Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hilal Syawal 1441 H, PSBB, PKI, dan Ahlak Kaum Rebahan

24 Mei 2020   23:40 Diperbarui: 24 Mei 2020   23:50 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kue Lapis Palembang (Dok. Gastronomika8)

Pemberontakannya di tahun 1948 di Madiun, terakhir pemberontakannya di tahun 1965. Menjadikannya sebagai partai terlarang di negeri ini. Menyisakan kisah kelam yang dipaksakan didalam buku-buku sejarah sejak sekolah dasar.

Bahkan masih ada tuh dosen Pancasila dan Sejarah Hukum yang ngambekan jika ditanya mahasiswanya jika dikaitkan dengan pemberantasan PKI ini.Eh udah pada pension sih.

Soal bagaimana perjualan sayap PKI yang memperjuangkan THR itu juga harus diberangus sampe ke akar-akarnya, jangan sampai malam suci takbiran ternoda, karena #PKImusuhAgama. Jangan biarkan bibit-bibitnya berkembang, meski dimulai dari sekadar sticker. Apalagi sampai ada buku kiri yang terbaca, dan bersisian dengan Qur'an pula.

Takbir di Media Sosial
"Masih ada takbiran"tanya Emakku
"Masihlah, dengan tagar", sahutku sekenanya sambil mengaduk kuah rendang dengan hati-hati. Sudah dimasak dari kemarin. mengaduk terlalu kuat jadi kornet bukan rendang lagi.
"Heh? Pagar?"sahut Emakku dengan mengernyitkan dahi. Telinga beliau yang telayh berusia 70 tahun itu baik-baik saja kok, dari hasil pemeriksaan THT terakhir. Kata tagar itu sangat asing buatnya. Anaknya saja yang koplak ngomongi tagar. Hanya gara-gara terdistraksi siang-siang banyak yang ngajak takbir online bersama wapres.
"Lewat televisi, lewat media sosial"sahutku yang langsung ditanggapi dengan mengangguk-angguk darinya. Tapi abis itu diriku diomeli gara-gara hampir lupa membakar bumbu anam untuk kuah lontong.
Benar, takbir lebaran masih berkumandang, tapi kami rindu pada takbir keliling kampung meski kadang suara tetabuhan sembarangan mereka  bikin judeg juga.

Makin Banyak Imam
Tahun ini, meski masjid disepikan. Justru semakin banyak tempat ibadah baru bermunculan. Di rumah masing-masing. Bahkan shalat ied pun diselengagarakan di rumah masing-masing. Kebetulan depan rumahku menyelenggarakan shalat ied.

Sempat terjadi perdebatan dan voting tak penting, karena memang beberapa tahun ini diriku tidak menjalankan shalat ied. Hanya suami dan anakku serta Emakku yang biasanya shalat ied. Voting tak penting dengan suara mutlak 75 % menyatakan shalat ied cukup di rumah. Tidak ikut shalat di masjid.

Mencari diksi menjelaskan kepada sang bujang bahwa tak shalat di masjid itu adalah pilihan sadar dengan berbagai konsekuensinya. Sebuah keputusan berdasar banyak pertimbangan untuk kepentingan bersama.

Kami tidak ingin dalam ingatannya ia pernah merasa sebagai tahanan rumah tanpa kesalahan ataupu  pernah ada pelarangan ibadah di negeri ini. Sama sekali tidak, semua itu pilihan sadar untuk mengikuti anjuran pimpinan kita.

Tetangga Dekat pun Tak Sanjo
Makna lebaran sebenarnya adalah berkumpul bersama, saling mengunjungi. Menimatmati hidangan Palembang yang lemak nian  (bahasa Palembang lemak itu berarti enak) sekaliigus memang penuh lemak. Sajian kue basah dan kue yang umumnya menggunakan kuning telur, butter dan susu yang banyak, pun hidangan makanan besar yang diolah dari daging ayam, bebek, sapi, kambing dengan santan.

Belum lagi hidangan pembuka berupa pempek dan turunannya. Bukan saja membuat perut kenyang banget, tapi kalori yang sangat tinggi itu. Karena hidangan terutama kue umumnya  manis semanis wajah-wajah penduduk Palembang.

Padahal tahun ini istimewa, lebaran jatuh pada hari minggu. Jika tidak ada pembatasan, indah nian saat kami keluar dari masjid akan berjumpa dengan jemaat gereja yang hendak kebaktian. Dulu pernah terjadi seperti ini, bahkan sebelum masuk kebaktian mereka sengaja menunggu untuk dapat bersalam-salaman dengan kami yang baru selesai shalat ied. Indah nian untuk dikenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun