Mohon tunggu...
Kartika Desy Wardani
Kartika Desy Wardani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang pembelajar sepanjang hayat yang telah berkecimpung di dunia pendidikan selama dua dekade.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar dari Salahuddin Al Ayyubi yang Berhasil Menguasai Yerusalem pada Abad Ke-12

9 Januari 2025   10:25 Diperbarui: 9 Januari 2025   10:55 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yerusalem adalah kota suci bagi tiga agama, yaitu Yahudi, Kristen dan Islam. Awalnya, selama 400 tahun, Yerusalem milik kaum muslim dan orang-orang dari beragam agama bisa hidup bebas di sana. Sampai pada tahun 1099, kaum Kristen dari Eropa barat menguasai Yerusalem. Mereka berjanji untuk menjamin keamanan setiap orang di sana, namun pada kenyataannya tidak demikian. Banyak orang disiksa dan terusir dari sana. Pada masa kelam tersebut, lahirlah seorang bayi laki-laki dengan nama Yusuf, yang kelak akan dikenal dengan julukan 'Salahuddin Al Ayyubi'. Dia sebenarnya berasal dari Tikrit, wilayah Irak, yang lokasinya cukup jauh dari Yerusalem. Pada usia 14 tahun, dia bergabung menjadi tentara dari pasukan Nur Al-Din, sang penguasa Kekaisaran Muslim Turki. Nur Al Din merupakan sultan yang sangat kaya dan berkuasa, namun dia menjalani hidup yang sederhana dan memimpin dengan adil. Karakter ini menginspirasi Salahudin Al Ayyubi dan dia ingin menjadi seorang pemimpin dengan personalitas yang sama.

Beberapa kali Salahuddin Al Ayyubi berjuang bersama pasukan Turki untuk menjaga Mesir agar juga tidak jatuh ke pengaruh Kristen. Pada usia 31 tahun, Shalahudin Al Ayyubi menjadi pemimpin pasukan dan mengumumkan rencananya untuk merebut Yerusalem kembali ke tangan Muslim. Sebagai bagian dari rencana jangka panjang, dia membangun banyak sekolah di Mesir, yang menarik banyak orang terpelajar dari segala penjuru Eropa dan Asia.

Pada tahun 1174, Salahuddin Al Ayyubi memimpin pasukan ke Syria dan memenangkan peperangan. Meskipun muncul sebagai pemenang, Salahuddin mengingatkan pasukannya untuk memperlakukan para musuh dengan penuh rasa hormat. Pasukannya tidak boleh membakar atau mencuri dari desa-desa, dan tidak boleh memperlakukan prajurit musuh yang tertangkap dengan kasar. Karena kemenangannya ini, wilayah kekuasaan Shaladuddin Al Ayyubi meluas hingga wilayah antara Sungai Nil dan Tigris. Dia membuat sebuah perjanjian agar kaum Muslim bisa terus berdagang dan bepergian dengan aman tanpa ancaman.

Tahun 1187, Salahuddin Al Ayyubi memulai perangnya melawan kaum Kristiani. Pasukannya berhasil mengelilingi Yerusalam pada bulan September dan menaklukkan kota suci tersebut secara resmi pada 2 Oktober 1187. Tidak seperti insiden pada tahun 1099, kali ini pasukan Salahuddin Al Ayyubi tidak membunuh ribuan orang yang berbeda agama dengannya. Tidak ada rumah ibadah Kristiani maupun Yahudi yang dihancurkan. Bahkan tak seorang pun melapor telah diperlakukan dengan buruk. Lebih lanjut, Salahuddin Al Ayyubi mempersilakan semua orang untuk datang beribadah dengan damai di tempat suci mereka masing-masing. Dia akhirnya berhasil mencapai tujuannya untuk mengembalikan Yerusalem ke kendali Muslim. 

Kemenangan ini mengejutkan negara-negara Eropa. Pada tahun 1191, para pemimpin negara dari Eropa Barat menyerang pasukan Salahuddin Al Ayyubi. Di antara mereka adalah pasukan yang dipimpin oleh Philip Augustus dari Prancis dan Richard Coeur de Lion dari Inggris, si Hati Singa yang popular dianggap sebagai Ksatria Kristen. Pasukan mereka cukup kuat dan membuat Salahuddin Al Ayyubi mulai terdesak serta harus membuat strategi yang adil dan berhati-hati. Untuk menghindari jatuhnya lebih banyak korban, gencatan senjata mulai dipikirkan melalui Traktat Jaffa pada 2 September 1192. Pada akhirnya kaum Krisitiani bisa menguasai wilayah pesisir, namun sebagian tanah yang lain, termasuk Yerusalem, tetap mejadi menjadi tanah Muslim dengan perjanjian kaum Kristiani tetap bisa mengunjungi tempat-tempat suci mereka. Keputusan diterima semua pihak sebagai cara damai untuk mengakhir perang. Setelah gencatan senjata tersebut, Salahuddin Al Ayyubi kembali ke Damaskus dan meninggal enam bulan kemudian pada usia 55 tahun. Salahuddin Al Ayyubi menjadi gelar bagi pria muslim yang bernama asli Yusuf ini karena bermakna "Dia yang Menghormati Imannya". Selain itu dia juga terkenal dengan julukan Al-Malik Al-Nashir yang berarti penguasa yang bijaksana. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun