Sebagai wanita yang mengalami masa-masa kelam hidup, album ini menjadi semacam terapis digital. Aku tak hanya mendengarkan; aku merenungkan, berproses, dan membiarkan pesan-pesan itu tumbuh dalam hatiku. Saat V menyanyikan Singularity, aku merenungi kesendirian; saat Suga berbicara tentang perjuangan di The Last, aku tahu bahwa tidak apa-apa merasa rapuh.
Bersama komunitas ARMY yang kubangun, kami melakukan hal lebih. Kami mengadakan pertemuan virtual untuk berbagi cerita, saling mendukung, dan terkadang, membantu orang lain secara finansial dan non-finansial atas nama ARMY. Tidak hanya itu, kami mengikuti proyek amal, mengadakan diskusi tentang pentingnya kesehatan mental, dan berbagi tips self-care ala BTS. Kami ingin setiap anggota merasakan bahwa you never walk alone adalah lebih dari sekadar lagu---ini adalah filosofi hidup.
Menanti Mereka Pulang
Kini, saat member BTS memenuhi kewajiban negara mereka, kami ARMY beralih ke mode standby. Ini bukan sekadar menunggu; ini adalah masa persiapan. Kami tetap mendukung setiap proyek solo mereka, mempelajari makna di balik karya-karya individual, dan merayakan kesuksesan mereka meski dari kejauhan. Usia tak menghalangiku untuk terus mendukung mereka. Apalagi ketika melihat bagaimana mereka telah memberiku---dan banyak ARMY lainnya---harapan baru.
Terkadang, ada yang bertanya, "Kenapa masih jadi ARMY di umur segini?" Jawabanku selalu sederhana: karena BTS bukan hanya grup musik, mereka adalah pengingat bahwa hidup ini penuh warna, penuh emosi, dan penuh keajaiban di setiap kesulitan.
Dari stan Jungkook ke superfan tujuh pria hebat, perjalanan ini adalah perjalanan kembali mencintai hidup. Dan tak ada kata terlalu tua untuk itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H