"Pak,Â
kalo mau ke pantai gimana caranya ya" tanya saya pada kasir di rumah makan saat saya berada di Kota Padang.  Si Bapak sempat bengong mengamati saya dengan seksama. Setelah saya menjelaskan bahwa saya ke Kota Padang sebenarnya hanya mengikuti kegiatan mendadak di kampus Eka Sakti, bahkan tiket pesawatpun langsung saya beli di bandara SMB II. Barulah si Bapak mengerti, saya sama sekali tidak ada persiapan menjelajahi kota Padang.Ia menunjuk lorong depan rumah makannya, ikuti saja jalan itu dan kamu akan bertemu dengan pantai, Pantai Purus.Sore ini  akan ada banyak anak-anak berselancar di sana.
Yaps, itu kejadian hampir seperempat abad yang lalu. Kali pertama kaki ini menginjakkan kaki di pasir pantai.Â
Statusku masih mahasiswa sebuah kampus swasta di Palembang, yang sekarang masih menjadi markasku, he...he...
Bangka memang sangat dekat dengan Palembang, demikian juga Bandar Lampung. Â Jiwa petualanganku tidak begitu besar. Jika aku keluar kota, biasanya karena ada sedikit urusan. Â Dan memang belum pernah ke wilayah pesisir pantai.
Saat itu Pantai Purus masih belum banyak campurtangan pemerintah penataannya.Â
Sebagai orang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di pasir pantai, boleh jadi terasa norak. Aku cukup mencari tempat berteduh. Kemudian jajan opak dan udang goreng yang dijajakan secara berkeliling. Menikmati angin pantai yang semilir. Meski panas di tepi pantai, tetapi tidak sepanas cuaca di Palembang.
Menikmati deburan ombak yang bergulung di pantai landai berpasir coklat, sejauh mata memandang bentangan air laut nan biru mengarah ke Pulau Mentawai.
Di bebatuan beberapa laki-laki menikmati pantai sambil melemparkan joran, memancing dengan asyiknya.
Dasar mageran sejak dulu, duduk diam dekat pantai saja sudah membuat senang. Soal berapa tusuk udang goreng yang kubasikan tolong jangan ditanya. Sudah terlalu sama untuk diingat.
Lokasi Selancar si Anak Pantai
Tiba-tiba ada seorang yang dengan ramah menegur, ia memang tidak sendirian. Ah..bukannya aku polos, tetapi memang sepertinya ia sosok yang tidak asing. Meski memang tetap waspada apalagi aku sendirian di situ.
Pantai Purus bergelombang agak tinggi, jadi saat itu banyak anak dan remaja memanfaatkannya sebagai lokasi selancar. Lumayanlah cuci mata lihat anak-anak surfing ala-ala Baywatch. Kalo nyebut Point Break kayaknya kejauhan ya, he he..
Aku yang gak bisa berenang hanya berani duduk di bebatuan dan pemecah ombak. Menikmatinya dari kejauhan sudah memuaskan,
Kembali ke seseorang yang menegurku, kami bertemu di acara lembaga pegiat lingkungan di Bogor dan Jakarta. Ia cukup teerkehut saat tahu aku gak bisa berenang, bukan pendaki gunung apalagi penyusur goa.Â
Padahal sudah begitu banyak rencana yang ia susun saat mendapat kabar pagi ini aku berada di Padang untuk beberapa hari,
"Gimana sih, wong Plembang gak bisa renang" protes dia saat aku menolak bermain di deburan ombak. "Sungai Musi segitu besarnya"gerutunya dengan logat Melayu Jambi tenpat ia berasal.
Seperti biasa, akan aku sambut dengan cengiran saja.Â
Sebagai penikmat kuliner suasana pentai di malam hari dengan jajanan pinggir jalannya juga tidak bisa kuacuhkan. Nikmat mana lagi yang kau dustakan.
Pantai Purus, pantai pertama yang membuat aku jatuh cinta dengan pantai pertama kali. Sejak itu aku semakin jatuh cinta dengan Pantai, selalu semangat jika diajak jalan-jalan ke Pantai. Paling dekat ke pesawaran. Lampung. Â Bahkan sangat excited menikmati saat menginap di hotel Marbella, Anyer dengan akses ke pantainya dan memandang kratatau dari kejauhan.
Ah... kok aku lupa bercerita tentang bagaimana serunya pengalaman menginap di Marbella Anyer ya. Â Ah...sudahlah, cerita mengenai Pantai Purus sudah terlalu panjang. Soal bagaimana kisah kutunggu cintamu di Pantai Purus, sepertinya aku ceritakan lain kali sajalah. Kenangannya sudah terpecah-pecah dan perlu waktu menyusun kepingan-kepingan memori serupa puzzle ini.
Atau mungkin suatu hari lagi sengaja kembali ke Purus mencari sekeping ingatan yang sepertinya sebagian besar sudah terlupakan.
Salam hangat dari Palembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H