Mohon tunggu...
Kaskatella
Kaskatella Mohon Tunggu... Freelancer - freelance

All About Food and lifestyle

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Fiksi Humor Ramadan: Sepiring yang Tak Teriring

12 April 2023   23:48 Diperbarui: 12 April 2023   23:53 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap ramadan memiliki cerita. Cerita itu memiliki makna yang bisa memberikan kehangatan. Ada gelak tawa di setiap kisah yang dibawakan. 


Mungkin sebuah cerita kecil ini bisa mengantarkan senyuman kepada siapapun yang membacanya. Atau bisa jadi humor adalah persepsi bagaimana kita memahami suatu cerita.

Siang itu panas matahari yang terik hampir mematahkan semangat seorang anak yang sedari tadi melihat ke arah jendela.
"Ada apa nak? Mengapa kamu melihat ke jendela terus? Apakah ada sesuatu disana? "

Anak itu pun menjawab. "Aku sedang memantau perkembangan cuaca ma."

Ibunya hanya tersenyum geli dan mengelus kepala anak pertamanya itu.

Nadia, itu namanya. "Nadia, Nadia. Memangnya kamu pembawa berita apa? Kok pakai memantau perkembangan segala."

Perempuan itu hanya mengabaikan dan tetap melihat kesana. Sesekali pandangannya beralih ke berbagai sisi.

Melihat si anak yang hanya terpaku, si ibu langsung menyadari sesuatu. "Oh iya, hari ini sinar matahari menyengat sekali ya."
"Jadi apakah kamu akan pergi mengaji hari ini?"

Perempuan yang gemar mengenakan bando itu menghela napas. "Kalau panasnya seperti ini, mana mungkin aku keluar. Cuaca memang pandai membuatku tambah malas, " Kelakar perempuan itu.

Si ibu menahan tawa dan mencoba untuk tersenyum. "Loh kok yang disalahkan cuacanya. Padahal berangkat atau tidak, semua itu ya keputusanmu."

"Tapi keputusan bisa dipengaruhi beberapa hal bu. Misalnya cuaca. Nah cuaca, itu faktor utama loh bu. Artinya semua bisa berubah."

Sang ibu langsung menggelengkan kepala. "Jadi kamu milih mana? Mau hujan atau panas seperti ini?"

Anak itu langsung menjawab singkat sembari memainkan rambutnya. "Tidak dua-duanya."

Sang ibu hanya meratap dengan sendu. "Ayolah, Nad. Ibu sudah membayar full untuk bulan ini loh. Ibu juga sudah flexing ke ibu guru, kalau kamu adalah murid yang taat, patuh dan mudah bergaul loh."

"Kalau puasa lalu tidak mengaji, sayang loh. Pahalanya besar. Apalagi puasa pertama loh sayang, " ujar sang ibu yang membanggakan anaknya karena di usianya yg belia, Nadia memberanikan diri untuk puasa full time. 

Berbeda dengan teman-teman nya yang memilh puasa setengah hari, yang dianggap sebagai puasa intern.

Nadia hanya berkata dalam batin. "Salah sendiri flexing, ga bilang2. Kalau saja ibu tidak melakukan usaha lebih, kan saya tidak akan repot."

"Kalau begini, saya jadi usaha extra untuk menyenangkan hati mereka."

Tak lama, sang bunda memberikan penawaran. "Oh ya Nad. Bagaimana kalau begini. Kamu mengaji, nanti ibu siapkan Semangka untuk berbuka puasa."

"Nanti kamu bisa makan sepuasnya deh."

Gadis cilik itu langsung mengiyakan ajakan sang ibunda, walau keinginannya tak senada. Dengan berat hati, perempuan itu melangkahkan kakinya, menuju langgar terdekat.


Disana ia menemui guru yang dikatakan oleh ibundanya. Bak sebuah automatic disk, kilasan ucapan ibunya berputar dan mengingatkannya.

Nadia pun mencoba bergaul, sembar memperhatikan guru mengajinya menjelaskan. Tetapi tetap saja, rasa kantuk mulai menguasainya.

Apalagi sang guru menjelaskan tentang pentingnya puasa dan tata cara latihan puasa sejak dini. "Tetapi misalnya anak-anak lupa dan tidak sengaja makan dan minum ketika puasa, maka kalian tidak berdosa."

Kalimat itu menjadi kalimat terakhir yang didengarkan oleh gadis yang mengenakan hijab pink itu. Sedari tadi dia sudah menahan hawa menguap nya dan berusaha untuk fokus.

Ya, waktu sudah menunjukkan pukul tiga, pastinya aura aura kantuk sudah mulai menyelimuti tubuh gadis mungil itu.

Teriknya matahari berbanding terbalik dengan angin semilir AC di langgar itu membuat Nadia semakin ingin merebahkan tubuhnya di karpet hangat itu. Tetapi ia sadar, tak mungkin dirinya dengan enak mengesahkan posisi uenak di Rumah Allah.

"Aku tak akan menyerah! " Ujarnya sambil mendelikkan matanya.

Tak lama kemudian, belum pun berbunyi. Nadia adalah orang pertama yang bergegas pulang, tanpa mempedulikan teman-teman dan langsung menyalim tangan gurunya.

"Ingat Nadia. Flexing kesopanan di depan guru. Malu nanti kalau dighibahin emak."

Bak Usain Bolt, Nadia pun melangkahkan kakinya dengan cepat. Sosok kasur yang melambai-lambai sudah mulai berkutat di pikirannya. Belum lagi, sejuknya udara AC yang hendak memanjakan tubuhnya.

Nadia seperti berkompetisi dengan rasa kantuk. Siapa yang berpeluang untuk mencapai garis finish.

Setelah lama berdebat dengan diri sendiri, akhirnya perempuan itu sampai tujuan dengan selamat. Ia pun mengucap salam dan langsung bergegas ke kamarnya. "Assalamu'alaikum aku pulang. "

Belum sempat sang ibu menjawab, Nadia sudah sampai ke ruangannya.

"Mungkin dia lelah. Ya sudahlah, "ujar sang ibu sembari mengiriskan buah berwarna merah nan berair itu sebagai kudapan berbuka.

Sementara, perempuan itu fokus dengan misi terbarunya. Misi kegemaran sejuta umat di dunia dan bagian terpenting dalam hidup. 

Apalagi kalau bukan tidur. Ya, wajar beberapa jam sebelum berbuka puasa, Nadia memilih tidur usai bertarung dengan peliknya sinar surya yang rajin membakar bumi.

Dinginnya udara dari AC itu melelapkan tidurnya. Dirinya seperti ber-traveling ke dimensi berbeda. Bermain dalam imajinasi yang menunjukkan dunia yang berbeda.

Perempuan itu merasa senang, akhirnya dia bisa memasuki dunianya. Tak lama setelah asyik bermain, Tiba-tiba mendengar sebuah suara.

"Suara Adzan!" Ujarnya langsung terbangun dan bergegas ke ruang makan.
Tanpa pikir panjang, dia langsung menyerbu sepiring semangka merah yang tersaji di meja itu.

Dia langsung memakan semangka itu sampai habis dan menikmati remasan air yang keluar dari setiap potongannya.
"Buah dari surga, " Ucapnya.

Di sisi lain, ada beberapa pasang mata yang menatapnya dengan penuh keheranan. Mereka melihat sang anak dengan penuh tak percaya.

"Nad, kamu tidak puasa?"

Perempuan itu langsung tersedak dan mengalihkan pandangannya ke arah kedua orang tuanya.

"Bukannya tadi adzan untuk berbuka puasa ma, pa?"

Kedua orangtua itu pun tersenyum. "Tidak sayang. Itu tadi baru adzan Ashar."

Mendengar itu, wajah Nadia pun memerah bak semangka. Ia tak menyangka kalau dirinya bisa salah mendengarkan adzan dan langsung tancap gas, memakan kudapan itu.

"Yah pahala puasa pertamaku gagal dong."

Ia pun tak kuasa menahan malu dan ingin menyembunyikan wajahnya. Ia tak menyangka kalau dirinya seceroboh itu.

Sang ayah langsung memeluknya. "Sudah tidak apa-apa. Namanya juga tidak tahu. Kamu tidak berdosa kok."

Disana Nadia hanya bisa merenungi nasib. Ambisinya untuk mendapatkan pahala puasa pertama dan flexing pun gagal.

Tetapi bukan Nadia namanya kalau tidak bersikap cuek. Dia langsung move on dan menyemangati dirinya. "Ya sudah yang penting aku dapat semangka dan bisa puasa di lain hari. Simple dan debest! "

Sekian cerita dari saya semoga tidak garing.

https://pixabay.com/photos/watermelon-juicy-fruits-sliced-815072/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun