Tahun ini sebenarnya sangat istimewa, di bulan april lalu seharusnya ada 2 momen mengunjungi makam besar yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa dengan tradisi Cengbeng yang jatuh pada bulan april lalu, tepatnya 305 April 2020. Masyarakat Palembang keturunan Arab (kami menyebutnya Ayib) melakukan ziara kubro para aulia yang ada di Palembang yang rencananya diselenggarakan pada tanggal 17-19 April 2020.Â
Kedua perayaan ini biasanya  dirayakan  secara besar-besaran. Bahkan keturunan mereka yang merantau di luar Palembang pun biasanya pulang untuk melakukan ziarah.  Bahkan ziarah kubro ini masuk dalam kalender event pariwisata Palembang. Nganuh, tolong jangan bahas masalah  sunah dan bid'ah ziara kubur di sini. Rempong cuy, kan dah dibilang bukan kapasitas saya.Â
Ziara kubro, merupakan aktifitas warga masyarakat keturunan Arab (sekarang semakin diikuti oleh masyarakat umum) Palembang, secara massal mengunjungi makam pendiri Kesultanan Palembang Darussalam dan para Aulia. Dengan Rute terbagi menjadi 2, Sebrang Ilir dan Sebrang Ulu. Â Sebrang ilir maksudnya wilayah bagian hulir Sungai Musi yang membelah Kota Palembang dan Sebrang Ulu maksudnya bagian hulu Sungai Palembang.Â
Perkampungan Arab di Palembang, memang persis berada di tepian Sungai Musi. Â Kegiatan ziarah kubro ini dapat mencapai puluhan ribu, dan hanya boleh diikuti oleh laki-laki. Umumnya mereka akan menggunakan pakaian berwarna putih, berjalan bersama berarak, seperti pawai sebuah festival. Â Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari ini dilakukan pada pagi dan sore hari.
Saya tidak tahu persis bagaimana penyelenggaraannya, meski salah satu lokasinya persis berada di sebelah rumah mertua. Pertama, saya memang bukan berasal dari komunitas itu.Â
Saya tidak pernah bertanya, apakah almarhum abah  (mertua laki-laki) saya pernah mengikutinya. Karena memang sahabat Abah banyak berasal dari komunitas ini.Â
Kedua, saya perempuan yang tidak diperkenankan untuk mengikuti kegiatan ziarah massal ini. Ketiga, entah mengapa meski hype  sebagai tujuan wisata religi di Palembang, bahkan beberapa teman sengaja datang ke Palembang untuk membuat ulasan mengenai hal ini, saya belum pernah tertarik mengikutinya.Â
Diriku sebagai orang Palembang, keturunan Jawa , tinggal di perkampungan pinggir Kota Palembang. Tetapi gak sampe jadi Palembang coret kurang memahami juga bagaimana tradisi khas Palembang menyambut ramadan. Â
Tradisi di kampung kami menyambut ramadan adalah ruwahan. Bersedekah dengan niat mengirim doa kepada para leluhur yang telah meninggal. Dengan pahala sedekah diniatkan kepada leluhur yang telah meninggal. Â Tahun ini, mengikuti himbauan pemerintah untuk melakukan physical distancing, segala kegiatan baca doa bersama, termasuk sedekah yasinan yang selama ini biasya bergantian dari rumah ke rumah ditidakan.Â
Beberapa keluarga memilih menggantinya dengan mengirimkan makanan ke  tetangga terdekat sebagai pengganti sedekah ruwahan. Tetap melakukan doa bersama, tetapi hanya dilakukan di rumah masing-masing, diikuti oleh anggota keluarga tanpa mengundang kerabat atau tetangga seperti biasanya. Meski doa anak saleh memang lebih afdol, tetapi momen ruwahan juga bermaksud untuk memperarat tali silaturahim, mengucap saling maaf untuk menyambut ramadan.Â
Agar kita dapat menjalankan puasa di bulan ramadan  dengan hati yang lebih tenang. Beberapa keluarga juga memilih sedekah dengan saling berbagi makanan saat menjalankan ibadah nisfu sya'ban di masjid kampung. Meski tahun ini juga ibadah bersama di masjid juga dibatasi sebagai bentuk pencegahan covid 19, sehingga kegiatan ini tidak ada juga di tahun ini. Â