Tahun 2017. Dunia mungkin berputar dengan ritme yang sama bagi banyak orang, tapi bagiku, tahun itu adalah saat ketika roda kehidupanku nyaris berderak mundur. Di tengah tumpukan pekerjaan, rutinitas membesarkan dua anak, dan setumpuk tantangan hidup, aku menemukan diri duduk lesu di sofa sambil menge-scroll YouTube tanpa harapan. Hingga tiba-tiba, satu video muncul dengan thumbnail yang membuat mataku tertarik: "BTS - Pied Piper (Lyrics and Meaning)".
Pied Piper bukan sekadar lagu. Ia adalah tamparan lembut sekaligus pelukan hangat dari tujuh pria yang tampaknya mengerti apa yang sedang aku hadapi.Â
Dalam setiap nadanya, BTS seolah berbisik, "Hei, kami tahu kamu suka dengan apa yang kami tawarkan, tapi jangan lupa hidupmu sendiri." Lagu ini, yang diambil dari album Love Yourself: Her, menyampaikan pesan penuh ironi: BTS menggoda penggemar untuk terus terikat pada mereka, sembari mengingatkan agar tidak lupa merawat diri dan hidup di dunia nyata. Seperti sang peniup seruling dalam legenda yang memikat dengan melodi, BTS juga menjadi godaan yang manis, tapi tidak membahayakan.
Tak butuh waktu lama bagiku untuk larut lebih dalam. Dari satu lagu, aku menjelajah setiap sisi album Love Yourself, seakan mencari secercah makna baru di balik setiap lirik dan harmoni. Dan di situlah pertama kali aku bertemu dia, sang golden maknae, Jeon Jungkook. Suara lembutnya, ekspresinya yang mengalir dengan energi muda, hingga dedikasi tiada tandingannya membuatku merasa: Ah, ini dia. Jungkook, di mataku, adalah personifikasi dari kekuatan yang lahir dari kerentanan.
Tapi kemudian, seperti ibu-ibu yang kebanyakan nyangkut di toko serba ada, ketertarikan pada satu produk berubah jadi belanja borongan. Aku mendalami Jin dengan humornya yang absurd, RM dengan kebijaksanaannya yang seperti filsuf modern, Suga yang dingin tapi penuh emosi, J-Hope si matahari berjalan, V dengan karisma eksentriknya, dan Jimin yang memancarkan pesona hangat. BTS bukan lagi tentang satu idola, tapi tujuh karakter unik yang masing-masing mengajarkan keindahan manusiawi dalam perjalanan mereka.
Dari Stan ke Superfan yang Bertumbuh
Aku bukan remaja labil. Usia mungkin tidak lagi muda, tapi hatiku menemukan oase di fandom bernama ARMY. Lucunya, menjadi ARMY di usia dewasa adalah pengalaman yang unik. Ada semacam stereotip bahwa ibu-ibu itu hanya peduli tentang harga minyak goreng atau diskon belanja bulanan. Tapi di sinilah aku, ikut teriakan 'Jungkook, saranghae!' pada waktu virtual fanmeet sambil tetap memastikan cucian sudah di jemuran.
Dan aku bukan satu-satunya. Di luar sana, banyak ARMY yang seperti aku, dewasa, berpikiran matang, dan menyadari bahwa mencintai boyband bukanlah hal kekanak-kanakan. Ini soal merayakan seni, kebersamaan, dan perasaan yang diperbarui setiap kali mendengar lirik-lirik yang membangkitkan semangat. Kami mendirikan komunitas dengan misi sederhana namun mendalam: merawat kesehatan mental dan mempraktikkan self-care serta self-compassion, sesuai yang diajarkan BTS melalui karya mereka.
Menggali Arti 'Love Yourself'
Jika Anda pikir Love Yourself adalah album tentang cinta romantis, pikirkan lagi. BTS mengemas tema yang lebih besar: bagaimana belajar menerima diri sendiri, mengampuni kegagalan, dan bangkit dari keterpurukan.Â