Mohon tunggu...
Kartika Maulida Imansari
Kartika Maulida Imansari Mohon Tunggu... -

seorang radiografer muda yang bekerja di salah satu RSUD Kalimantan Selatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fan Fict] Kamuflase Jiwaku dan Sang Kahlil Gibran

15 April 2013   14:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:09 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya kita benar-benar berjauhan, bukan hanya jarak yang memang jauh, tautan hati kita terasa sangat berjenjang, jenjang yang membuat jari-jari hati tak bisa saling menggapai, bukan aku yang menciptakan jarak, namun kamu dan keadaanmu.

---------------------------------

Bagiku sekarang… Kamu hanya seonggok sampah yang tak berguna, kamu begitu bodoh dapat diperdaya, bukan hanya sentuhan ataupun buayan mulut-mulut manis dari perempuan-perempuan nista itu, namun juga dari zat-zat kimia yang mulai meracuni otak, tubuh dan pikiranmu.

Aku sekarang aku telah membencimu, membencimu dengan cintaku, cinta yang penuh laler dan belatung, serasa gangren yang menusuk hidung bila aku merindumu.

Kamu tahu apa yang ada di benak ku sekarang? Aku ingin merobek-robek jantungmu, membuatmu over-dosis, yang akan menghentikan jantungmu untuk memompa darah keseluruh tubuh, dengan menghentikan semuanya, aku akan melihat kematianmu, kematian yang perlahan, namun pasti, kematian yang meninggalkan dendam dan bejuta amarah dihati, kematian yang membawamu akan lebih nyaman, nyaman dalam kobaran api jahanam yang menjilat-jilat tubuhmu, jiwamu hancur lebur dalam panasnya kobaran, riuhnya teriakan mereka-mereka membuat teriakanmu begitu kecil, hampir tak terdengar, jauh dari dunia ini.

Sekarang aku menyadari, kata-kata ini hanyalah ungkapan dari bulanak-bulanak jiwa, bagai sang kahlil Gibran yang berteluk lutut dalam keadaan, dan aku yang merindu bagai pungguk.

Aku bukan Gibran, dan Gibran bukan aku, namun tak ku dustakan, aku dan dia pernah satu, aku pernah menitip hati dan cintaku untuknya, untuk Gibranku. Walau aku hanya seorang pencinta hati yang mati, tapi inilah membuat hidupku bangkit dalam jelmaan keabdian yang baru.

#“Cinta selalu tak akan pernah bisa diungkapkan dengan apapun yang sesuai dengan kehendak kita karena bahasa cinta adalah bahasa yang abstrak, bahasa yang hanya akan bisa dimengerti oleh mereka yang peka dan mengenal apa itu cinta” #quotes original karya sang Maestro Khalil Gibran

Sambil melambai tangan pada onggokan tanah merah, aku pun melepas segala asa ku tentangnya, tentang Gibran yang telah mati namun tetap besemayam dalam hati.

-----------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun