Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Wanita, Apakah Peranmu di Rumah Lebih Berharga dari Jati Dirimu?

2 Januari 2025   11:59 Diperbarui: 2 Januari 2025   11:59 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: medium.com/sharanyamunsi)

Bayangkan sejenak. Sebelum menikah, seorang istri adalah seseorang yang punya mimpi, hobi, dan identitas yang khas. Dia bukan sekadar calon istri atau ibu. Dia mungkin seorang pekerja keras di kantornya, seniman yang mencintai warna, atau penyuka kopi yang gemar menulis puisi di kedai favorit. 

Tapi, setelah menikah dan memiliki anak, apa kabar dirinya? Masihkah ia punya ruang untuk tetap menjadi dirinya sendiri?

Fenomena "Menghilangnya Jati Diri"

Tidak sedikit wanita yang kehilangan jati diri setelah menikah. Menurut survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga sosial di Indonesia, lebih dari 60% ibu rumah tangga merasa bahwa mereka tidak lagi menjadi diri mereka sendiri setelah memiliki keluarga. 

Bukan karena mereka tidak mencintai peran mereka sebagai istri dan ibu, tetapi karena tuntutan peran itu sering kali menutupi identitas pribadi mereka.

Apa yang terjadi?

Jadwal mereka penuh dengan daftar pekerjaan rumah tangga, mengurus anak, dan mendampingi suami. Waktu untuk membaca buku, mengejar karier, atau sekadar bersantai di akhir pekan seolah menjadi "kemewahan" yang sulit dicapai.

Namun, apakah ini satu-satunya skenario? Tentu tidak. Ada juga istri yang tetap bekerja dan memiliki ruang untuk dirinya sendiri. Tapi tunggu dulu, apakah berarti mereka lolos dari masalah ini?

Bagaimana dengan Istri yang Tetap Bekerja?

Banyak yang berpikir bahwa istri yang bekerja tidak akan kehilangan jati dirinya karena mereka punya "hidup di luar rumah." Tapi kenyataannya, tekanan justru bertambah. Mereka harus menjadi "superwoman" yang sempurna di semua lini, karier cemerlang, rumah tangga harmonis, anak-anak bahagia, dan suami yang selalu tersenyum.

Padahal, menjadi superwoman adalah mitos yang melelahkan. Tidak sedikit wanita karier yang juga merasa kehilangan diri mereka di tengah tuntutan untuk menjadi sempurna di rumah dan di tempat kerja. Mereka akhirnya terjebak dalam lingkaran perfeksionisme yang membebani, sering kali mengabaikan kebutuhan emosional dan mental mereka sendiri.

Lalu, Apa Peran Suami di Sini?

Mari kita bicara fakta yang sering terabaikan: suami punya peran besar untuk memastikan istrinya tetap menjadi dirinya sendiri. Jangan lupa, wanita itu adalah manusia, bukan hanya pelengkap rumah tangga atau pelayan kebutuhan keluarga.

Suami bisa memulai dengan hal sederhana, misalnya:

1. Memberi Ruang: Beri waktu kepada istri untuk melakukan hal yang dia sukai, entah itu menonton drama Korea, melukis, atau sekadar ngopi sendirian di kafe favoritnya.

2. Bantu Pekerjaan Rumah: Ingat, mengurus rumah adalah tanggung jawab bersama, bukan tugas gender.

3. Dukung Mimpi Istri: Jangan remehkan ambisi dan keinginan istri. Jika dia ingin melanjutkan pendidikan atau mengembangkan karier, jadilah penyemangat, bukan penghalang.

Sederhana, bukan? Tapi sering kali hal-hal kecil seperti ini justru terabaikan karena budaya patriarki yang masih kental.

Bagaimana dengan Suami Sendiri?

Tentu saja, kita juga perlu bertanya: apakah suami benar-benar memahami dirinya sendiri? Banyak pria yang terjebak dalam pola pikir bahwa mereka harus menjadi "tulang punggung" keluarga tanpa memperhatikan kesehatan mental dan emosional mereka.

Tidak jarang, suami juga kehilangan dirinya dalam peran yang mereka jalani. Jadi, solusi ini bukan hanya soal istri menemukan kembali dirinya, tetapi juga soal suami dan istri saling mendukung untuk tetap menjadi individu yang utuh.

Tidak Semua Kasus Sama, Tapi Semua Butuh Kesadaran

Perlu diingat, tidak semua rumah tangga mengalami hal ini. Ada pasangan yang mampu menjaga keseimbangan dan saling mendukung. Namun, fakta bahwa masalah ini ada dan sering terjadi sudah cukup untuk menjadi alarm bagi kita semua.

Jangan Sampai Jadi "Istri Bayangan"

Pernah dengar istilah "istri bayangan"? Itu adalah istri yang ada secara fisik, tapi jiwanya entah di mana. Jangan sampai pasangan Anda berubah seperti ini karena tekanan rumah tangga. Anda tidak menikahi robot pelaksana tugas, tapi seorang manusia dengan impian dan emosi.

Wanita Lebih dari Perannya

Wanita, sebelum menjadi istri dan ibu, adalah individu dengan hak penuh atas hidupnya. Jangan biarkan peran rumah tangga mencuri identitas mereka. Dan untuk para suami, ingatlah bahwa tugas Anda bukan hanya mencari nafkah, tetapi juga memastikan pasangan Anda tetap menjadi dirinya sendiri.

"Peran bisa berubah, tapi identitas harus tetap dijaga. Karena sebelum menjadi pasangan, setiap orang adalah dirinya sendiri, dan itu harus dihormati."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun