Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa mental illness bukanlah identitas. Itu adalah kondisi yang membutuhkan perawatan, bukan sesuatu yang dipakai untuk mendefinisikan siapa kita. Mengidentifikasi diri sebagai "si depresi" atau "si anxiety" hanya akan membuat kita terjebak dalam narasi negatif. Bukannya mencari solusi, kita malah tenggelam dalam masalah.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan untuk menghentikan tren ini? Pertama, mulailah dari diri sendiri. Jika merasa ada masalah kesehatan mental, carilah bantuan profesional. Jangan mendiagnosis diri sendiri hanya berdasarkan artikel online atau video TikTok. Kedua, jika melihat seseorang yang curhat di sosial media, coba respon dengan empati, tetapi juga jangan ragu untuk mendorong mereka mencari bantuan yang tepat. Dan terakhir, mari kita edukasi diri dan orang lain tentang pentingnya kesehatan mental tanpa menjadikannya sekadar bahan konten.
Mental illness itu nyata, dan dampaknya serius. Jangan biarkan ia menjadi tren musiman yang kehilangan makna. Karena di balik setiap label yang dilempar sembarangan, ada orang-orang yang benar-benar berjuang untuk sembuh. Dan mereka pantas mendapatkan perhatian yang tulus, bukan likes yang kosong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H