Mohon tunggu...
Kartika Desy Wardani
Kartika Desy Wardani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang pembelajar sepanjang hayat yang telah berkecimpung di dunia pendidikan selama dua dekade.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Haruskah Ada Asesmen di Sekolah?

6 Januari 2025   17:30 Diperbarui: 6 Januari 2025   17:33 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Asesmen secara filosofi bertujuan mulia untuk membantu menciptakan sebuah BUDAYA agar kita mau terus belajar dan ingin mengembangkan potensi secara berkelanjutan.  Secara konsep, asesmen merupakan suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengetahui perubahan yang terjadi setelah menjalani proses belajar. Asesmen menjadi merupakan bagian dari pembelajaran yang berfokus pada proses pengumpulan data untuk memperoleh informasi sejauh mana siswa 'berhasil' belajar, atau kompetensi mana saja yang telah tercapai. Untuk mendapatkan informasi yang komprehensif, tentu dibutuhkan sebuah alat asesmen yang efektif dan sistematis. 

Secara teoritis, ada asesmen formatif yang bersifat harian/mingguan dan asesmen sumatif yang idealnya dilakukan pada akhir pembelajaran. Asesmen sumatif inilah yang sekarang menjadi hot issue. Pada masa kepemimpinan Nadiem Makarim, asesmen sumatif ini diserahkan secara otonomi kepada sekolah, baik sebagai bagian dari penentu kenaikan kelas maupun kelulusan siswa pada setiap jenjang. Adapun Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) yang dilaksanakan pada kelas 5, 8 dan 11, bukanlah sebuah asesmen sumatif yang berpusat pada siswa, namun sebuah program evaluasi atas pemetaan kualitas sekolah secara umum di Indonesia. Pada masa kepemimpinan baru di bawah Prof. Dr. Abdul Mu'ti M.Ed, muncul wacana asesmen sumatif pada setiap akhir jenjang (kelas 6, 9 dan 12) akan dikelola oleh pemerintah kembali. Asesmen sumatif yang dimaksud adalah Ujian Nasional. 

Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengetengahkan pro dan kontra atas perlu atau tidaknya Ujian Nasional lagi. Kita masih menunggu kepastian kebijakan tersebut. Adapun tulisan ini bermaksud untuk mengingatkan kembali pentingnya peran asesmen yang berpusat pada siswa dan dilaksanakan demi kepentingan perbaikan kualitas generasi muda Indonesia. 

Asesmen sebagai Umpan Balik

Kita dapat memanfaatkan hasil asesmen yang dikerjakan oleh siswa sebagai bentuk masukan atas berhasil atau tidaknya proses belajar yang telah dilakukan.  Asesmen formatif cukup ideal untuk fungsi ini. Sebagai contoh, kita dapat melakukan asesmen membaca pada siswa kelas tiga SD. Apakah sudah lancar membaca? Apakah sudah memahami bacaan secara komprehensif? Apakah sudah memahami kosakata yang ada dalam bacaan? Hasil dari asesmen ini digunakan lebih dari sekedar untuk membuat laporan kepada orang tua, kepala sekolah maupun dinas pendidikan, namun HARUS digunakan untuk memperbaiki strategi pembelajaran, pengajaran dan juga penilaian itu sendiri.
Pada tingkat nasional, hasil asesmen yang serentak dalam bentuk evaluasi atau ujian, umpan balik diberikan kepada level pemerintahan, untuk mengevaluasi kebijakan pembelajaran yang telah diterapkan, apakah perlu pelatihan guru di bidang literasi atau penyediaan sumber baca yang lebih variatif.   

Pentingnya Asesmen yang Bervariasi dengan Tujuan Khusus 

Yang menjadi masalah bagi negara kita adalah sering kali bentuk asesmen dikerdilkan hanya dalam bentuk asesmen berbasis kertas atau komputer, dengan pola pikir pilihan ganda, jawaban benar/salah serta uraian singkat. Pada level tertinggi untuk penerimaan mahasiswa dengan jangkauan populasi luas serta kemampuan logika tingkat atas, mungkin ini bisa dan layak dilakukan. Namun untuk pendidikan dasar dan menengah, asesmen perlu dilakukan dalam beragam metode yang bervariasi dengan tujuan-tujuan tertentu. Sebagai contoh, jangan sampai, asesmen di tingkat SD hanya berfokus pada pengerjaan soal matematika secara tertulis. Namun, tidak ada asesmen yang pernah mengukur kemampuan siswa dalam berpraktek menerapkan konsep-konsep matematika secara real dalam kegiatan belajar. Yang sering terjadi, ujian praktek dikerjakan sebagai formalitas dan kadang hanya pada pelajaran-pelajaran tertentu, seperti kesenian yang perlu melakukan praktek menyanyi atau menari. 

Asesmen yang TRANSPARAN, KONSISTEN, ADIL, dan INKLUSIF 

ANBK mungkin merupakan salah satu solusi yang baik agar siswa Indonesia memiliki waktu dan ruang untuk mengejar ketertinggalan akibat lost learning selama pandemi. Namun salah satu kekurangan pada ANBK adalah transparansi personal, karena 'rapor pendidikan' yang diberikan sudah dalam bentuk kurasi akhir, tanpa data awal yang bersifat individual, yang mungkin niatnya agar tidak menghakimi kemampuan per siswa. Padahal pendidikan seharusnya berpusat pada siswa, sehingga nilai asesmen wajib jelas dan transparan atas apa yang telah berhasil dikerjakan dan mana yang belum bisa dikerjakan untuk kemudian diperbaiki. Pemilihan peserta ANBK secara acak dan bukan semua siswa juga bersifat bias karena belum tentu itu yang mencerminkan kondisi sekolah sebenarnya. Kriteria, metode, dan harapan dari hasil asesmen harus dikomunikasikan dengan jelas kepada siswa, orang tua, guru dan publik, sehingga semua pihak memahami bagaimana mereka akan dievaluasi. 

Asesmen perlu dilaksanakan secara konsisten dengan cara yang sama untuk setiap siswa seiring berjalannya waktu dengan standar yang jelas. Standar inilah yang menjamin reliabilitas atas pelaksanaan asesmen. Inkonsisten pelaksanaan asesmen bisa mempertanyakan validasi hasil tes. Berikutnya, asesmen harus bebas dari kemungkinan bias di mana setiap siswa mendapat kesempatan yang sama untuk boleh menunjukkan kemampuan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan pemahaman mereka secara merata. Dan pada waktu yang sama, asesmen harus bersifat inklusif. Artinya asesmen dibuat dalam kerangka yang bisa mengakomodasi keberagaman kebutuhan siswa, termasuk siswa yang memiliki keterbatasan atau perbedaan cara belajar, sehingga setiap siswa tetap mendapatkan akses yang melakukan asesmen dan menujukan kemampuan individu mereka yang terbaik. 

Asesmen yang MENGUNTUNGKAN Siswa 

Asesmen harus lebih dari sekedar keberhasilan pendidikan. Bukan sekedar dari keberhasilan sekolah (guru), dinas pendidikan (pengawas dll) maupun strategi kementerian (dirjen, menteri, dll). Asesmen harus menjadi indikator atas keberhasilan mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui asesmen, siswa mendapatkan kesempatan untuk menggunakan kegiatan penilaian tersebut untuk mendorong, mengulang, dan memperdalam pemahaman mereka tentang apa yang telah dipelajari. 

Dengan adanya asesmen, siswa bisa mengulang dan memperkuat ilmu pengetahuan dan keterampilan mereka. Dengan mengerjakan asesmen, siswa paham dan memastikan bahwa mereka telah mampu menguasai konsep, konten dan konteks yang telah dipelajari dan diajarkan. 

Selain itu, asesmen harus bisa menguntungkan siswa karena asesmen yang diberikan bukan sekedar untuk mengetes tingkat ilmu pengetahuan mereka, tapi juga untuk merefleksikan tingkat kemajuan yang telah mereka buat dan mengidentifikasikan materi mana yang perlu diperbaiki. Siswa menjadi lebih aktif karena mereka yang menjadi pusat penilaian dan menentukan pengembangan potensi mereka. 

Asesmen bisa menguntungkan siswa manakala asesmen tersebut berbentuk aplikasi ilmu yang memungkinkan mereka untuk mengaplikasikan apa yang telah dipelajari dalam skenario kehidupan nyata. Hal ini penting agar mereka paham materi secara komprehensif dan secara retensi, ingatan materi terus ada dan bisa digunakan lagi jika dibutuhkan. Sebagai contoh, sering kali kita mudah lupa hafalan sejarah karena materi itu jarang digunakan kembali dalam kehidupan sehari-hari. Namun, jika dinilai dalam bentuk drama kolosal kelas dan siswa membuat skenario dramanya sendiri, mungkin akan diingat dan menjadi pengalaman berharga. 

Hasil asesmen menguntungkan siswa bukan hanya saat mereka mendapat nilai yang tinggi, namun juga saat mereka mendapatkan masukan dari guru atas hasil asesmen mereka. Mereka bisa memperbaiki atau menyempurnakan strategi pembelajaran mereka dan meningkatkan kinerja mereka. Misalnya pada pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan (PJOK), siswa bisa menggunakan hasil asesmen untuk mengevaluasi bagaimana menyiapkan fisik yang lebih bugar, menjadwalkan latihan lebih teratur, dan menerapkan gaya hidup yang lebih sehat. Jadi bukan sekedar untuk pengambilan nilai dan setelah itu selesai. 

 

Kesimpulan

Filosofi dan fungsi asesmen perlu kita kembali renungkan. Agar proses asesmen pada masa kepemimpinan baru bukan sekedar hanya sebagai bahan evaluatif serta pemetaan semata dan hanya untuk refleksi bagi pelaksanaan asesmen tahun berikutnya. Namun lebih dari itu, kita dapat memanfaatkan asesmen secara optimal untuk membangun budaya belajar yang kian mencerdaskan bangsa, dan menguntungkan siswa yang menjalankannnya untuk kepentingan pengembangan potensinya secara kian baik. Karena itulah asesmen di sekolah perlu ada dan pelaksanaanya perlu diperhatikan dengan kehati-hatian. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun