Awal tahun biasanya identik dengan semangat baru dan resolusi ambisius, tetapi 2025 mengajarkan kita pelajaran lain: tidak semua rencana berjalan sesuai skenario.Â
Meski proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berada di angka 5,2 persen, sebuah capaian yang patut disyukuri, realitasnya, ketidakpastian tetap membayangi. Seperti cuaca mendung yang menjanjikan hujan deras, kondisi ekonomi global saat ini penuh dengan teka-teki.
Lalu, bagaimana kita menyikapi situasi ini? Apakah kita perlu menambah daftar resolusi dengan target muluk-muluk, atau cukup bertahan sambil menikmati hidup dengan kopi sachet dan mimpi sederhana?
Ketidakpastian Ekonomi: Fakta atau Fiksi?
Pertama-tama, mari kita setuju bahwa ketidakpastian adalah bagian dari hidup, bahkan lebih nyata daripada promo diskon yang seringkali menipu. Inflasi tetap menjadi momok, biaya hidup terus merangkak naik, dan masa depan pekerjaan semakin tak menentu dengan otomatisasi dan teknologi AI yang menyulap beberapa profesi menjadi kenangan.Â
Di tengah tantangan ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang stabil layaknya oase di padang pasir, memberi harapan, meski tidak selalu menjamin kenyamanan.
Namun, fakta ini juga mengingatkan kita bahwa mengandalkan stabilitas ekonomi saja untuk merasa aman adalah seperti menggantungkan nasib pada durian jatuh, menunggu untung yang tak pasti. Stabilitas sejati harus dimulai dari dalam diri kita sendiri.
Keseimbangan: Seni yang Dilupakan
Pernahkah Anda memperhatikan tali penyeimbang yang digunakan pemain akrobat? Di dunia nyata, tali itu adalah metafora kehidupan kita: kerja keras di satu sisi, kesehatan mental di sisi lain, dan ekspektasi yang menggantung di tengah.Â
Sayangnya, banyak orang, termasuk mungkin Anda dan saya, terlalu sibuk mengejar "lebih" tanpa menyadari bahwa kita sudah membawa terlalu banyak beban.
Keseimbangan hidup di tengah ketidakpastian ekonomi bukan berarti berhenti bermimpi atau menurunkan ambisi, tetapi lebih kepada menemukan titik tengah antara usaha dan penerimaan.Â
Jika dompet kering membuat Anda stres, bukan berarti menonton film di rumah sambil makan mie instan adalah kegagalan. Justru, itulah bentuk kecil dari merawat diri, self-compassion dalam wujud praktis.
Menghargai Usaha Kecil
Saat ini, dunia bergerak begitu cepat. Kesuksesan sering kali diukur dengan angka: saldo rekening, pengikut media sosial, atau jumlah properti yang dimiliki. Padahal, usaha kecil seperti bangun pagi untuk olahraga, mendengarkan musik favorit, atau sekadar menghirup udara segar juga layak dirayakan.
 Kita hidup di zaman di mana "mencintai diri sendiri" sering kali diglorifikasi, tetapi jarang dipraktikkan secara benar.
Ketika ekonomi global bergejolak, ingatlah bahwa Anda tidak sendirian. Berjuang untuk tetap waras di tengah badai adalah sebuah pencapaian tersendiri.Â
Anda boleh gagal meraih target finansial, tetapi jangan pernah gagal untuk menghargai diri sendiri. Seperti kata pepatah lama yang sudah dimodifikasi: "Lebih baik hidup sederhana tapi bahagia, daripada sibuk mengejar uang sampai lupa menikmati hidup."
Anda tahu situasi ini pelik ketika harga cabai dan bawang merah bisa memengaruhi mood harian Anda. Namun, ingatlah bahwa Indonesia telah melewati krisis yang jauh lebih buruk, dari krisis moneter 1998 hingga pandemi COVID-19. Jika kita bisa bertahan saat itu, kenapa tidak sekarang?
Mungkin yang kita butuhkan adalah perspektif baru. Jika Anda merasa pekerjaan Anda membosankan, ingatlah bahwa beberapa orang rela bekerja tanpa jaminan hari esok. Jika Anda kesal karena target belum tercapai, sadari bahwa Anda masih punya kesempatan untuk mencoba lagi.
Hidup Seimbang Adalah Hidup yang Bermakna
Pada akhirnya, menjaga keseimbangan hidup adalah soal seni bertahan tanpa kehilangan makna. Di tengah ketidakpastian ekonomi, stabilitas pribadi menjadi pelindung terbaik dari badai yang mengancam.
Kita tidak bisa mengontrol harga kebutuhan pokok, kebijakan pemerintah, atau tren global, tetapi kita bisa mengontrol cara kita meresponsnya. Seimbangkan kerja keras dengan waktu istirahat, ganti ambisi yang tidak realistis dengan apresiasi atas apa yang sudah dimiliki, dan jangan lupa untuk tertawa di tengah kesulitan.
Seperti halnya akrobat yang selalu fokus pada langkah berikutnya, kita pun harus begitu. Karena pada akhirnya, hidup bukan tentang siapa yang paling cepat sampai, tetapi siapa yang paling mampu menikmatinya.
"Ketidakpastian adalah bagian dari hidup. Tetapi, kebahagiaan adalah keputusan yang kita buat meski di tengah ketidakpastian itu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H