Sebagai saran, mungkin setelah menyelesaikan satu modul pembelajaran di PMM, guru diberikan periode tertentu untuk betul-betul menerapkan hasil yang dia dapatkan dari pelatihan. Dan tidak dituntut untuk langsung segera berpindah belajar materi modul baru. Dengan demikian PMM akan mampu berfungsi secara optimal sebagai bentuk pembekalan ilmu dan ketrampilan guru agar kian maju dan berkualitas dalam mengajar. Sebagaimana upaya Pak Prabowo dalam memulai 100 hari kinerjanya dengan mengadakan pembekalan dengan para menterinya hanya selama 3 hari. Kan, bukan berarti pembekalan para menteri harus dilakukan setiap saat. Lalu kapan bekerjanya kalau pembekalan terus menerus? Sama kasusnya dengan para guru, kapan mengajarnya kalau harus belajar PMM tersebut tanpa jeda. Pernah terdengar isu bahwa PMM akan dihapus pada masa kepemimpinan baru karena adanya hal-hal negatif seperti ini. Sebaiknya tidak perlu dihapus, namun tidak dijadikan sebagai kewajiban yang bersifat rigid, tapi sebagai tambahan fasilitas dan sumber daya intelektual yang disediakan dari negara bagi para pendidik. Suatu bentuk pembekalan yang bersifat berkelanjutan dan selalu dapat dikunjungi kembali, dengan target mencerdaskan bangsa, bukan sekedar target administrasi.Â
Kembali pada topik semula, tentang pembekalan para menteri Kabinet Merah Putih yang diadakan secara terfokus di Akademi Militer Magelang demi menyatukan misi; sebenarnya PMM mampu berfungsi sebagai "Akademi Intelektual" yang dibangun demi menyatukan misi mencerdaskan bangsa. Semoga kepemimpinan Pak Prabowo melalui Prof. Abdul Mu'ti di bidang pendidikan dasar dan menengah dapat meluruskan kembali upaya negara dalam membuka akses atas ilmu pengetahuan dan keterampilan pada para guru.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H