanan alternatif yang lebih banyak berupa anak ayam atau anak unggas lain sehingga burung ini enggan bersarang di lahan sawit (Fadila dkk., 2022). Selain itu, burung Tyto alba ini juga akan menjauhi pemukiman warga untuk bersarang. Cara untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatan burung hantu ini idealnya dengan membuat sarang burung hantu di setiap 20 hektar areal perkebunan kelapa sawit dengan kata lain sepasang Tyto alba untuk 20 hektar areal (Kuvaini dan Saputra, 2021).

     Tanaman sawit pada lahan budidaya diserang oleh hama utama yaitu golongan tikus yang dapat menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Buah sawit dengan berat 6-14 gram/hari dapat dengan mudah dihabiskan oleh tikus. Kerugian yang diakibatkan serangan tikus pada tanaman kelapa sawit dapat mencapai 20%, kualitas buah mengalami penurunan, dan jumlah kumbang penyerbuk Elaeidobius kamerunicus juga berkurang. Serangan hama tikus dapat dikurangi dengan cara menggunakan predator alami dan gelombang ultrasonik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun