Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengapa Scroll TikTok Tiba-tiba Jadi Bentuk Self-care Terlarang?

17 November 2024   20:01 Diperbarui: 17 November 2024   20:17 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: creativemarket.com

TikTok, platform sosial yang awalnya dirancang untuk hiburan singkat, kini telah berkembang menjadi bagian dari rutinitas hidup banyak orang. 

Katanya sih, scroll TikTok itu semacam self-care baru, terapi instan yang bisa menyelamatkan hari-hari penatmu. Sebuah kegiatan yang dimulai dengan niat mulia untuk "sekadar hiburan lima menit," tapi entah kenapa selalu berakhir dengan kepergian waktu berjam-jam yang tak pernah kembali.

 Ini adalah kisah tentang bagaimana sekilas swipe jempol bisa bertransformasi menjadi candu yang menyamar sebagai upaya menjaga kesehatan mental.


Pertama, mari kita jujur: siapa di sini yang niatnya hanya nonton satu video dan ujung-ujungnya sudah jadi arkeolog digital yang menggali video-video lama si konten kreator?

 Berawal dari nonton video kucing lucu, lalu tiba-tiba berpindah ke tutorial masak makanan Korea, selanjutnya terdampar di ceramah motivasi yang diakhiri dengan video menari yang viral. Dan dalam sekejap, sudah dua jam berlalu. Mata pedas, punggung pegal, tetapi otak berkata, "Satu video lagi, deh, baru istirahat."

Aneh memang. Padahal, scroll TikTok tidak pernah dicantumkan dalam daftar metode terapi yang dianjurkan psikolog. Tak ada dokter yang pernah berkata, "Kamu sepertinya perlu istirahat, coba deh, scroll TikTok selama tiga jam penuh." Namun, nyatanya kita sendiri yang menyematkan label self-care pada aktivitas ini. 

Alasannya sederhana: scroll TikTok memberikan dopamine rush, suntikan kecil kebahagiaan yang instan, mirip seperti makan keripik pedas tengah malam. Enak, tapi bikin nyesel di pagi hari.


Di era di mana semua orang berlomba menjaga kesehatan mentalnya, TikTok hadir sebagai solusi praktis. Meditasi terlalu sunyi dan sulit. Membaca buku? Tentu saja keren, tapi butuh komitmen lebih, dan alurnya tidak bisa dipercepat dengan gesekan jempol. 

Di sinilah TikTok menang. Ia menawarkan kenyamanan tanpa syarat: video pendek dengan informasi super padat, humor, fakta acak, dan motivasi terselip. TikTok adalah bentuk escape modern yang penuh warna. Cuma masalahnya, kita sering lupa jalan keluar dari dunia yang satu ini.


Sebagai contoh, sesi 'me time' saya beberapa waktu lalu. Setelah berjam-jam mengerjakan tugas kantor yang tak kunjung selesai, saya berpikir, "Sudah, rehat sebentar saja, nonton TikTok lima menit buat nyegerin otak." Lima menit pertama isinya video anjing melompat ke kolam renang. Lucu? Pasti. Lalu video kedua, life hack bikin kopi dalgona yang sudah jelas-jelas saya tidak akan pernah praktikkan. Masuk video ketiga, sebuah mini drama tentang pasangan LDR yang bikin saya emosional mendadak. Ah, seru juga. Satu video lagi, deh. Begitu seterusnya, hingga tiba-tiba jam dinding sudah menunjukkan waktu yang seharusnya saya gunakan untuk tidur. Dan di situlah ironi muncul: kegiatan self-care yang saya pilih malah menambah rasa lelah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun