Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerita Fabel: Puyang Harry Mencari Duren

7 Januari 2021   15:16 Diperbarui: 7 Januari 2021   15:27 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat Sumatera Selatan umumnya memiliki pantangan menyebut nama hewan liar di hutan. Apalagi hewan yang katanya dapat menjadi siluman.  Meski ini hanya ceriya fabel semata, sengaja penyebutan menggunakan panggilan selayaknya manusia yang dituakan. Karena ini juga cerita fabel, tentu tokohnya adalah binatang yang dipersonifikasi.

Angin dingin bertiup dari sela-sela pepohonan hutan dataran tinggi Sumatera. Matahari sudah tinggi tetapi panasnya masih malu-malu karena tertutup awan yang mulai bergerak berpadu untuk segera menumpahkan air langit ke bumi. 

Cuaca yang mendukung selera makan. 

Puyang Harry sudah lama ingin makan duren.  Buah  eksotis khas asia tenggara yang berkulit tajam beraroma sangat kuat, dengan daging buah yang lembut manis berwarna kekuningan. Puang Harry sangat suka pada durian tembaga yang biasanya tumbuh di pinggir-pinggir sungai.  

Ah..apakah kalian heran, Puyang Harry,  seekor harimau penguasa hutan bukit barisan yang carnivora itu  suka pada durian?.  Kalian yang hanya hanya menikmati durian di supermarket atau mobil pinggir jalan tidak pernah tahu jika  menunggu durian jatuh di malam hari harus berhati-hati dengan bangsanya Puyang Harry yang penggemar durian juga. 

Sudah jauh ia berjalan, tetapi pohon  durian semakin sedikit, jikapun ada  pohon durian  sepanjang hutan di Sungai Lematang baru berputik. Padahal, telah masuk puncak musim hujan. Apakah alam tengah protes di puncak musim penghujan.  Karena tanah begitu licin serta begitu banyak tebing-tebing yang longsor.  Sungguh aneh jika durian baru berbunga. 

"Ah...sudah lama ia tidak bermain ke kawasan pesisir pantai timur mengunjungi koleganya,  Yai  Gaj. Siapa tahu saja si kawasan hutan di sepanjang sungai Ogan buah durian telah  berbuah"gumamnya.

Dengan langkah tegap,  membusungkan dada yang membuatnya semakin terlihat angkuh. Ah...penuh percaya diri lebih tepatnya, Puyang Harry  berjalan keluar hutan, menuruni Bukit Barisan ke arah pantai Timur. 

Ah..sial, apakah usianya telah terlau tua hingga ia salah hitung. Seharusnya belum ada manusia di tempat yang ia lewati saat ini. Puyang Harry sudah memperhitungkan rute perjalanan untuk meminimalisir bertemu dengan manusia. Termasuk waktu perjalanan akan lebih banyak memilih malam hari. 

Makhluk yang bernama manusia itu lebay, jangankan bertatap muka dengan Puyang Harry.  Jejak kaki  bekas ia lewat 2 hari yang lalu saja, sudah membuat mereka heboh.  Dan biasanya,  mereka akan ramai-ramai mencari tempat istirahat Puyang Harry hanya karena melihat jejak kaki itu. Padahal manusia meninggalkan berbagai sampah plastik di pegunungan tidak pernah membuat keluarga Puyang Harry marah-marah seperti mereka.

Suara alat berat memecahkan konsentrasi  Puyang Harry. Ia berusaha berjalan dengan pelan dan mengendap-endap di antara rerumputan agar keberadaannya tidak diketahui manusia. 

Ah... dasar manusia, gara-gara sudah punya alat penerang yang terangnya selayak matahari tu bekerja tak kenal waktu. Sudah lewat tengah malam  mereka masih bekerja dengan mesin yang berat dan bising. Padahal ini masih di hutan.

Tiba-tiba  Puyang Harry dikejutkan oleh ulah Burung Taktakbau yang tiba-tiba menjerit yang membuat Puyang Harry pun sontak  mengaum.  Suara mesin alat berat terhenti berganti dengan teriakan-teriakan manusia. "Tuh kan... lebay", gumam Puyang Harry sambil berlari menjauh. 

Puyang Harry harus berjalan lebih hati-hati.  Ia sangat tidak ingin bertemu dengan manusia, yang gak punya taring, gak punya cakar tapi pemarah dan selalu merasa paling benar.

Perjalanan ke tempat Yai Gaj Ahmad  sekarang sungguh melelahkan. Apalagi melewati hutan dengan tanaman yang sama dengan deretan yang sama, belum lagi munculnya anak-anak sungai baru yang gak lebih banyak tidak ada akhirnya. Cukup berat untuk dilompati, terlalu dalam untuk dituruni. Ah...andai hewan punya gadget yang mampu membuat hidup jadi lebih mudah.

Setiba di Pantai Timur keluarga Robi (rombongan babi)  terbirit-birit melihat kedatangan Puyang Harry,menuju semak belukar yang baru saja tumbuh. Tampaknya  beberapa bulan lalu sepertinya terjadi kebakaran di sana.  Memang hutan dataran rendah dengan tanah rawa bergoyang di musim kemarau seringkali terbakar.

Babi juga makin alay seperti manusia . Melihat Puyang Harry sampai terbirit-birit.  Babi  sudah tidak menjadi selera Puyang Harry, populasi mereka sudah terlalu banyak di bumi Swarna Dwipa. Tidak menyehatkan dan kurang eksotis.

Puyang Harry mengendus bau Yai Gaj Ahmad, ia berteriak "Salam......woi Gaj, ini Hei ri" ucapnya. 

Yai Gaj yang tengah mandi di tepi sungai bersama koloninya pun bingung.

 "Siapa itu Hei ri?" gumamnya

Saat ia lihat "Ah...Rimau.... apa kabar"teriak Yai Gaj dengan sukacita menyambut Puyang Harry.  "Dasar hewan Alay, kenapa tiba-tiba nama dia jadi Hei Ri, ah tapi masih mending dia tidak ganti nama Tiger Wong atau Sembilan Benua saja".

"Gerangan apa yang membawa kisanak hingga datang ke Pantai Timur, Wahai penguasa Bukit Barisan"ucap Yai Gaj.

"Ah,sudahhah tak perlu berbasi-basi, beta cuma ingin makan durian" sahut Puyang Harry.

Yai Gaj Ahmad pun bingung, karena di Pantai Timur sudah jarang durian, karena manusia lebih memlih menanam palma dengan buah keras yang tak bisa dimakan, serta pohon yang hanya diambil getahnya itu. 

"Andai aku dapat menawarkan durian terbaik di sini" sahut Yai Gaj dengan muka sedih. " Tapi aku ada usul, kita susuri saja Air Sugihan. Siapa tahu di arah hulu Sungai Musi kita akan mendapatkan duiran terbaik,  ada sebentang hutan asri satu-satunya di negeri ini   Sekalian kita bertandng ke Aya, Penguasa Muara Sungai Musi"sahut Yai Gaj dengan semangat.

Sebenarnya Puyang Harry ragu, tetapi melihat semangat koleganya ia pun melangkah mengikuti temannya. Satahu Puyang Harry, bangsa gajah hanya menjalani rute tertentu. 

"Ah..dasar tua bangka, tampaknya Yai Gaj sudah tak peduli lagi dengan old wisdom semacam itu"gumam Puyang Harry.

Mereka tiba di Muara Sungai Musi yang disambut dengan sekawanan bangau dan dua ekor pesut di tengah Sungai Sembilang, yang tiba-tiba menghilang.  Keluarga pesut memang semakin introvert atas kunjungan siapapun.

Mbah Ayan Muncul, karena sudah tahu keberadaan Puyang Harry dan Yai Gaj Ahmad . Ia pun tahu tujuan kedua koleganya ke tenpatnya  tanpa  perlu mereka  bercerita.

Oh..jika kompasianer ada yang mengira Mbah Aya  dukun para hewan, anda salah. Ia tidak ingin menyangai Denny Darko yang meramal yang ia lihat di youtube.  Kicauan-kicauan burung telah menyampaikan kisah perjalanan epic seekor Harimau dari Bukit Barisan dan Sekor Gajah Pantai Timur untuk mencari durian.

"Sudahlah Lur, jangan berharap banyak lagi masih banyak pohon durian hutan"ucap Mbah Aya saat mereka ngobrol. "Manusia sudah tak peduli lagi denga durian hutan. Mereka lebih peduli menggali tanah sedalam-dalamnya dengan mesin berisik untuk  mendapatkan batu hitam yang rapuh itu" ucap  Mbah Aya.

Puyang Harry pun terduduk lesu, hilang sudah harapan ia menikmati durian. Padahal ia telah membayangkan legitnya rasa durian hutan yang buahnya kecil tetapi harum menggoda itu.

"Ah..padahal sumber daya alam itu cukup untuk dipergunakan oleh seluruh makluk hidup, tetapi tidak pernah cukup untuk satu orang yang serakah" gumam Yai  Gaj Ahmad.

"Ah.... begitu bijaknya kamu sekarang " puji kedua koleganya serempak dengan berbinar.

Yai Gaj hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengangkat belalainya, karena memang buah  pemikrannya sendiri. Yai Gaj Ahmada tidak punya dia sosial sehingga ia tidak perlu ngaku-ngaku kata bijak orang lain sebagai buah pemikirannya sendiri.  Kalian tahu, Yai Gaj Ahmad mengutip quote siapa?.

Kisah fabel ini terinspirasi terjadinya konflik hewan liar dan  manusia di Sumatera Selatan sepanjang tahun 2020.

Selamat sore, tetap bahagia.

Dok. Kompal
Dok. Kompal

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun