Dalam kehidupan modern, kantor bukan lagi sekadar tempat mencari nafkah. Di sinilah kita menghabiskan sebagian besar waktu, berbagi tugas, ide, bahkan keluh kesah dengan rekan kerja. Persahabatan yang terjalin, termasuk dengan lawan jenis, sering dianggap lumrah, bahkan wajar.Â
Namun, apa jadinya jika waktu bersama mereka justru lebih dominan daripada dengan keluarga di rumah? Lebih jauh lagi, apakah "me time" bersama rekan kerja setelah jam kerja masih relevan?
Ketika Rekan Kerja Jadi Tempat Pelarian
Pekerjaan sering kali menjadi alasan utama mengapa waktu untuk keluarga menjadi terbatas. Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, rata-rata pekerja menghabiskan sekitar 40-50 jam per minggu di tempat kerja, belum termasuk perjalanan. Jika ditambah aktivitas makan siang atau sekadar nongkrong sepulang kerja, durasi waktu bersama rekan kerja bisa jauh melampaui waktu yang dihabiskan bersama keluarga.
Hal ini sering dianggap normal karena, katanya, "keluarga pasti mengerti." Namun, benarkah demikian? Dalam konteks tertentu, keakraban ini bisa menciptakan zona nyaman yang berbahaya, terutama jika hubungan dengan keluarga di rumah mulai terkikis.
Mengapa Harus Ada "Me Time" Bersama Rekan Kerja?
Muncul pertanyaan mendasar: mengapa kita merasa perlu memiliki "me time" dengan rekan kerja di luar jam kerja? Bukankah waktu 8-10 jam sehari sudah cukup untuk menciptakan kedekatan?
Jika dicermati, fenomena ini sering kali muncul dari pola pikir yang keliru. Misalnya:
"Rekan kerja lebih mengerti masalah saya."
Padahal, yang mengerti masalah Anda adalah gaji bulanan, bukan rekan kerja Anda.
"Bersenang-senang dengan mereka bisa melepas stres."
Apakah benar stres Anda hilang, atau hanya tertunda sementara?
Selain itu, ada faktor psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan dan kenyamanan. Dalam suasana kerja yang dinamis, rekan kerja sering kali menjadi tempat curhat instan. Tetapi, jika ini dilakukan secara terus-menerus, apakah kita tidak sedang mengambil porsi waktu yang sebenarnya milik keluarga?
Apakah Keluarga Jadi Beban?
Kritik paling tajam dalam fenomena ini adalah asumsi bawah sadar bahwa keluarga adalah "beban." Kalimat seperti, "Aku capek kerja, jadi butuh teman ngobrol dulu sebelum pulang," sering kali digunakan sebagai pembenaran.